Episode 4

1425 Kata
"Aku mau kita putus!" Ayla membekap mulutnya, dia sangat shock mendengar pernyataan dari kekasihnya itu. Tidak. Kenapa Alan tiba-tiba memutuskannya? "Kenapa Al? Kenapa kamu minta putus? Apa karena aku udah nikah sama Erga?" "Ya. Karena kamu udah nikah. Aku nggak mau pacaran sama orang yang udah punya suami." Alan pergi meninggalkan Ayla, namun Ayla lebih dulu menarik lengan Alan. Dia masih tidak percaya jika Alan akan mengatakan itu. Ia pikir, Alan bisa menerimanya. Alan sendiri yang bilang seperti itu. "Nggak Al, kamu bilang kamu mau nerima aku. Kamu bilang, kamu nggak perduli aku nikah sama Erga, kamu masih mau pacaran sama aku. Tapi kenapa kamu jadi berubah gini? Aku sayang kamu Al, kamu tau kalo aku nikah sama Erga karena terpaksa, tapi kenapa tiba-tiba kamu minta putus! Maksud kamu apa Al?" Alan menepis kasar tangan Ayla, dia menatap tajam wanita di depannya, "Awalnya aku emang bilang kaya gitu, tapi sekarang aku udah berubah pikiran. Aku nggak mau lagi sama kamu. Kita putus! Itu keputusanku." Lantas Alan pergi meninggalkan Ayla yang menangis. Dia tidak perduli dengan Ayla. Tubuh Ayla merosot, kenapa semua jadi begini? Apa ini karma untuknya karena sudah berkhianat pada Alan? "Alan!!!" Ayla terbangun dari tidurnya dengan nafas tersengal-sengal. Dia sadar kalo sekarang dia berada di kamar. Jadi itu hanya mimpi? Ayla menghela nafas, syukurlah karena itu cuma mimpi. Ayla takut kalo itu kenyataan. Dia melirik jam di ponselnya, sudah jam 7:30 pagi. "Ya ampun aku kesiangan!" Ayla buru-buru turun dari ranjang, dia berlari ke kamar mandi. Karena terburu-buru Ayla mandi hanya 5 menit. Dia berganti pakaian dan langsung turun ke bawah, dia sempat melihat sofa, tidak ada Erga disana. Erga pasti sudah bangun dulu. Astaga Ayla! Gimana bisa dia bertemu dengan keluarga Erga, kelakuannya pasti akan membuat dia malu di depan keluarga Erga. Dengan tergesa-gesa Ayla menuruni tangga, dia sudah melihat mertuanya dan Erga sudah di sana. Bismilah, semoga saja mertuanya itu tidak marah. Amanda, melihat Ayla datang, "Ayla, sini sayang, kita sarapan dulu." Ayla tersenyum, dia duduk di samping Erga. Laki-laki itu masih sibuk dengan ponselnya. "Tante, maaf. Ayla tadi bangun kesiangan. Soalnya Ayla capek, semalam-." "Nggak papa kok sayang, tante ngerti, pasti Erga mainnya kasar ya? Namanya juga pengantin baru." Kata Amanda, membuat Ayla bingung. Maksud Tante Amanda apa sih? "Erga nggak kasar kok Tante, dia-" Lagi-lagi Amanda memotong pembicaraan, "Berarti Erga mainnya lembut ya? Berapa ronde?" Tanya Amanda sambil senyum-senyum tidak jelas. Erga yang sejak tadi mendengarnya, tidak menyangka kenapa mamanya bisa bertanya vulgar seperti itu? Erga tau maksud mamanya, tapi Erga yakin kalo Ayla tidak mengerti maksud pertanyaan mamanya. Anak itu terlalu polos, mungkin. "Maksud Tante Amanda apa ya? Ayla nggak ngerti?" Ayla nyengir lebar, sedari tadi dia juga bingung dengan pertanyaan mertuanya. Amanda hanya tersenyum, dia nyangkanya Ayla hanya malu saja untuk menjawab dengan bertanya maksud pertanyaannya tadi. "Hari ini kamu kuliah?" Kini Angga yang bertanya Ayla mengangguk, "Iya om," "Biar kamu berangkat sama Erga aja ya?" Erga langsung mendongak, dia tidak mungkin berangkat bersama Ayla, "Nggak pa, Erga ada janji sama temen. Nanti mau jemput." Tolak Erga "Kamu ini, Ayla itu istri kamu loh Ga, masa kamu lebih milih jemput temen berandalan kamu daripada istri kamu sendiri." Erga menghela nafas, kenapa ayahnya itu selalu seperti itu, Mentang-mentang teman-temannya geng motor, papanya selalu mengira kalo mereka berandalan, padahal teman-temannya tidak seburuk yang papa kira. "Mereka temen Erga pa, bukan berandalan." "Anak motor itu pasti nggak jauh-jauh dari rokok, minuman sama balapan liar, gimana bisa mereka nggak di sebut berandalan. Pokoknya, papa minta kamu berangkat sama Ayla. Titik." "Terserah papa." Erga mendorong kursi ke belakang, dia melengos pergi tanpa pamit. Ayla yang tadi mendengar perdebatan mereka berdua, merasa tidak enak hati karena Ayla yang membuat mereka seperti ini. "Om, biar Ayla berangkat sendiri naik angkutan, Ayla udah biasa berangkat sendiri kok." "Nggak Ayla, kamu berangkat sama Erga. Udah sana kamu susul Erga di depan, dia pasti udah nungguin." "I..iya. Kalo gitu Ayla berangkat dulu om, tante." Ayla pamit, dia mencium tangan mertuanya. Dia langsung menemui Erga. Erga sudah menunggu Ayla di dalam mobil, Ayla langsung saja masuk dan duduk di belakang, "Gue bukan supir lo. Duduk depan." Ayla mengangguk, kemudian dia turun dan pindah ke depan. Ya ampun Ayla, kenapa lo jadi gerogi gini duduk di samping Erga. Batinnya. Erga mulai menjalankan mobilnya. Di perjalanan pun mereka masih saling diam. Ayla melirik ke samping. Melihat wajah Erga dari samping. Kalo dipikir-pikir, Erga memang ganteng. Bulu matanya yang lentik dan bibirnya yang merah membuat Ayla berfikir bagaimana kalo dia mencicipi rasa bibirnya? Tidak. Tidak. Ayla menggelengkan kepalanya, menepis semua pikiran tentang Erga. Bisa-bisanya dia berfikir semesum itu? "Biasa aja liatnya." Ayla tersentak. Dia gugup karena sudah ketahuan menatap Erga. Erga tau kalo sedari tadi Ayla tengah menatapnya. "Nggak, siapa juga yang liatin kamu." Ayla beralih melihat ke arah luar. Erga hanya menaikkan salah satu sudut bibirnya. Sudah ketahuan tapi masih mengelak. "Stop stop stop! Aku turun di sini aja." Erga langsung menginjak remnya. Dia berhenti di halte. "Gue anter, gue nggak mau kalo sampe papa tau kalo gue nurunin lo di jalan." "Aku nggak bakal bilang sama Om Angga, kamu tenang aja." Erga diam, dia melihat Ayla turun dari mobilnya. Setelah Ayla sudah turun, dia kembali melanjutkan perjalanannya. Erga sengaja menyetir pelan-pelan, dia melihat Ayla dari kaca spion, perempuan itu terlihat sedang menelfon seseorang. "Halo Al, kamu bisa nggak jemput aku di halte biasa? Aku tunggu." Erga menepi, dia ingin tau siapa yang di telfon Ayla. Dan tak lama kemudian Ayla di jemput laki-laki. Erga menatap lurus Ayla yang sedang membonceng laki-laki. Erga tau kalo dia pacar Ayla. Erga mengendikkan bahu tidak perduli, kemudian dia mulai melanjutkan perjalanan ke kampus. ***** "Ini bukan jalan ke kampus Al, kenapa kamu-" "Aku tau Ay, aku mau ngajak kamu ke suatu tempat." "Tapi kita bolos?" "Hem, kamu itu orangnya terlalu rajin Ay, sekali-sekali aku mau kamu bolos, aku bakal ajak kamu jalan-jalan. Katanya kamu kangen." Ayla tersenyum, di memeluk erat pinggang Alan. Alan benar, Ayla terlalu rajin berangkat kuliah, sekarang Ayla mau bolos, dia ingin menghabiskan waktu bersama kekasihnya, hitung-hitung Ayla ingin menebus kesalahannya walaupun hanya sedikit saja. ***** Ayla tercenung saat melihat sebuah rumah kecil di depannya. Hanya ada satu rumah disana karena di setiap sisinya ada taman kecil dan air mancur di depan. Indah. Tapi Ayla bingung itu rumah siapa dan mengapa Alan membawanya kesini? Alan menggandeng tangan Ayla, dia membawanya masuk ke sana. Ayla masih bingung, kenapa hanya ada satu rumah di sini? "Al, ini rumah siapa?" "Masuk dulu, nanti aku jelasin di dalem." Mereka memasuki rumah tersebut. Tidak ada orang di dalam sana. Ruangan disana hanya ada ruang tamu dengan satu sofa dan tv, satu kamar tidur, kamar mandi dan dapur. Tidak luas juga. Rumah ini juga masih rapi walaupun kelihatannya tidak berpenghuni, seperti ada seseorang yang selalu membersihkannya setiap hari. Mereka duduk di sofa. "Ini rumah kamu Al?" Alan mengangguk, "Ya. Ini rumah aku waktu aku sama mama belum tinggal di rumah yang sekarang. Ini rumah kenangan aku sama sama mama dulu, sampe akhirnya mama ketemu sama papa Daniel." Ayla mengernyit bingung, "Jadi, Om Daniel bukan papa kandung kamu?" Alan mengangguk. Selama berpacaran dengan Ayla selama 2 tahun, Alan memang tidak pernah mengatakan kalo Daniel bukan papa kandungnya. Alan belum bisa menceritakan semuanya pada Ayla, tapi sekarang Alan memutuskan untuk memberitahu Ayla. Ayla tidak menyangka kalo Om Daniel bukan papa kandung Alan. Ia pikir Om Daniel papa kandung Alan karena mereka memang punya karakter yang sama. Dua tahun berpacaran dengan Alan, Ayla tau bagaimana sifat Om Daniel. Om Daniel terlihat sangat menyayangi Alan. Dia juga perhatian pada Alan. Terlihat seperti ayah dan anak kandung. Tapi ternyata Ayla salah menduga. "Kamu kenapa nggak pernah cerita sama aku Al?" Alan menggeleng, dia memegang kedua tangan Ayla, "Maafin aku Ay, aku cuma belum siap buat ceritain semua sama kamu. Maafin aku ya?" Ayla diam, tapi kemudian dia tersenyum, "Nggak papa Al, aku ngertiin kamu kok." Alan balas tersenyum. Ini yang Alan suka dari Ayla. Ayla yang pengertian, tidak pernah menuntut apa-apa, dan dia tidak pernah melakukan hal-hal yang membuat Alan marah. Tapi kejadian kemarin membuat Alan harus bisa menahan semua amarahnya, karena ini bukan sepenuhnya salah Ayla. Ayla di paksa, dan Ayla tidak pernah menyukai laki-laki itu. Ayla hanya akan mencintainya. "Kamu tenang aja Ay, aku nggak bakal biarin kamu terus-terusan terikat pernikahan dengan laki-laki lain. Secepatnya aku akan membuat kamu kembali, dan kita berdua yang akan menikah nanti." Ucapnya dalam hati "Gimana kalo kita makan?" Ucap Alan. "Tapi kamu kan tau aku nggak bisa masak." Sebenarnya Ayla bukannya tidak bisa masak tapi dia terlalu malas untuk belajar memasak. Ah ya, hanya satu yang bisa Ayla masak yaitu makanan kesukaannya sendiri yaitu nasi goreng. "Aku yang masak." Ucap Alan. Ayla langsung tertawa, sejak kapan Alan bisa memasak? "Emang kamu bisa masak?" Alan cemberut karena Ayla seperti meremehkannya soal masak-memasak. Bukan berarti Alan laki-laki terus tidak bisa memasak, masakan Alan bahkan lebih enak dari masakan chef profesional. "Mau bukti?" Ayla menganggukkan kepalanya, "Oke, aku yang bakal jadi juri buat masakan kamu." "Deal!" TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN