7. Seharusnya Kau Berhenti Bekerja

1099 Kata
Robin baru saja memarkirkan mobil milik di sebuah gedung perusahaan. Sesaat ia melirik gedung itu sampai ke tingkat paling atas. “Apa kita sudah sampai?” tanya Emily. “Iya Non. Kita sudah sampai,” jawab Robin kemudian bergegas untuk membukakan pintu Emily. “Hari ada beberapa pemotretan. Kau harus ikut denganku ke dalam sebagai bodyguard,” seru Emily pada Robin. “Apa wajib?” “Menurutmu, apa ayahku membayarmu mahal hanya menungguku di mobil?” Emily bertanya dengan tegas membuat Robin berdecak kesal. Selain tingkah Emily menyebalkan, mulut wanita itu benar-benar pedas. “Aku tidak percaya jika dia bekerja di tempat ini,” ucap Robin membatin. Dia tidak tahu, jika wanita buta masih bisa melakukan pemotretan. Robin membantu Emily untuk turun dari mobil, bersamaan itu pula seorang wanita datang mengampiri mereka. “Nona. Kami sudah menunggumu,” seru wanita itu sambil menatap ke arah Robin, dia terlihat sangat menyukai Robin. “Hera, ini Robin, bodyguardku. Robin, ini Hera dia adalah sektertarisku di perusahaan,” jelas Emily memperkenalkan keduanya. “Pemotretan hari ini tidak terlalu lama kok. Kau harus mendengar intruksi dari Photografer jika ingin selesai.” “Shit.” Emily mengumpat. Ia melangkah masuk ke dalam, dituntun oleh Hera. “Kau yakin dia bodyguardmu?” tanya Hera berbisik di telinga Emily. “Ya. Dibayar Ayah.” Hera melirik Robin sesaat kemudian kembali bertanya. “Dia punya pacar?” “Kenapa kau tanya padaku? Tanyakan saja padanya. Mungkin dia punya banyak wanita,” ucap Emily sedikit kesal karena Hera bertanya mengenai sesuatu yang tidak dia ketahui. Robin hanya menghela napas pelan, dia bisa mendengar pembicaraan dua orang wanita yang tengah bersamanya itu. “Jadi dia akan bersama dengan kita sepanjang waktu?” “Ya. Kenapa kau malah bertanya terus sih, Her!” Elektra setengah membentak membuat Hera mengatup mulutnya dengan kasar. Setelah masuk ke dalam lift, keadaan hening hingga lift berdenting pertanyaan jika tujuan mereka telah sampai. Semua orang melihat Emily yang baru saja datang berbisik-bisik. Jelas mereka membahas mengenai. Emily sendiri sudah bosan mengenai gossip mengenai dirinya. “Aku tidak percaya dia datang untuk pemotretan.” “Menyebalkan sekali. Dia pasti akan membuat kita dalam masalah,” gerutu seseorang. Robin yang keluar terakhir dari lift menyita perhatian, mengalihkan pembicaraan orang-orang mengenai Emily. “Siapa pria itu?” Kini pertanyaan berubah. Robin yang melihat tatapan orang-orang padanya, mengerutkan kening. Emily tetap melenggang masuk, menuju tempat pemotretan, seakan tidak memperdulikan pandangan orang-orang terhadapnya. Sepanjang perjalanan menuju tempat dituju Robin melihat para karyawan kantor terlihat begitu panik. Semua orang seketika menghilangkan sesuatu barang-barang yang menurut mereka menghalangi jalan. Membuat Robin mengerutkan keningnya. “D-dia? Dia datang? Bukannya—“ risau seseorang sambil tergagap. “Ya, dia datang,” jawab seseorang. “s**t, ini menyebalkan. Kita pasti akan mendengar dia terus berteriak dan mengeluh,” keluh salah seorang yang tidak menyukai kedatangan orang yang mereka maksud itu. Beberapa diantara tengah bengong, melihat apa yang dilakukan oleh teman kerjanya. “Hei, jangan bengong seperti itu, kerjakan pekerjaan kalian. Cepat!” seru pria tadi yang memberitahu kedatangan seseorang. Melihat sejenak apa yang tengah terjadi pada para kru yang berada di sana, membuat Robin, hanya mengangkat keningnya, seakan para kerja saat itu begitu ketakutan dengan siapa yang akan datang. “Sepertinya mereka tahu denganmu atau kau benar-benar tidak disukai,” komentar Robin membuat Hera menatap kesal ke arah Robin. “Apa? Aku mengatakan yang sebenarnya, kok,” seru Robin mencoba membela diri setelah ditatap Hera. Emily tidak membantah hal itu. Seakan membenarkan jika semua orang yang tengah berada di lantai yang sama dengannya tidak menyukainya. Walaupun tidak bisa melihat, Emily tampak begitu anggun dengan dress hitam, sepatu high heels yang senada dengan pakaiannya. Lipstik berwarna merah terlihat begitu terang terlukis di bibir tipis miliknya. Paras cantik, dengan polesan sedikit make up, lentikan bulu mata yang begitu cantik menambah keindahan mata yang dimiliki oleh gadis itu. Begitu pula dengan Hera tengah menggunakan pakaian yang begitu rapi, modis, tidak lupa dengan kacamata. Pakaian semi jas yang digunakannya, sangat berpadu saat itu. “Ada apa dengan mereka, kenapa tatapan mereka begitu aneh,” seru Robin membatin. Beberapa diantara mereka bahkan berbisik-bisik. “Selamat datang Nona Emily,” seru semua orang untuknya. Emily tidak menjawab, dia melangkah dituntun oleh Hera ke tempat duduknya. “Sepertinya, seminggu adalah waktu yang bagus untuk mereka bergosip, benarkan, Her?” tanya Emily sambil melepaskan mantel yang dipakai olehnya. Semua yang mendengar hal itu saling berpandangan satu sama lain. “Hari ini kita akan melakukan pemotretan pakaian. Butuh 20 pose dengan beberapa pakaian,” ucap Hera berusaha mengalihkan permasalahan yang dibahas oleh Emily. “Kemudian akan ada pertemuan dengan owner brand.” “Hanya itu?” “I-itu—“ “Katakan saja. Kenapa kau—“ “Hari ini aku mendengar jika para pemegang saham akan melakukan rapat diam-diam tanpamu.” “Tanpaku?” “Ya. mereka ingin membahas menganai Anda turun dari posisi, CEO.” “Sialan. Memangnya siapa mereka memintaku untuk turun jabatan. Jika bukan karena aku, mungkin perusahaan mengalami kebangkrutan,” bentak Emily. Robin yang berada di ruangan itu terkejut mendengar umpatan Emily. Saat berada di ruang rapat, Robin hanya bisa memperhatikan Emily yang melawan perdebatan para pemegang saham yang menginginkan turun dari posisi sebagai CEO, jelas mereka memintanya turun posisi mengingat Emily mengalami kebutaan, tetapi hal itu tidak bisa terjadi. Emily mampu membuat semua orang terdiam. “Seharusnya itu bagus. Kau berhenti bekerja dan di rumah saja.” Galen tidak sengaja berkomentar. “Shut up. Aku tidak ingin mendengar apapun dari mulutmu,” bentak Emily sambil menyilangkan tangannya. “Saranmu tidak kubutuhkan. Kau tidak tahu apa-apa,” tambahnya. Galen hanya menahan diri untuk tidak membalas perkataan Emily. Dia benar-benar ingin mengundurkan diri saat itu juga. Namun, saat ini keselamatannya tidak baik-baik saja. Bekerja dengan Harison, ayah Emily adalah cara terbaik bersembunyi saat ini. Untuk menghilangkan rasa kesal, ia memilih pergi dan merokok. Jika terus berada di dekat Emily, ia takut akan mengeluarkan kata-kata kasar pada wanita itu. “Wanita memang menyebalkan,” umpatnya sambil menyesap rokoknya. “Akan kubunuh pria itu menjebakku dalam masalah,” tambahnya. Mengingat pekerjaan terakhirnya membuat dirinya dalam masalah. Dia berjanji akan menemukan pria itu dan membuat perhitungan. Belum juga Robin menikmati setengah rokok, terdengar pekikan diikuti beberapa orang yang berlari ke arah tempat pemotretan. “Hei, what’s wrong?” tanya Robin berusaha untuk menghentikan salah satu orang yang tengah tergesa-gesa. “Ada penyanderaan di dalam.” Robin menganggukan kepala, dia tetap melanjutkan kegiatannya. Hingga beberapa orang kembali berlari kea rah ruang pemotretan. “Kau yakin yang di sandera, Emily si model buta itu? Mendengar nama Emily disebut membuat Robin segera bergegas ke ruang pemotretan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN