Trauma Yang Membuat Takut Dan Jijik

1419 Kata
"Mas Aksa suka sama Renisha?" Sashi langsung bertanya begitu Aksa datang menengok keesokan harinya di jam makan siang. Pria itu sudah melepaskan jasnya dan menggulung lengan kemejanya hingga ke siku. Aksa mengangkat kepala. Tatapannya datar. "Nggak." kemudian kembali melanjutkan kegiatannya mengupas kulit apel dan memotongnya kecil-kecil. "Ternyata dulu kita pernah satu SD ya? Renisha itu yang sering main sama Mas Aksa bukan sih? Yang ngikutin Mas Aksa ke mana-mana?" tanya Sashi lagi. Keningnya berkerut samar, berusaha untuk menggali ingatan masa lampaunya. "Kayaknya dia masih kelas 2 SD pas Mas Aksa kelas 6." Aksa menyerahkan apel yang sudah dipotong kecil-kecil ke tangan Sashi. "Jangan bahas dia." Aksa kemudian berdiri dan menepuk celananya. "Aku mau ke butiknya Rani dulu. Acaranya sebentar lagi." "Mas Aksa!" Panggilan Sashi membuat Aksa yang hendak membuka knop pintu menoleh. "Apa?" "Mas Aksa... bener-bener serius sama Mbak Rani?" Aksa mengangguk, tetapi matanya tidak berani menatap Sashi. Aksa langsung berlalu dari sana dan menutup pintu. Sashi jadi bingung sendiri dan merasa aneh. Sebenarnya, seperti apa hubungan Renisha dan Aksa? Apa mereka sedang bertengkar? Kenapa Aksa tampak sangat membenci Renisha? Setahu Sashi, kakaknya bukan tipe pendendam, ia bahkan tak pernah menjalin hubungan dengan orang lain tanpa sepengetahuan Sashi. Fakta bahwa Renisha bisa menyukai Aksa dan Aksa membencinya, tentu jadi tanda tanya besar di kepala Sashi. Mengenai Sri Maharani, Sashi tidak yakin bahwa Aksa serius. Ia mungkin menjalaninya karena merasa itu sebuah kewajiban, sebab Bunda sudah berkata demikian. Bunda bilang, ia menyukai Rani. Maka Aksa, akan menikahi Rani tanpa peduli dengan perasaannya sendiri. Kenapa Sashi mendadak menyesal telah mengenalkan Sri dengan Aksa? Sashi tentu tak mau Aksa menjalani pernikahan tanpa rasa. Itu akan seperti di neraka. Astaga... Sashi mengacak rambutnya. Aksa... ternyata lebih rumit dari dugaan Sashi. Ia harus lebih memahami Aksa untuk bisa membantunya. *** Renisha menyukai dongeng. Baginya, dongeng adalah sebuah nasihat hidup yang diceritakan dalam bentuk yang menarik hati anak-anak. Renisha bahkan membayangkan bagaimana rasanya menjadi seorang putri yang tinggal di kastil megah dan menikah dengan pangeran tampan. Maka dari itu, Renisha menyiapkan konsep negeri dongeng untuk toko khusus olahan cokelat yang akan segera ia buka. Naren berinvestasi banyak dalam hal uang dan membiarkan Renisha yang mengatur bagian operasional. Pabrik milik Naren sebagai pemasok utama cokelat-cokelat yang ada di toko. Naren juga mulai mengembangkan varietas tanaman kakao untuk menghasilkan cokelat jenis baru dan memperkaya rasa. Hari ini, Renisha sedang meninjau lokasi ruko yang akan ia sewa. Tempat itu haruslah berada di pusat kota, dekat dengan sekolah dan keramaian. Dan, yang paling penting adalah harga sewanya yang murah. Di sebelah ruko incaran Renisha, ternyata ada sebuah butik yang baru dibuka dan sedang megadakan acara grand opening, terbuka untuk umum. Dinding-dinding butik itu terbuat dari kaca tebal sehingga ia bisa melihat tampilan dalamnya. Gaun-gaun yang dipajang sangat cantik. Apalagi tertulis diskon sepuluh persen khusus untuk hari pertama. Mata Renisha langsung berubah hijau. Renisha melangkah masuk dan berbaur dengan keramaian. Ada makanan gratis. Renisha mengambil kue balok dan menggigitnya. Isian cokelat di dalamnya langsung lumer, menyiram lidah Renisha dengan rasa manis. Bahan yang diguakan untuk untuk luarannya bukan cokelat bubuk, melainkan gula merah, menjadikan rasa kue ini lebih nikmat. Renisha kemudian beralih pada croissant yang tampak renyah ketika digigit. Dan, rasanya memang seenak bentuknya. Karena penasaran, Renisha mencoba satu per satu kue-kue kecil yang tersedia di sana. Enak sekali. Apalagi pillow cheese cake yang dipotong kecil-kecil, langsung lumer begitu menyentuh lidah, tidak terlalu manis, dan rasa gurih kejunya begitu pas. Renisha langsung tahu jika pemilik catering adalah orang yang berbakat. Astaga. Renisha harus bertanya kepada pemilik butik, di mana ia memesan catering. Dari bungkusnya, tidak ada merk dagang maupun nomor telepon yang bisa dihubungi. Kemungkinan toko kue baru. Atau pemilik butik membuatnya sendiri. Renisha harus mencari tahu dan mengajak toko kue itu untuk bergabung dengan bisnis catering miliknya. Wah. Renisha antusias sekali. Hingga kemudian, sebuah suara yang akrab di telinganya membuat atensi Renisha teralih. Di atas panggung kecil berbalut karpet merah, tampak Aksa yang sedang berbicara formal. Sesekali senyumnya akan terlukis tipis. Sementara di sampingnya, berdiri seorang wanita cantik, mengakan terusan berwarna hitam yang menampilkan lekuk tubuhnya dengan begitu sempurna. Potongan gaun itu sangat mengesankan dan membuatnya tampak mewah sekaligus anggun. Kemungkinan, gadis itu adalah pemilik butik. Namun, kenapa dia bisa bersama Aksa? Renisha kemudian melihat banner besar di belakang mereka. Maharani Boutique. Maharani. Rani. "Aku lebih baik nikah sama Rani daripada nyoba sama dia." Kalimat jahat itu terngiang-ngiang. Mulut Renisha setengah terbuka. Jadi ini Rani yang dimaksud Aksa? Wah. Kebetulan sekali. Kenapa hidup Renisha selalu dipenuhi kebetulan jika menyangkut Aksa? Setelah acara selesai, beberapa orang langsung membubarkan diri, menyisakan orang-orang yang memang tertarik dengan rancangan gaun di butik ini. Rani jelas punya bakat dan uang. Cocok dengan Aksa yang juga berasal dari keluarga kaya. Entah kenapa Renisha merasa kesal memikirkannya. Renisha... tidak suka melihat pasangan yang begitu serasi dari segi fisik dan materi. Bahkan dalam kisah dongeng Disney pun, tidak ada seorang putri yang miskin. Mereka pastilah keturunan raja atau bangsawan, hidup rumah dan kastil yang megah. Ah, sial, Renisha jadi ingat perkataan ibunya Doni, mantannya yang sialan itu, "Kamu tahu kenapa Pangeran bisa menikah dengan Cinderella? Karena dia cantik dan baik hati?" wanita itu tersenyum sinis. "t***l kalau kamu berpikir seperti itu. Cinderella bisa menikah dengan pangeran karena dia berasal dari keluarga bangsawan." Sial. Tiba-tiba saja Renisha membenci dongeng. Apa ia ubah saja konsep toko cokelatnya dengan tema penyihir bertopi kerucut? Baiklah, sepertinya menarik. Image penyihir yang buruk akan Renisha ubah manis seperti cokelat. Renisha berjalan menghampiri Aksa yang tampak seru mengobrol. Ia tidak ingin mengganggu, tetapi, Renisha perlu bertanya soal pemilik catering. Dan, seolah sadar akan kehadiran Renisha, Aksa menoleh dan tatapan mereka bertemu. Binar keterkejutan itu langsung muncul di mata Aksa. Ia bahkan mundur selangkah. Renisha menggigit bibir untuk menahan tawa. Astaga, kenapa Aksa masih belum terbiasa melihatnya muncul tiba-tiba? Renisha tersenyum manis pada Aksa, kemudian mengalihkan pandangan dan mengulurkan tangan pada Rani. "Selamat Siang. Anda pemilik butik? Apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin saya tanyakan." "Ah, ya, silakan." Rani membalas jabatan tangan Renisha dan tersenyum lebar. Ia kemudian beralih pada Aksa. "Mas Aksa nggak apa-apa kan kutinggal sebentar?" Wah, mesra sekali dipanggil Mas. Apa mereka memang akan menikah? Tadinya Renisha hendak memprovokasi Aksa dengan pura-pura terkejut dan mengenal cowok itu, tetapi, Renisha tidak bisa meresikokan dirinya menanggung malu jika Aksa malah mengeluarkan kata-kata kasar yang menyakiti. Apalagi di depan orang asing. Cukup kemarin saja. "Aku harus pergi sekarang," kata Aksa gusar. Bahasa tubuhnya terlihat tidak nyaman. Ia hanya manatap Rani dan tidak melihat Renisha sedikit pun. "Ada sesuatu di kantor yang harus keselesaikan hari ini." Dan begitu saja, Aksa pergi dari butik itu tanpa menoleh satu kalipun, seolah Renisha adalah makhluk tak kasap mata. Well, sebenarnya Renisha juga sudah terbiasa. Sialan. Aksa adalah laki-laki paling menyebalkan di bumi, tetapi, ia lebih kesal dengan takdir yang terus mempertemukan mereka. **** Aksa mengemudi mobilnya dengan gusar. Tadi ia menelpon Sashi dan bertanya apakah adiknya itu sengaja memberitahu Renisha jika Aksa berada di sana. Sashi menjawab tidak dengan nada tegas dan Aksa langsung tahu jika ia jujur. Sebenarnya, takdir sial apa yang sedang mengikat Aksa dengan cewek itu? Aksa bisa gila jika terus-terusan bertemu Renisha tanpa sengaja. Aksa, tentu tidak bisa mempermalukan dirinya dengan bertingkah konyol dan menatap Renisha dengan sorot ketakutan. Aksa masih belum bisa melepaskan trauma akibat perbuatan Renisha di masa lalu. Setiap melihat cewek itu, kejadian belasan tahun silam akan kembali terngiang dan Aksa merasa jijik dan takut luar biasa. Apalagi, wajah Renisha sama sekali tidak berubah. Cara dan nada bicaranya pun masih sama. Ponsel Aksa di dashboard mobil berdering. Aksa mengangkatnya dan suara Giovanni, anak Pak Surya terdengar. "Haloo, Gio, bagaimana kabar Pak Surya?" tanya Aksa langsung. Nada suara Gio terdengar lemah di ujung sana. "Papa, tidak baik. Papa masih harus menjalani operasi satu kali lagi. Maaf karena harus merepotkan Pak Aksa lebih lama lagi." Aksa menggigit bibir bawahnya. "Tidak apa-apa, aku tidak keberatan," balaa Akaa akhirnya. "Semoga ayahmu lekas sembuh, Gio. Aku akan berkunjung setelah operasinya berhasil." "Terima kasih banyak, Pak Aksa," balas Gio di seberang sana. "Ya," balas Aksa singkat, kemudian memutuskan panggilan. Hal ini, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Aksa tidak bisa mengajar dengan tenang di kelas sementara ia tahu jika Renisha ada di sana. Aksa juga khawatir jika dirinya akan lepas kendali dan kabur seperti orang ketakutan saat melihat hantu. Aksa tidak mau mengakuinya tetapi, sepertinya ia memang membutuhkan bantuan psikiater untuk menghadapi Renisha. Aksa... tidak bisa kabur seumur hidup.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN