“Ngapain kamu bawa ibu ke panti asuhan, Ham?” tanya ibu Ilham pada Ilham yang menghentikan mobilnya tepat di halaman parkir rumah panti Tania. Dari balik kemudi dan di dalam mobilnya, Ilham bisa melihat kalau Tania sedang berdiri di samping pria tampan yang tak ia ketahui siapa. Tapi yang jelas, Ilham tahu bahwa pandang lelaki itu pada Tania cukup dalam seperti dirinya, “kenapa diam saja?” tanya ibunya Ilham lagi pada Ilham yang kemudian tersentak dan menoleh ke arah ibunya dengan bingung.
“Ilham gak mau dijodohin sama Aisyah, bu,” kata Ilham. Dahi ibunya berkerut dan wajahnya nampak tak suka dengan apa yang baru saja Ilham katakan kepadanya.
“Lalu apa hubungannya dengan kamu bawa ibu ke sini?” perempuan paruh baya itu nampak marah dan tak peduli sama sekali dengan perasaan putranya tersebut.
“Dia wanita yang aku suka, bu,” kata Ilham seraya menunjuk ke arah Tania yang dari tadi menatap ke arah mobilnya.
“Gadis itu? Dia anak pemilik panti ini?” tanya ibunya dan Ilham menggeleng.
“Dia penghuni panti ini,”
“Apa?” Ilham menoleh dan ibunya benar-benar terkejut serta menatapnya tak suka sama sekali. bukan seperti ini yang ia impikan.
“Dia perempuan yang aku sukai, bu,” kata Ilham dan ibunya hanya berdehem dengan penuh kekesalan.
“Apa gak ada perempuan lain yang lebih baik darinya? Kamu gak tahu asal usulnya dan ia hanya tinggal di panti asuhan, bagaimana kalau ia adalah anak dari seorang pembunuh atau hasil pezinahan? Kamu gak mikir sampai sana? Apa kata keluarga kita jika kamu menikah dengan gadis yang tak jelas dengan asal usulnya seperti dia tersebut?” tanya ibu Ilham mengomel.
“Tapi Ilham mencintai Tania dan bukannya Aisyah,” kata Ilham pelan, ia masih berusaha menghormati ibunya meski ia sekarang sangat kesal sekali.
“Menikah itu gak melulu soal cinta, Ilham!” kata ibunya tegas
“Rosululloh juga yatim piatu, kan, bu,”
“Hush! Jangan samakan dia dengan Rosul kamu! Meski beliau yatim piatu, orang tuanya dan sejarahnya jelas!” kata ibu Ilham.
“Siapa tahu Tania juga jelas, siapa tahu Tania diberikan ke panti asuhan dengan sepucuk surat yang ditinggalkan dan berisi penjelasn,” kata Ilham membela Tania.
“Oke, ayo kita temui dia, Ibu akan bertanya langsung kepadanya,” kata ibu Ilham seraya keluar dari dalam mobil dengan tak sabar dan Ilham juga keluar dari sana.
Dada Tania berdebar-debar karena Ibu Ilham menatapnya tajam, ia punya perasaan yang kuat bahwa ibunya tak suka padanya. Terlihat dari sorot matanya yang menilainya dengan memandangnya secara seksama dari atas ke bawah.
Ilham dan ibunya bergerak menuju Tania yang berdiri di samping Leo.
“Mas,” sapa Tania yang membuat hati Ilham berdesir dan Leo menoleh dengan sedikit cemburu karena suara Tania yang terdengar merdu dan lembut saat menyapa Ilham.
“Ini ibuku,” kata Ilham mengenalkan ibunya. Tania mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan ibunya Ilham sebelum tangan itu ditarik secara cepat oleh yang punya tangan. Leo bisa melihat kalau wajah ibunya Ilham tak suka dengan Tania.
“Mari masuk, mas,” ajak Tania pada Ilham dan ibunya.
“Siapa dia?” tanya Leo pada Tania.
“Saya minta maaf atas pesan saya tadi pagi, pak. Pacar saya mau melamar saya, makanya dia datang bersama ibunya,” kata Tania.
“Kamu mempermainkan saya?”
“Sebenarnya tidak, ceritanya panjang, nanti akan saya ceritakan,” kata Leo.
“Gak perlu, saya balik aja,” kata Leo seraya hendak berbalik tapi tidak jadi karena bu Hani memanggilnya. Sedangkan Tania bingung dan hanya bisa menatap bosnya itu dengan tatapan tak enak hati.
“Mau ke mana, nak Leo?” tanya bu Hani menghampirinya, “sarapan dulu baru pergi,” bu Hani menarik tangan Leo. Leo tak bisa berkutik karena pamtang baginya melukai hati seorang ibu.
“Mau balik ke kantor, bu,”
“Ini kan hari libur, sudah lemburnya nanti saja selesai sarapan. Tuh juga ada teman Ilham dan ibunya, kita makan sama-sama aja, ya,” ajak Bu Hani dengan ramah. Tak hanya pada Leo bu Hani nampak ramah, tapi juga pada Ilham dan ibunya yang baru pertama kali itu mereka kenal.
“Kita bisa bicara dulu saja, bu. Lagi pula saya dan anak saya sudah sarapan sebelum ke sini,” ibu Ilham menolak ajakan bu Hani dengan halus dan bu Hani tersenyum mengerti. Ia pun mengajak Ilham dan ibunya duduk di ruang tamu dan meminta Leo untuk ke meja makan guna sarapan lebih dulu. Tapi Leo malah duduk di ruang keluarga dan berpura-pura menemani anak-anak balita bermain di lantai.
“Ada apa, ya, bu?” tanya Bu Hani dengan cemas, ia menoleh ke arah Tania dan mencoba mencari jawaban dari Tania dengan memberi kode isyarat mata, tapi Tania malah mengalihkan pandangannya ke arah yang lainnya.
“Anak saya menyukai Tania, tapi saya ingin tahu asal usul Tania,” ibu Ilham berbicara dengan lugas tanpa basa basi.
“Menyukai Tania?” tanya Bu Hani saat menoleh ke arah Tania dan Ilham penuh tanya. Ia kaget karena setahunya Tania tak punya teman lelaki selain Leo dan beberapa teman SMAnya yang tentu bukan Ilham, dan kini ibu Ilham mengatakan kalau anaknya menyukai Tania. Apakah Tania juga menyukainya?
“Yah, mereka sudah dekat, bu,” kata ibu Ilham, “tapi sebelum saya merestui hubungan anak saya dan anak asuh anda, saya ingin bertanya tentang asal usul Tania,” kata bu Ilham, “yah, biar anak saya gak salah pilih, keluarga saya sangat memperhitungkan bibit bebet dan bobot,” kata ibu Ilham yang langsung membuat Tania mendongak kaget dan menatap ke Ilham dengan tatapan tak percaya sama sekali. belum-belum ia sudah merasa direndahkan.
“Saya yakin Tania dari keluarga baik-baik. Selama ini dia selalu jadi kakak yang sangat baik bagi adik-adiknya,” kata bu Hanu.
“Itu hasil didikan anda, yang saya tanyakan adalah orang tua kandungnya. Apakah Tania ini dibuang karena,-“ Tania lantas berdiri mendengar kalimat tak pantas dari ibunya Ilham termasuk Leo yang juga kaget mendengarnya dan menghampiri ke ruang tamu.
“Dibuang? Saya rasa itu kata yang tidak pantas, bu!” bu Hani mulai kesal.
“Saya ini bicaranya memang seperti ini,” ia menoleh ke arah Tania yang masih menatapnya intens dan cukup tajam, tapi Tania masih berusaha sabar dan ingin mendengarkan lebih jauh, kini Tania tahu darimana Ilham bisa bicara ceplas ceplos tanpa dipikir dulu dan suka merendahkan orang. Bukankah buah jatuh tak jauh dari pohonnya?
Tania bisa melihat Ilham mengusap wajahnya dan berusaha berbisik pada ibunya, tapi ibunya seolah tak peduli dengan permohonan Ilham agar bisa bicara baik-baik kepada Bu Hani dan juga Tania.
“Ilham, ibu ini bicara apa adanya bukan berniat menghina. Hampir setiap hari kan kita mendengar anak yang dibuang oleh ibu kandungnya setelah dilahirkan bahkan tak jarang kita sering mendengar berita anak dibuang di tempat sampah, kan?” tanya ibunya Ilham, d**a Tania terasa sesak apalagi sepertinya Ilham tak bisa mengontrol ibunya untuk bicara sefrontal itu di hadapannya.
“Saya yatim piatu, memang kenapa dengan status saya?” tanya Tania dengan nada suaranya yang kesal, “saya sudah bilang ke anak ibu buat berhenti mengejar-ngejar dan mengemis cinta pada saya. Saya tidak suka lelaki pengecut dan diam saja sepertinya,” kata Tania tegas.
“Apa yang kamu bilang dan katakan tentang anak saya? Belum jadi istrinya saja kamu sudah menghina anak saya!”
“Untung saja saya menolaknya, belum jadi menantu ibu saja saya sudah tekanan batin, bagaimana kalau sudah menjadi istri anak anda? Tidak, hidup itu terlalu berharga jika hanya digunakan untuk pecundang sepertinya!” kata Tania seraya menunjuk ke arah Ilham dengan tegas. Ibu Ilham nampak marah.
“Enak saja kamu ngatain anak saya! Kamu gak ngaca? Lihat dirimu! Kamu gak punya orang tua dan pasti juga gak punya pekerjaan bagus karena pendidikanmu yang pas-pasan,” kata ibu llham menghinanya. Bu Hena juga berdiri, ia tak terima dengan hinaan yang dikeluarkan oleh ibunya Ilham pada Tania, anak asuhnya yang sangat membanggakan. Mendengar itu Leo maju dan berdiri sejajar dengan Tania.
“Buat apa dia punya pekerjaan bagus? Tugas utamanya adalah melayani suaminya setelah menikah dan mendidik anak-anaknya,” kata Leo. Tania menoleh dan menatapnya dengan tak mengerti, “calon istri saya sudah memintamu berhenti mengejarnya. Dia sudah mempersiapkan diri menikah dengan saya,” kata Leo yang membuat tak hanya Tania yang kaget dengan deklarasi dadakan Leo tapi juga Bu Hani dan Ilham yang sama terkejutnya dengan Tania, beda dengan ibunya Ilham yang tersenyum mencemooh Leo.
“Baguslah! Jika begitu anak saya bisa menikah dengan perempuan yang asal usulnya lebih jelas darinya! Dari keluarga terpandang pula!” seru ibunya Ilham seraya menarik tangan Ilham untuk meninggalkan panti asuhan itu tanpa pamit.
Tania menyayangkan sikap ibunya Ilham, begitupun dengan sikap Ilham yang diam saja saat ibunya mulai menghinanya di depannya. Ilham yang diseret ibunya keluar dari panti asuhan itu sembari mengomel menoleh ke belakang dan melihat Leo mendekatkan dirinya ke arah Tania dan menggenggam tangan Tania kemudian. Hal itu sukses membuat Ilham cemburu dan marah. Ia lantas tanpa sadar melepaskan tangannya dari ibunya dengan sedikit kasar.
“Ilham bukan anak kecil lagi, bu!” seru Ilham marah. Ibunya menatap putranya dengan terkejut. Ilham yang marah itu masuk ke dalam mobil disusul kemudian ibunya.
Selepas kepergian mobil Ilham dari pekarangan panti asuhan Tania, Leo melepaskan tangannya dan ia menatap ke arah Tania yang menatapnya datar.
“Kita perlu ngobrol,” kata Leo seraya berbalik dan berjalan ke arah taman belakang di panti asuhan Tania. Saking seringnya Leo ke sana, ia sampai hapal semua tempat di panti asuhan Tania. Sebelum Tania menyusul Leo, bu Hani mendekatinya dan Tania mengangguk ke arahnya, “nanti Tania jelasin ya, bu,” kata Tania yang membuat bu Hani mengangguk dan membiarkannya mengikuti ke mana Leo pergi.
Sampai di taman belakang, Tania melihat Leo yang sedang berdiri di samping kolam ikan Koi yang terawatt dengan baik. Beberapa ikan itu berlarian mendekat ke arah Leo saat Leo memberi mereka makan. Tania nampak malu-malu dan gugup saat berjalan mendekatinya, padahal dari awal mengenal Leo dan jadi sekretarisnyam ia terkenal sangat berani dalam segala situasi dan menatap matanya, tapi kini Tania kehilangan keberanian itu, apakah rasa percaya dirinya mengendur saat ia menerima hinaan dari ibunya Ilham? Sepertinya begitu, Tania selalu minder dengan asal usulnya.
“Apa kamu menyetujui menikah dengan saya karena lelaki itu?” tanya Leo saat Tania berdiri di sampingnya.
“Maaf pak, saya gak bisa berpikir jernih saat mengirim pesan tadi,” kata Tania.
“Dia dijodohkan?” tanya Leo dan Tania mengangguk, “kamu masih mengharapkannya?” tanya Leo lagi dan Tania menggeleng lemah, Leo tahu bahwa Tania meragu dengan jawabannya sendiri.
“Saya baru mengenalnya, kita baru beberapa kali bertemu, tapi rasanya waktu singkat itu memang belum cukup buat kami mengenal satu sama lain,” kata Tania.
“Apa rencanamu?” tanya Leo dan Tania menggeleng.
“Aku gak tahu, maafkan saya ya pak. Bapak jadi ikut-ikutan berpura-pura seperti tadi,” kata Tania. Ketika Leo hendak bicara lagi, ponsel Tania berdering dan itu panggilan masuk dari Ilham. Tania berniat mereject panggilan tersebut tapi ia salah tombol dan malah menerima panggilan tersebut. leo meraih ponselnya dan meloudspeaker panggilan tersebut. Tania hanya diam dan membiarkan suara Leo memanggil-manggil namanya.
“Apa?” tanya Tania akhirnya.
“Tolong tunggu aku, aku yakin bisa meyakinkan ibuku,” kata Ilham.
“Apa kamu tidak mendengar apa yang kukatakan tadi?” tanya Leo yang bergabung dalam obrolan tersebut. Ilham terkekeh mendengarya. Tania merasa heran.
“Kamu bos Tania, aku tahu kamu siapa. Tidak mungkin kamu mau menikahi Tania, kalian berbeda dari segala penjuru dan aspek. Aku tahu ucapanmu tadi hanya untuk memisahkanku dari Tania, kan? Sayangnya aku gak sebodoh itu! Jika ibuku saja menentang hubunganku dengan Tania, bagaimana dengan keluargamu?” tanya Ilham. Tania mendengar semuanya dan Leo bisa melihat kalau wajah Tania merah padam karena hinaan secara tak langsung yang Ilham lontarkan itu padanya, dan kali ini di depan Leo pula, secara frontal.
“Sebegitu rendahnya status sosialku di matamu?” tanya Tania dan Ilham yang berada di seberang sana kaget mendengarnya. Sekali lagi ia menyesali ucapannya yang mudah sekali menyinggung perasaan orang lain.
“Sepertinya kamu tidak membaca dengan baik sejarah keluargaku. Ibuku dahulu hanya seorang anak pemulung. Aku harap bulan depan jadwalmu tidak padat karena bulan depan aku dan Tania akan menikah, kamu harus datang,” kata Leo yang membuat Tania kaget. Terdengar suara Ilham yang marah dan memanggil-manggil Tania, tapi Leo malah mematikan panggilan tersebut dan memblokir nomer Ilham kemudian. Tania benar-benar kaget dengan ucapan Leo barusan, ia mendekat ke arah Leo.
“Apa maksud ucapan bapak?” tanya Tania heran.
“Kita bisa nikah kontrak, marriage with benefits, aku butuh kamu untuk meyakinkan para direksi dan kamu butuh aku untuk memberi pelajaran pada lelaki sombong seperti Ilham,” kata Leo tegas yang membuat Tania masih terkejut hingga ia tak bisa mengatakan apapun lagi di depannya. Mulutnya seolah terkunci begitu saja.