Prolog
"Maaf, Yu, telat."
Suara seorang lelaki membuat Ayu beralih menatap ke depan, tampak Bima menarik kursi didepan Ayu ingin duduk berhadapan langsung. Namun atensi lain membuat Ayu keheranan, sosok wanita mengikuti Bima dari belakang mengambil duduk tepat di samping Bima dengan wajah sinis menatap lekat ke arah Ayu. Ayu mengabaikan wanita itu, kembali fokus pada Bima yang meminta dirinya datang hari ini.
"Ada apa?" tanya Ayu tak ingin berlama-lama dalam situasi seperti ini.
"Gini Yu, kita sama-sama tau kalo gak bakal bisa nolak perjodohan ini..." Bima berhenti, kembali membenahi duduknya terkesan sukar untuk mengatakan hal selanjutnya.
"Jadi kalian bikin aja perjanjian, nikah kontrak!" sahut wanita di samping Bima, masih dengan wajah sinisnya.
Ayu mengerutkan kening. Hey? Itu artinya mereka mempermainkan sebuah ikatan sakral.
"Gimana Yu?"
"Emang berapa lama yang lu mau?"
"Dua tahun." Bima menjawab tegas.
"Ada perjanjian tambahan gak?"
"Lahirin satu anak, sekedar ngasih orang tua kita cucu."
×××
Beberapa bulan sebelumnya ....
Satu ruang tamu berhiaskan warna biru dengan tirai-tirai tertata rapi menjadi tempat bertemunya dua keluarga yang sudah menjadi kawan lama, tampak binar kebahagiaan terpancar dari wajah masih-masing orang yang duduk saling berhadapan tengah membahas hal yang penting dikemudian hari. Senda gurau selalu riuh saling dilontarkan satu sama lain, disambut pula dengan senang hati.
Berbeda dengan mereka, dua sosok yang juga saling berhadapan tampak murung bahkan melempar tatapan permusuhan jika tak sengaja saling bersibobrok pandang. Mereka tampak jengah dengan bahasan orang tua masing-masing, merasa bosan dan hanya membuang-buang waktu dipertemukan ini.
"Bisa kita percepat, atau sesuai dengan perjanjian awal," ucap salah satu lelaki paruh baya.
"Tak usah terburu-buru, beri mereka waktu untuk saling mengenang masa lalu satu sama lain," balas lelaki paruh baya lainnya.
Dya Ayu Pramono, wanita cantik dengan karier cemerlang menjadi pusat dari semua tatapan mata malam ini. Membuat dirinya sedikit ciut, berpikir keras apa yang sebaiknya pantas ia utarakan.
"Iya, Om. Gak usah buru-buru."
Cibiran ia lihat dari lelaki di depannya, mengejek dengan wajah penuh rasa congkak. Namanya Abimanyu, meski berumur dua tahun diatas Ayu, tapi Ayu bersumpah ingin sekali menendang wajah lelaki itu saat ini juga. Mungkin jika tak ada peraturan yang disebut tata krama Ayu sudah berseru dan menendang tepat di hidung lelaki tersebut.
"Lho orang saya pengen cepet-cepet gendong cucu, ya lebih baik dipercepat. Bisakan, Bim?"
Keadaan yang berbalik juga membuat Bima kikuk, mau tak mau hanya mengangguk pasrah pada sang Ayah. Ayu tersenyum sinis, membalas tatapan Bima beberapa menit yang lalu.
Mereka memang saling kenal, tapi sudah lama tak saling jumpa. Kini mereka dipertemukan lagi setelah bertahun-tahun berlalu. Seolah masih menyimpan dendam satu sama lain keduanya tampak tak pernah akur, meskipun jarang berinteraksi. Namun hal itu tak diambil pusing oleh kedua belah pihak keluarga, keputusan mereka untuk menjodohkan Ayu dan Bima telah paten.
Ayah Ayu sendiri merupakan teman kecil Ayah Bima, mereka tanpa sengaja bertemu kembali di sebuah kedai kopi dan sama-sama memiliki keluhan atas anak sulung mereka yang belum juga menikah. Mengetahui hal itu mereka mengambil jalan tengah, mengatur perjodohan.
Lucunya Ayu dan Bima adalah mantan pasangan kekasih, dulu kala masih menduduki bangku SMA.
×××