10

1282 Kata
Hari ini Mia sengaja mengasingkan diri di rooftop. Kantor sengaja menata bagian itu untuk digunakan pegawai Intermezo melepas lelah. Beberapa tanaman dalam pot ditata sedemikian cantik untuk menyejukkan mata yang terlalu lama menatap layar monitor. Beberapa bangku kayu ditempatkan, lebih dari cukup untuk menampung beberapa manusia dewasa.  Duduk di bawah kanopi, Mia mulai menatap awan yang berarak.  Menghela napas, lelah.  Rafael, sampai kapan Mia harus menghindarinya? Padahal dalam hati Mia sudah bertekad akan melawan rasa takutnya. Miris, kenyataan tak seindah angan-angan. Mia terlalu sering menghindari Rafael, bahkan dia terlihat lebih menakutkan dalam wujud pria metroseksual. Bagaimana jika Mia sampai jatuh hati dan tergoda pada bujuk rayu Rafael? Menggelengkan kepala. Tidak, Mia harus bertahan. Mia mulai mengalihkan perhatian pada ponselnya. Beranda f*******: dipenuhi dengan ucapan selamat untuk pernikahan Trisna, sahabat Mia semasa SMA. Semua terlihat bahagia di dalam foto. Beruntung, Mia berkesempatan menghadiri resepsi pernikahan Trisna. Setidaknya ada satu hal dari masa lalu yang bisa Mia hadapi: pernikahan teman SMA-nya. Jari telunjuk Mia mulai menggeser layar ponsel, kemudian pertanyaan maut pun muncul. Sialnya pertanyaan tersebut ditujukan khusus untuk Mia. Mia, kapan nyusul? Itu adalah pertanyaan yang sangat mengganggu. Menyusul? Mia? Untuk mengabulkan keinginan itu, memakai gaun putih dan bersumpah setia di atas altar, mungkin Mia membutuhkan keajaiban dari ibu peri milik Cinderella. Lelaki mana yang akan meminang Mia, mengingat Mia jarang, garis miring, tidak pernah melakukan kegiatan yang bisa membantunya melancarkan jodoh. Bahkan Mia curiga bahwa Cupid telah menyerah mencarikan pangeran berkuda putih bagi Mia.  Pertanyaan semacam ini, “Kapan menikah?” Sungguh, Mia ingin menemukan jawaban terampuh untuk membungkam para manusia itu. Apa mereka tak bisa melihat penampilan Mia yang bisa dikatakan jauh dari modis dan cantik?  Melirik ke sepasang sepatu tali yang Mia kenakan; warnanya mulai pudar karena terlalu sering digunakan, ada debu dan noda cokelat di sepanjang tepi sepatu, lalu oh, sepatu itu bahkan mungkin perlu diganti. Mia mulai mengendus kemejanya, tiada aroma persik ataupun parfum mahal. Intinya, Mia tak memiliki senjata yang bisa ia gunakan untuk menarik lawan jenis. Bicara mengenai lawan jenis, Mia harus segera menemukan lelaki yang bersedia bekerja sebagai pacar bayaran. Masalahnya, semenjak kali terakhir Mia melipir tanpa dosa di kafe, Miranda dan Nayla mulai mempertanyakan pacar khayalan yang Mia ciptakan. Demi Zeus, Mia sepertinya perlu membuat iklan yang isinya mungkin seperti ini: Dicari, pria lajang usia 25 hingga 30 tahun.  Mapan, good looking, bersedia bekerja di bawah tekanan. Bagi yang berminat bisa hubungi nomor di bawah ini. P.S Diutamakan yang loyal dan tidak ember. Gaji disesuaikan dengan tingkat kepuasan. Astaga. Iklan imajiner milik Mia bahkan lebih menyerupai iklan ero. Mia harus segera menemukan jalan keluar. Tak mungkin ia mengaku pada Miranda dan Nayla. “Maaf, sebenarnya aku masih jones. Waktu itu aku terpaksa karena ada penampakan mahluk seksi yang berhati iblis. Semoga kalian berdua bisa memahaminya. Oke.” Tentu saja Miranda dan Nayla akan menertawakan Mia. Mereka berdua termasuk dalam golongan sahabat yang bermoto, “tertawakan dulu penderitaan kawanmu sebelum menolong”. Menepuk jidat, Mia lelah. Terdengar suara derit bangku kayu yang bergeser.  Menoleh ke samping, Mia mendapati Rafael yang kini duduk di sampingnya. Rafael terlihat seperti nephilim, malaikat terbuang, yang sangat seksi. Rafael melonggarkan dasi dan Mia bisa melihat leher Rafael yang begitu kokoh. Lalu rahang Rafael yang konon sangat menggiurkan untuk dibelai. Hidung mancung, mata setajam sorot elang, dan bibir yang…. Berhenti, larang Mia pada dirinya sendiri, apa yang kau bayangkan? Dia mungkin seksi dan laur biasa memukau, namun ingatlah Mia. Ingat, dia adalah bocah tengil yang dulu menyiksamu. Jangan lupakan itu. “Kamu?” pekik Mia. “Ngapain?” “Istirahat,” jawab Rafael sembari mengedikkan bahu.  Sial. Jantung Mia berdentum keras hanya karena lirikan genit dan senyum ala rubah milik Rafael. Astaga, jika saja malaikat kebajikan tak menahan sosok liar Mia, mungkin ia akan langsung meloncat ke pelukan Rafael. Tunggu, apa barusan Mia membayangkan adegan meloncat ke pelukan Rafael? Merinding, Mia membutuhkan anastesi. “Kamu bohong, ‘kan?” Mengerutkan kening, Mia bertanya, “Bohong apa?” “Pacar,” jawab Rafael, singkat. “Oooh,” ucap Mia. Lagi, Mia mendapatkan pertanyaan maut. Andai boleh memilih, Mia rela mengerjakan soal fisika milik Rio daripada harus diinterogasi macam ini. “Aku punya kok.” “Bohong.” “Kamu ini ada apa, sih?” “Sekarang kamu tatap mata aku dan bilang, ‘Aku punya pacar.’ Begitu.” Menurut, Mia memandang Rafael dan berkata, “Aku punya pacar.” Setidaknya Mia tidak bohong, ia memang memiliki sesosok pacar dunia maya yang sering ia jumpai di otome game. Dan sialnya, Mia sering di-PHP oleh si karakter game. Kembali, senyum sesamar hantu menghias sudut bibir Rafael. “Kamu pembohong yang buruk.” Menelan ludah, Mia memalingkan wajah.  “Mia,” kata Rafael. “Kenapa kamu nggak memulai hidup baru?” “Denganmu?” celetuk Mia. “Mengapa tidak?” Luar biasa, Rafael mungkin mengira semua wanita akan bertekuk lutut di hadapannya. Sungguh, salah satu sifat Rafael yang membuat darah Mia mendidih bak air panas adalah ini. “Lupakan saja.” “Manusia berubah.” “Dan sebagian memilih untuk stagnan.” “Kitty, kamu kalau judes malah ngegemesin, bikin aku pengin ngunyah kamu.” “Rafael, jangan mulai.” “Ayolah, apa salahnya?” Cukup sudah. Bangkit, Mia berniat meninggalkan sang pangeran tukang rayu. “Ma—” Ucapan Mia terhenti ketika Rafael menarik Mia merapat ke tubuhnya.  Terkesiap, Mia hanya mampu terperangah menatap wajah Rafael yang kini mulai menampilkan senyum Lucifer. “Ka-kamu,” terbata Mia berucap, “ma-mau ngapain?” Pelajaran: jangan pernah menurunkan kewaspadaan ketika berada di sekitar Rafael. Sial, Mia mengabaikan peraturan nomor satu dalam menghadapi Rafael. “Kamu tahu nggak?” kata Rafael semanis madu. Jemarinya membelai pelipis Mia. “Alasan kenapa aku suka njahilin kamu waktu SMP.” Terhipnotis. Mia hanya menggeleng, tidak tahu. “Karena aku suka kamu.” Mia sesak napas. Di pantry, Rafael pernah berujar mengenai cinta, dan kini pria itu kembali menegaskan hal yang ingin Mia tampik. “Suka? Jangan ber—” Kata-kata Mia terhenti ketika Rafael mengecup sudut bibir Mia. Dan itu sudah cukup untuk meledakkan jantung Mia. “Apa ini kurang meyakinkan?” tanya Rafael sembari menarik dagu Mia. Ia bisa melihat rona merah yang kini menyebar di pipi Mia. Dan Rafael menyukai hal yang ditimbulkan oleh kecupan singkat itu. Sadar atau tidak, kedua kaki Mia mulai lemas. Ia bahkan merasa seolah ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya. Apa yang baru terjadi barusan?  “Mia, waktu mungkin merubah sikap seseorang, tapi tidak dengan hatinya. Dari dulu aku memilihmu, bahkan sampai sekarang perasaan itu masih sama.” Rafael menarik sebelah tangan Mia dan meletakkannya tepat di jantung Rafael. “Di sini,” katanya. “Ada dirimu. Dan tak seorang wanita pun yang bisa menggantikannya.” Butuh beberapa detik bagi Mia untuk mencerna informasi. Rafael. Kecupan panas di sudut bibir. Pernyataan cinta. Demam yang tiba-tiba melanda. Seharusnya Mia membenci lelaki ini. Dialah yang menyebabkan kehidupan masa SMP milik Mia serasa bagai di neraka. Dan lihatlah, tubuh Mia mengingkari amarah Mia. Ada sihir ajaib yang membuat setiap sentuhan Rafael terasa begitu tak tertahankan. Mungkinkah Mia terkena sihir hitam? Perlukah Mia merapal mantra suci? “Mia,” tutur Rafael sehalus beledu. “Percaya atau tidak, cinta pada pandangan pertama itu ada. Jika kamu meragukannya, maka lihatlah aku. Selama lebih dari sepuluh tahun aku berusaha mengusir bayangmu dengan wanita lain. Namun sekeras apa pun aku berusaha menepis dirimu dari sudut hatiku. Wajahmu tetap ada di sana, tak tergantikan.” Bagus, Mia akan segera pingsan.  Mia harus segera melarikan diri dari realitas. Ini tidak mungkin. Rafael, tak mungkin … Zeus, tolong kirimkan petir untuk memisahkan Mia dari Rafael. Dan langit masih cerah. Tiada awan mendung. Tak ada suara kilat menyambar. Zeus menolak permohonan Mia.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN