6. Wanita Angkuh

1225 Kata
“Ada satu syarat yang tidak boleh kau langgar.” Suara Harrison terngiang di kepala Robin. “Menyukai putriku,” ucap Harrison menegaskan. Mengingat itu membuat Robin mengumpat. “Sialan. Dia pikir, aku akan menyukai putrinya! Siapa yang akan suka dengan wanita temperamen seperti dia,” gerutu Robin. Melihat sikap Emily saja, membuat Robin menjadi kesal, apalagi mau jatuh cinta. Robin tidak sudi untuk jatuh cinta dengan wanita seperti itu, tipe wanita idamannya sangat bertolak belakang dengan kepribadian Emily. “Huh. Daripada memikirkan wanita itu, lebih baik tidur. Besok harus datang lebih awal ke tempatnya,” seru Robin kemudian memejamkan mata. Keesokan hari, Robin telah sampai di rumah kediaman Emily, terlihat kedua dua pria baru saja keluar, kemudian disusul oleh seorang maid yang tengah memberikan ponsel pada salah satu pria itu. “Tuan Muda, ponsel anda tertinggal,” seru maid itu. Tuan Muda? Robin mengerutkan kening, dia bertanya-tanya identitas pria yang baru saja keluar itu, bersamaan dengan itu, pria yang membuat Robin penasaran melihat ke arahnya. “Oh, kau pria yang akan menjadi bodyguard adikku hari ini?” tanya Miles membuat Robin tersentak kaget dari lamunannya. “Ah, iya,” jawab Robin sekadarnya. “Bodyguard? Untuk Emily?” tanya pria yang satu. “Ya.” “Kenapa aku tidak tahu jika Emily memiliki bodyguard, kapan? Kalian tidak–” Nada bicara pria itu terdengar kesal mengetahui jika Emily memiliki bodyguard. “Bukankah kita sudah membicarakannya, tiga hari yang lalu. Kau mengiyakan apa yang aku dan ayah katakan, Mike,” seru Miles membuat pria yang dipanggil Mike itu menghela napas kasar. Dia sedikit kesal dengan keputusan itu. “Aku tidak percaya dengan pria itu, bagaimana jika dia mencelakai Emily? Apa kalian sudah mencari tahu tentang identitasnya?” tanya Mike menatap Robin penuh dengan ketidaksukaan. Perkataan Mike membuat Robin ingin membantah, dia seakan diremehkan tidak bisa mengemban tugas yang diberikan padanya. Ingin membalas perkataan Mike tetapi Robin memilih diam. Miles menepuk bahu Mike dengan santai. “Tidak perlu khawatir, Ayah sudah mengecek identitasnya. Tidak mungkin merekrut seorang bodyguard untuk Emily yang asal-asalan,” ucap Miles. Apa yang dikatakan Miles membuat Robin merasa terwakilkan. “Huh. Aku hanya tidak percaya saja,” ucap Mike kemudian masuk ke dalam mobilnya. Robin memasang, wajah kesal karena pria itu masih juga tidak percaya dengan dirinya. “Namamu, Robin, ‘kan? Mohon bantuannya, ya. Aku tidak ingin adikku mengalami hal yang mengerikan lagi,” ucap Miles. Robin hanya bisa menganggukan kepala mendengar permintaan pria itu, dia merasa jika Miles adalah pria yang sangat baik. Saat Mike dan Miles telah pergi, barulah Robin bisa masuk ke dalam rumah. Namun, dia harus mendengar suara teriakan dari lantai atas membuatnya lari dan melihat suara teriakan itu. Ternyata Emily tengah kesal. “Siapa yang menaruh bangku di sini? Siapa?” teriak Emily membuat Robin yang baru saja datang terkejut. Teriakan Emily begitu menggema di kamar. Semua yang berada di sana begitu takut dengan Emily yang marah, temperamen saat dia marah begitu mengerikan membuat siapa saja yang membuat kesalahan membuatnya kesal. Bahkan, setiap bulan akan ada yanga dipecat. Lebih tepatnya, setiap minggu pun ada yang dipecat. Robin hanya dia menyaksikan wanita yang tengah marah itu. Pakaian tidur masih melekat di tubuhnya. “M-maaf, N-nona,” ucap seorang maid meminta maaf pada Emily. “Huh. Maaf, kau baru saja meminta maaf? Bukankah aku sudah katakan tidak ada bangku di kamarku? Kenapa bisa ada?” “M-maaf, Non. Saya salah, tadi memperbaiki—” “Alasan,” bentak Emily. “Usir dia dari sini, aku tidak mau dia kerja lagi di sini,” perintah Emily. Wanita yang membuat kesalahan memohon agar dimaafkan. “N-non, tolong maafkan saya. Saya tidak akan membuat kesalahan lagi, t-tolong.” Apa yang dikatakan oleh Emily adalah perintah, dia tidak akan menarik perkataannya. “Bawa dia keluar dari kamarku,” titah Emily sambil meraba bed miliknya. “Dan kalian semua juga keluar dari kamarku,” ucap Emily menegaskan. Hanya Robin yang tidak beranjak dari tempat itu, dia memperhatikan Emily. Dia bisa melihat raut wajah kesedihan, mungkin karena harus menerima kenyataan jika dia buta dan tergantung pada orang lain melakukan segala hal. Niat hati ingin diam, tetapi Robin tanpa sengaja flu membuat Emily beranjak dari tempat tidurnya. “Siapa di sana?” tanya Emily. “Pelayan. Ada orang—” “Ini aku,” seru Robin. “K-kau pria yang diminat ayah dan kakakku menjadi bodyguard?” Emily bertanya mencoba untuk meyakinkan jika pria itu yang ditemuinya kemarin. “Binggo!” “Kenapa kau menerima tawaran ayahku?” Emily bertanya dengan ketus, dia sangat tidak suka dengan keputusan ayahnya, apalagi harus bersama ddengan seorang pria kemanapun. “Karena bayarannya mahal,” jawab Robin dengan santai. Bayaran yang ditawarkan ayah Emily memang cukup besar, siapa yang tidak akan menerima bayaran mahal itu. “Tsk. Aku sudah tahu itu, pasti kalian hanya menginginkan uang dari menjadi pengawalku.” Emily menghina Robin yang mengatakan jika bayaran diterimanya cukup besar. Sudah banyak orang dikenal olehnya, dekat dan menginginkan uang yang dimiliki olehnya. “Hei, siapa yang tidak akan tertarik dengan bayaran, hanya orang bodoh yang bekerja tanpa digaji,” seru Robin dengan kesal karena menganggap jika dirinya pria mata duit. “Jangan menganggap semua orang itu sama, ya,” tambahnya. Keduanya memperlihatkan ketidaksukaan satu sama lain, apalagi Emily yang tidak suka kehadiran Robin di sana. Robin yang tidak suka dengan sikap Emily yang begitu temperamen. “Keluar dari sini, aku ingin mengganti bajuku,” titah Emily dengan nada ketus. Robin terpikirkan sesuatu kemudian tersenyum. “Kenapa menyuruhku keluar, kau bisa mengganti pakaian tanpa menyuruhku keluar,” ucap Robin. Emily yang mendengar hal itu menjadi kesal, dia tidak menyangka bodyguard yang dipilih ayahnya begitu m***m. Emily mencari sesuatu yang bisa dipakai untuk melempar, dan dia menemukan sebuah vas bunga. Bugh! Tanpa Emily sadari vass bunga yang dilemparkannya tepat mengenai kepala Robin. “Aw. Ada apa sebenarnya denganmu, huh? Kenapa malah melemparkan–” Robin memegang kepalanya yang baru saja dilemparkan vas bunga oleh Emily. Dia tidak percaya, wanita itu begitu tepat melempar dan mengenainya. Dia benar-benar tidak percaya. “Harusnya aku yang bertanya padamu. Apa maksudmu kau masih ingin di kamarku, huh? Aku harus melaporkanmu pada ayahku, agar kau dipecat.” “s**t. Aku hanya bercanda, kau pikir aku akan tertarik padamu, huh? Tidak. Kau bahkan bukan tipeku,” ucap Robin menggerutu kemudian keluar dengan membanting pintu. Di luar kamar Emily, Robin mengumpat karena rasa sakit di dahinya. Sepanjang menuju dapur, Robin masih saja menggerutu, bahkan saat beberapa maid bertanya hanya ditatap dengan ketidaksukaan. “Sialan wanita itu. bagaimana bisa dia melempar dan tepat mengenaiku,” umpat Robin sambil mengambil es di dalam kulkas. “Jati diriku sebagai pembunuh bayaran terhina,” tambahnya. “Pembunuh bayaran?” Sebuah suara mengejutkan Robin. Dia tidak menyadari jika ada seseorang di dapur. “Ahahha … Pembunuh Bayaran menembak harimau,” ucap Robin sambil terkekeh. Bisa-bisanya dia mengatakan hal lucu seperti itu di saat seperti itu, lebih bodohnya lagi, dia mengatakan sesuatu yang tidak penting di saat seperti itu. Bagaimana bisa dia menjadi penembak harimau. “Hahahah … Penembak harimau.” Wanita itu ikut tertawa mendengar penjelasan dari Robin. “Iya. Benar, menembak harimau, kau tahu kan, tidak ada yang berani melakukan hal itu. Apalagi harimaunya sangat kelaparan,” tambah Robin, dia semakin ngelantur mengatakan hal-hal bodoh. “Saya permisi kembali ke atas menemui Nona Em,” ucap Robin sambil berlalu dari hadapan wanita itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN