"Apa yang kamu lakukan disini!?"
Wanita berambut cokelat bergelombang itu memutar bola matanya melihat ekspresi terkejut Bara, "tentu saja ingin bertemu denganmu. Ck, kamu keterlaluan sekali padaku, kenapa kamu selalu decline panggilan aku hah!?"
"Karena itu mengganggu."
"Dan kamu membiarkanku kebingungan sendiri mencari keberadaanmu? Apa tidak ada sedikitpun rasa bersalah?"
"Apa aku memintamu melakukannya?"
Syena hanya bisa geleng kepala tak menyangka mendapati sikap cuek Bara kepadanya setelah ia berputar kian kemari mencari batang hidung pria ini, "harusnya aku tidak berharap respon lebih darimu, bahkan sebuah senyuman saja tidak aku dapatkan."
Bara tak memberi respon apapun, ia hanya memalingkan pandangan dari wanita yang memakai dress casual bernuansa cokelat tua itu.
"Jadi jam berapa pesawatmu?" tampaknya Syena tak mempermasalahkan respon tak positif Bara, buktinya kini ia bertanya dengan ekspresi seolah tak ada masalah apapun antara dirinya dan Bara.
"Sebentar lagi, pulanglah." jawab Bara seolah mengusir Syena.
"Tampaknya kamu benar-benar tak ingin aku ada disini."
"Syukurlah kamu menyadarinya."
"Ayo temani aku makan, bahkan aku belum makan apapun karena mengejarmu kesini." Syena tiba-tiba berdiri dihadapan Bara.
Bara mendongak bingung dengan tingkah Syena, "aku sudah bilang kalau aku akan pergi bukan?"
"Jangan banyak bicara, aku tahu kalau pesawatmu delay. Ayo cepat!" tanpa ragu Syena kini mengambil satu tangan Bara dan menariknya sekuat tenaga agar segera ikut berdiri.
"Aku tidak mau, pergilah sendiri!" Bara berusaha tetap duduk dan ingin melepaskan tangannya yang kini ditarik dengan kedua tangan Syena sekuat tenaga.
"Aku akan pergi bersamamu, bahkan jika hanya akan membawa sebelah tanganmu saja!" Syena bersikeras dan semakin berusaha menarik Bara sekuat yang ia bisa.
Bara sudah kehilangan akal menghadapi gadis yang bahkan baru beberapa kali ia temui setelah sekian lama, dan kini beberapa orang disekitar mereka sudah memperhatikan tingkah mereka berdua.
Bara mendecak karena lagi-lagi ia harus mengalah karena ulah Syena, "baiklah-baiklah, berhenti menarik tanganku dan lepaskan."
"Kalau begitu cepat berdiri!" Syena berhenti menarik namun tetap menahan tangan Bara.
Bara pun akhirnya berdiri pasrah yang membuat Syena tersenyum senang, "nah gitu dong, yuk yuuukkk!!"
*
Bara duduk lesu sambil melipat kedua tangannya di d**a sembari melihat ke arah lain dibanding melihat Syena yang duduk tepat berada di hadapannya.
"Rasanya tak begitu enak," gumam Syena yang tengah berusaha menghabiskan pesanan makanan miliknya.
Bara melihat Syena sekilas, "tahu begitu tak usah dimakan."
"Aku tidak akan memakannya jika aku tak sedang sangat lapar. Bangun tidur aku langsung teringat kalau kamu akan pergi dan langsung bergegas kesini, tapi saat sampai disini bahkan aku tak diperdulikan sedikitpun, malah mau diusir, sangat menyedihkan."
"Aku sudah katakan kalau tak ada satupun orang yang menyuruhmu melakukannya bukan? Bahkan darimana kamu tahu aku akan pergi hari ini? Lalu bagaimana kamu mendapatkan nomor telponku?" Bara bertanya dengan sangat penasaran. Sebenarnya kini ada banyak pertanyaan di dalam kepala Bara mengenai wanita aneh binti menyebalkan ini.
"Aku tak perlu mengatakannya."
"Ish, kamu ini benar-benar!"
Syena memutuskan menyelesaikan makannya dan meminum minuman miliknya, "tadi kamu kesini sama siapa? Sendirian?" Syena mengubah topik pembicaraan.
"Aku tak perlu mengatakannya." balas Bara persis seperti gaya Syena sebelumnya.
Syena menarik sudut bibirnya malas, "apakah ini benar-benar seorang Adibara yang orang-orang katakan? Dari awal aku tak melihat sikap baik dan hangatnya seperti yang semua orang katakan."
"Dari awal!?? Kamu sendiri yang menolak sikap baikku. Aku pikir aku tak perlu bersikap baik dan hangat kepadamu Nona Syena yang keras kepala." Bara menekankan kalimatnya terutama pada kata-kata terakhir.
"Apa!?"
"Aku sudah katakan kalau aku tidak ingin ada urusan lagi denganmu karena tak ingin terlibat keributan bukan?"
"Apa sekarang kamu masih mempersalahkan tentang keributan saat di awal masa kuliah itu?" Syena tak habis pikir kenapa Bara terus bersikap tak suka padanya.
"Hal itu cukup membuatku paham kalau aku tak perlu ada urusan apapun denganmu." dengan tegas Bara memberi tahu kalau ia memang tak ingin berurusan apapun dengan Syena.
"Kamu tahu alasanku saat itu bertengkar dengan bule kurang ajar itu kan? Dia rasis!! Wajar dong aku marah dan membela kebenaran!? Rasisme itu adalah kejahatan yang mengerikan Tuan Adibara!" Syena membela diri mengenai permasalahan apa yang mungkin menjadi awal mula alasan Bara tak menyukainya.
Bara menghela napas panjang, "ya tentu saja aku tahu. Tapi aku rasa kamu tahu apa alasan yang membuatku tak ingin berurusan denganmu."
"Tidak! Tidak ada alasan kamu harus tak peduli padaku."
Bara hanya geleng kepala, "aku tidak akan bicara apapun karena tampaknya tidak berguna pada nona keras kepala."
Syena mendecak kesal sambil kini ikut bersandar dikursi melipat tangannya di depan d**a meniru pose Bara, "kamu harus mulai menyesuaikan diri wahai tuan pembela kebenaran."
"Sama sekali tidak ada niatan untuk menyesuaikan diri, nona." balas Bara menggeleng santai.
Syena tak bisa menahan senyumnya yang entah karena apa saat melihat Bara, "calon suami mau tak mau harus melakukannya bukan?"
Bara menutup matanya sekilas coba mencari ketenangan, menghadapi Syena ternyata cukup melelahkan, "berhenti menggunakan istilah calon suami dan calon isteri."
"Kenapa? Aku tidak membual, ini adalah fakta. Kita dalam tahap perjodohan."
"Tidak ada yang namanya perjodohan di antara kita. Berhentilah bermain-main dan menghabiskan waktu."
Syena menarik napas dalam memperhatikan Bara, "kamu yang harusnya berhenti menghabiskan waktu."
"Apa maksudmu?"
"Alina, kamu tadi kesini dengannya?"
Bara terdiam sejenak atas apa yang Syena katakan, ia menatap wanita itu tajam.
Syena tertawa pelan, "menghabiskan waktu untuk wanita yang bahkan tak peduli denganmu?"
"Dari mana kamu tahu tentang Alina? Kenapa kamu tahu terlalu banyak hal? Sebenarnya apa yang kamu inginkan?" emosi Bara langsung tersulut, ia benar-benar tak habis pikir dengan kehadiaran Syena yang sangat tiba-tiba dan tahu terlalu banyak hal tentang dirinya.
"Kenapa? Kamu tidak senang? Ini tandanya aku sangat tertarik padamu, sehingga aku mencari tahu segala hal tentang kamu. Harusnya kamu bersyukur."
"Kenapa aku harus bersyukur? Aku malah merasa risih dan terganggu."
Syena menghela napas panjang sambil merapikan rambut dan memperbaiki posisi duduknya, kini ia menopangkan dagu menatap lurus pria dihadapannya, "walaupun kita baru bertemu beberapa kali, aku yakin kalau aku lebih mengetahui dirimu ketimbang Alina."
"Jangan membandingkan dirimu dengan Alina." Bara tampaknya tak senang dengan ucapan Syena.
"Bahkan dia pasti tidak tahu kalau pesawat yang akan kamu tumpangi delay walaupun kalian datang berdua kesini." Syena bicara dengan sangat percaya diri.
Bara diam-diam hampir tersedak ludahnya sendiri namun dengan cepat berlagak normal, "jangan sok tahu, dia tahu penerbanganku diundur."
"Oh ya? Dan dia tega sekali pulang dan meninggalkanmu sendirian disini??"
"Dia memiliki kesibukan," Bara segera mencari alasan agar tak terus kalah berhadapan dengan Syena, "kamu sendiri apa tak memiliki kesibukan? Kenapa malah menggangguku hah!?"
"Aku bisa alihkan semua kesibukanku hanya untuk menemanimu," Syena tersenyum sambil menaikkan salah satu alisnya menatap Bara yang berhasil membuat pria itu merinding.
"Sepertinya kamu memang tak memiliki kesibukan apapun sampai harus menggangguku seperti ini."
"Kapan kamu akan pulang??" Syena membahas hal lain.
"Kamu tidak perlu tahu." jawab Bara singkat padat dan jelas.
Wanita itu geleng kepala menatap Bara malas, "kamu terlalu berusaha keras bersikap dingin kepadaku."
Tidak ada jawaban yang keluar dari Bara, pria berambut hitam pekat itu kini hanya fokus dengan ponsel di tangannya seolah tak mendengar Syena sama sekali.
"Jika kamu tak memberi tahuku, aku tetap akan tahu segalanya dari Om Prima." Syena bicara santai sambil bersandar pada bahu kursi.
Bara mengalihkan pandangannya dari layar ponsel pada Syena yang kini juga mengeluarkan ponsel dan asik sendiri dengan ponselnya itu, "berhenti terus mencoba mendekati orang tuaku!"
"Om Prima sepertinya terlanjur tertarik padaku, bahkan dengan senang hati dia akan bicara apapun tentang dirimu padaku tanpa perlu diminta." Syena menjawab cuek tanpa melepaskan pandangannya dari layar ponsel sama sekali.
Tentu saja Bara sudah luar biasa kesal melihat tingkah wanita dihadapannya itu, "sekarang katakan apa yang sebenarnya kamu inginkan! Aku yakin niatmu tidak murni untuk perjodohan ini."
Syena tersenyum sembari kini menyimpan ponselnya ke dalam tas lalu menatap Bara yang tampak sedang tak santai, "kamu ingin tahu apa yang sebenarnya aku inginkan?"
"Cepat katakan!"
"Kita akan bicarakan saat kamu pulang nanti."
"Katakan sekarang!"
Syena dibuat semakin ingin terbahak melihat Bara yang berhasil ia buat kesal, "apa yang ingin kamu makan saat pulang nanti? Katakan saja, aku akan siapkan, sekaligus kita akan bicarakan segalanya."
"Aku tidak ingin bertele-tele Syena."
"Kalau tidak ingin bertele-tele, kamu ikuti saja apa yang aku katakan. Setuju??"
Bara menarik napas dalam coba menenangkan diri, tampaknya meladeni Syena dengan emosi bukanlah jalan terbaik, "baiklah."
"Jadi kapan kamu pulang?"
"Sekitar satu minggu lagi, akan aku kabari lagi nanti."
"Wuaaaah, Bara berjanji akan mengabariku, ini adalah hal yang luar biasa!! Aku sangat tidak sabaaarrrr!" Syena tak bisa menahan senyum lebarnya mendengar ucapan Bara.
Dan tanpa sadar Bara juga ikut tersenyum melihat tingkah wanita dihadapannya itu.