Bel pulang sekolah telah usai, kini dengan semangat yang menggebu Nirmala segera menggeret Nana yang masih sibuk menyalin catatan PR di bangkunya agar cepat mengemasi barangnya dan mereka segera pergi ke rumah sakit. Yah apa lagi tujuannya jika bukan untuk bertemu dr.Rey?
"Na, buruan Na. Udah ih jadi murid itu gak usah terlalu rajin kenapa sih," selalu seperti itu sikap Nirmala yang suka kesal sendiri melihat sahabatnya yang kelewat rajin dan perfeksionis.
Sifat Nana dan Nirmala ini bisa dikategorikan sangat bertolak belakang dengan sifat Nana yang begitu perfeksionis dan penuh perhitungan, sedangkan sifat Nirmala ini; suka seenaknya saja, heboh, pemalas dan hal buruk lainnya. Tapi anehnya mereka bisa berteman dan bersahabat meski sering terjadi cekcok di antara keduanya.
"Na buruuu," kembali Nirmala merengek saat Nana masih saja konsen menulis.
"Iya La ini udah selesai loh, gak sabaran banget sih."
"Lagian lo kerajinan sih jadi anak, yaudah deh entar gue pinjem catatan lo aja, gue gak bisa jadi anak rajin kayak lo soalnya."
"Bukannya gak bisa, lo aja yang males La," Nirmala hanya menanggapinya dengan cengiran lebar sebelum kembali menarik lengan sahabatnya dengan semangat.
"Segitu ngebetnya lo sama dokter itu?" Nana lagi-lagi hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah antusias sahabatnya, benar-benar seperti remaja yang baru dimabuk cinta.
Tapi kalau dipikir-pikir lagi memang ini kali pertama Nana melihat Nirmala jatuh cinta sampai segininya dengan seorang laki-laki, parahnya sekali jatuh cinta gak tanggung-tanggung sama om-om lagi. Memikirkannya hanya membuat Nana bergidik ngeri.
"Iya dong Na, seenggaknya nih ya minimal gue harus jadi istrinya dr.Rey," perkataan Nirmala yang tanpa beban seketika membuat Nana melotot tak percaya.
"Lo masih waras kan La?" Nana langsung menempelkan punggung tangannya ke kening Nirmala yang seketika langsung ditepis Nirmala dengan cemberut.
"Ih gue serius tau, ibarat kata nih ya ada pepatah yang bilang cinta ditolak dukun bertindak. Kalo sampai gue ditolak sama dr.Rey liat aja gue bakal santet dr.Rey biar dia tergila-gila sama gue," jelas Nirmala dengan sorot tanpa dosa dan mata yang berbinar-binar.
"Fix, lo gila," Nana untuk yang kesekian kalinya dibuat terheran dengan tingkah absurd Nirmala yang menurutnya sangat jauh dari kata wajar. Sejak kapan sahabatnya ini menjadi begitu terobsesi dengan seorang pria?
"Gak peduli, gak denger, gue pake headset," Nirmala kembali melanjutkan langkahnya dengan ringan, sama sekali tak menghiraukan perkataan Nana yang berulang kali mengatainya gila, tak waras dan sejenisnya.
Sesampainya di rumah sakit kini Nana segera saja berjalan ke ruang rawat inap sepupunya, sementara Nirmala yang mengikuti di belakangnya kini tengah celingkak-celingkuk mencari keberadaan dr.Rey di sekitar rumah sakit.
"La ayo, lama banget sih jalannya," Nana yang berjalan lebih dulu di depannya kini berhenti dan gantian menarik tangan Nirmala agar mengikutinya ke ruang rawat inap sepupunya.
"Ih bentar Na, lo liat dr.Rey gak?"
"Mulai deh," gerutu Nana saat Nirmala kembali menengok ke kanan dan kiri mencari keberadaan dr.Rey, "udah ih, entar aja nyari dr.Rey."
Kini Nirmala kembali menurut saat Nana menarik lengannya paksa hingga Nirmala harus bersabar untuk mencari keberadaan dr.Rey setelah selesai menjenguk sepupu Nana.
Sebenarnya Nirmala malas sekali kalau harus ikut masuk ke dalam ruang rawat sepupunya Nana, karena dia sama sekali tidak menyukai sepupunya Nana, Nirmala bersedia ikut ke rumah sakit hanya demi bertemu dengan dr.Rey, titik.
"Hei kak Andre," Nana langsung menyapa sepupunya yang masih terbaring di rumah sakit, sementara Nirmala hanya mengekori Nana di belakangnya dengan raut wajah ogah-ogahan.
"Hei Na, eh Nirmala ikut juga, jadi seneng deh," Andre menyapa Nana dan tampak langsung bersemangat ketika melihat Nirmala ikut juga menjenguknya.
Dengan tampang jutek Nirmala akhirnya berjalan mendekat, tak ada ekspresi ramah yang ditunjukkannya meski hal itu tak berpengaruh pada sikap Andre yang tampak begitu senang melihat kehadiran Nirmala.
"Na gue mau ke toilet," tanpa menunggu jawaban Nana, segera saja Nirmala cepat-cepat keluar dari ruang rawat Andre yang dimana saat di dalam ruang rawat tersebut Nirmala merasa snagat tidak nyaman bahkan risih dengan tatapan Andre padanya.
'Menjijikkan.'
Nana yang sudah paham di luar kepala tabiat buruk Nirmala hanya menghela napas pasrah, ia tidak bisa memaksa Nirmala untuk tetap tinggal disini selama beberapa saat, karena ia tau bahwa tujuan utama Nirmala ikut ke rumah sakit hanya untuk bertemu dr.Rey, om-om yang berhasil membuat Nirmala jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Sudah satu jam berlalu sejak Nirmala berkeliling rumah sakit Cahaya Mulia dan ia sampai saat ini belum juga menemukan keberadaan dr.Rey, ingin rasanya ia marah karena usahanya seolah sia-sia. Menggerutu pelan, Nirmala kini terduduk di bangku koridor tak jauh dari kantin.
Ia kesal, ia ingin bertemu dengan dr.Rey, tapi bagaimana caranya kalau ia saja tidak tau dimana keberadaan dr.Rey. Dengan perasaan hati yang nelangsa, Nirmala pergi ke kantin untuk membeli minuman karena rasa haus akan kasih sayang dr.Rey yang dirasakannya kini hingga membuat tenggorokannya serasa kering.
Saat berada di kantin, Nirmala mengedarkan pandangannya dan seketika ia mengembangkan senyumnya ketika ia berhasil menemukan tujuan hidupnya tengah duduk di sudut kantin dengan secangkir kopi yang disesapnya. Namun senyuman itu tak bertahan lama ketika Nirmala mendapati bahwa ada sosok lain yang duduk di seberang dr.Rey dan mereka tampak mengobrol ramah. Nirmala bisa melihat ekspresi dr.Rey yang tampak begitu nyaman mengobrol dengan wanita yang diperkirakan Nirmala adalah salah seorang dokter magang disini, atau apalah itu Nirmala tidak peduli.
Kesal, satu kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan Nirmala saat ini. Ia tidak menyukai fakta ini, ia benci melihat dr.Rey terlihat nyaman mengobrol dengan wanita lain selain dirinya.
Memang apa bagusnya sih wanita itu jika dibandingkan dengan dirinya, okelah dari segi postur Nirmala memang mengakui kalau dokter tersebut cantik dan perawakannya terlihat lemah lembut. Tapi ayolah Nirmala juga tak kalah cantik dari wanita itu, hanya saja ia membutuhkan waktu sedikit lagi untuk menyempurnakan penampilannya sebagai seorang wanita dewasa. Siapa sih yang mau menolak adanya daun muda yang baru mekar-mekarnya layaknya Nirmala.
Dengan perasaan kesal yang begitu kentara, kini Nirmala berjaan ke arah dr.Rey dengan ekspresi keruh. Setibanya di meja dr.Rey Nirmala tak segan menatap tajam pada wanita yang duduk di seberang dr.Rey. Sementara Rey yang menyadari hawa keberadaan Nirmala sontak merasa kaget dengan tatapan intimidasi yang dikeluarkan gadis itu pada mahasiswa koas yang dibimbingnya.
"Kenapa kamu disini?"
"Aku gak suka dr.Rey akrab sama dia," dengan tidak sopannya Nirmala menunjuk langsung tepat di depan wajah wanita itu.
"Jaga sikap kamu," Reymon memperingati sikap Nirmala yang menurutnya sangat tidak sopan pada seseorang yang bahkan tidak dikenalnya sama sekali.
"Tidak apa dok, kalau begitu saya permisi."
"Iya, maaf sebelumnya kalau ada hal yang membuat kamu merasa tidak nyaman," ucap dr.Rey tidak enak sendiri melihat Meisya yang hanya menyunggingkan senyum maklum setelah menyerahkan berkas pengunduran dirinya sebagai mahasiswa koas di rumah sakit ini.
Wanita itu -Meisya- hanya tersenyum maklum pada Nirmala yang masih menatapnya dengan tatapan tak bersahabat darinya.
"Mau apa lagi kamu kesini?" dengan nada dingin dr.Rey menanyakan kepentingan Nirmala yang lagi-lagi menguntitnya seperti hari-hari sebelumnya, tapi kini ia lebih berani lagi menampakkan dirinya secara langsung bahkan memprotes apa yang dilakukannya.
Mendengar nada dingin dr.Rey sontak membuat Nirmala merasa tertohok barang sejenak, tapi kemudian ia kembali bersikap biasa dan menetralisir rasa sakit di hatinya saat orang yang disukainya besikap begitu dingin padanya.
"Maaf," setelah terdiam beberapa saat kini Nirmala akhirnya berani mengucapkan satu kata yang sangat jarang diucapkannya bahkan saat ia memang melakukan kesalahan sekali pun.
Ketahuilah bahwa ada tiga kata yang sangat sulit terucap dari bibir manusia yaitu; kata maaf, terima kasih dan tolong. Karena pada dasarnya memang ego atau gengsi tiap-tiap orang berbeda-beda, kebanyakan dari mereka memiliki sisi ego yang begitu tinggi hingga enggan mengucapkan tiga kata tersebut.
"Sudahlah lupakan," dr.Rey beranjak dari kursi kantin meninggalkan Nirmala yang masih menunduk memainkan jari-jemarinya, sebelum kemudia dia ikut bangkit dari duduknya mengikuti kemana arah dr.Rey pergi.
Ketahuilah, terkadang cinta memang sebebal itu. Tak memandang adanya rasa sakit, karena setidaknya kita hanya perlu berjuang.
To be Continued...