Ingat-ingat, Nay, dedek tinggal sama ibu. Tidak mungkin tau-tau ada di sini," kata Mas Pram. Ia baru saja mengantar Ibu ke Punggur. Aku mengangguk kecil, lalu kembali membaca buku. Rindai baru saja mengingatkan bahwa besok kami harus mempresentasikan makalah Fiqih Mas Pram mengenyakkan diri di sampingku. Tangannya terentang dab tubuhnya yang menyandar di sofa. "Buatkan aku teh, Nay." Ia menatapku, wajahnya tampak lelah. Ya jelas ia lelah. Pulang kerja, langsung mengantar Ibu. "Apa, Mas? Aku?" Kutuding dadaku, menatapnya dengan mata sedikit menyipit. Aku membuatkan teh untuknya? Malas amat. Memangnya aku babunya, apa? Biasanya juga yang selalu membuatkannya teh kan Ibu. Kalau aku ya sudi amat. Melihat Mas Pram mengangguk, aku menyentak napas kesal. "Aku gak pintar buat teh Mas. Nanti k