Pevita menatap Gara lamat-lamat. Seraya sikut bertumpu di meja, sedangkan telapak tangan menumpu dagu. Memperhatikan setiap detail wajah tampan yang tengah menggoreskan pensil ke atas sebuah kertas, menciptakan sketsa wajah yang menakjubkan. Seharusnya, Pevita melihat bagaimana tangan pria itu bekerja membuat keajaiban, tetapi wajah pria itu entah mengapa tampak lebih menarik dari pekerjaan tangannya. Mata kecil yang terkadang tampak tidak bernyawa. Hidung tinggi yang begitu gagah dilihat dari samping. Bibir mungil dan juga rahang tegas yang kini sudah bersih dari bulu-bulu halus. Sepertinya dia baru saja bercukur pagi ini. "Apakah saya menyuruh kamu untuk menatap wajah saya?" Gara yang baru saja tersadar apa yang dilakukan Pevita sejak tadi akhirnya bertanya dengan tatapan datar padanya.