Part 12 Artinya Cinta

1020 Kata
Bia memalingkan kepalanya dan melihat pada samping rumah, ia tersenyum pada Ridho yang sedang duduk sambil membaca buku ditangannya. Bia menghampiri ayahnya itu lalu ikut duduk dihadapannya. "Bapak.." panggil Bia dengan pelan. "Iya nak?" "Bapak tahu dimana Nunu? Dari tadi Bia cariin nggak ada Pak." "Loh, dia tadi ijin sama bapak mau ke sungai. Nggak kasih tahu kamu?" Bia mengernyit menggelengkan kepalanya. Ridho lalu mengangguk tersenyum tipis. "Yaudah Pak, Bia masuk nyusul Nunu dulu. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Sampai di tepi sungai, Bia menatap seseorang didepannya, duduk membelakangi. Bia tersenyum mengingat beberapa hari ini dia sangat suka sekali tertawa karena laki-laki itu. Bia dengan perlahan berjalan menghampiri punggung bidang tersebut. "Nunu. Ngapain kamu disini?" "Kenapa? Nyariin lo ya, kangen sama gua." ujar Nunu sambil menatap Bia yang sudah duduk disebelahnya. "Sembarangan kamu. Hum, anginnya enak ya." "Kenapa?" tanya Nunu. "Apa?" tanya Bia kembali. "Kenapa nyariin gua, Bia?" "Oh itu. Kamu.. jadi pulang besok?" "Iya, kuliah gua nganggur disana. Lagian tugas gua disini udah selesai juga." "Hum." Bia menolehkan kepalanya, mereka terdiam sejenak. Kemudian suara Nunu terangkat membuat Bia mengalihkan wajahnya. "Bia, gua mau ngomong.." "Ngomong aja." tanya Bia. "Bia, gua sayang sama lo, gua ada rasa sama lo, rasa yang nggak pernah gua rasain ke cewe lain, dan gua rasain itu ke lo." Bia terdiam menatap Nunu. Bia lalu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Iya aku tahu. Kamu udah beribu kali bilang gitu. Tapi Nunu.." "Bia." "Nunu, kamu tahu kan kalau aku-" "Udah punya pacar. Iya gua tau kok Bia." ucap Nunu dengan memotong ucapan Bia. "Kamu harus ngerti posisi aku Nunu, aku nggak mau Satria sakit hati karena ini." "Lo ngomong gitu. Terus dia yang sering nyakitin hati lo itu apa?" "Apa maksudmu?" "Kamu tidak sadar, dia yang nggak kasih kabar, terus lebih mementingkan teman cewe dia itu daripada lo, itu tandanya dia nggak serius sama lo Bia." ucap Nunu dengan sedikit menekankan suaranya. "Itu beda Nunu. Itu karena aku terlalu nuntut waktu dia buat aku. Kalau masalah temen itu sahabat aku, dan mereka juga nggak mungkin kan saling suka. Kita udah lama sahabatan, jadi wajar aja." ucap Bia. "Bohong Bia." "Apa yang bohong?" Bia mengernyitkan keningnya dengan dalam, menatap Nunu bingung. Nunu terkekeh, tangannya terseret mengambil batu kecil dan lalu melemparnya ke sungai. "Bohong kalau mereka nggak saling suka. Semua sahabat pasti gitu, antara cowo sama cewe kalau sahabatan nggak menutup kemungkinan akan ada rasa lebih dari sahabat dari dalam hati mereka bukan cuman sahabat." "Kamu jangan sembarangan ngomong deh Nunu, kalau nggak ada bukti." "Memang sih sekarang belum, nanti juga bakal terbuka semuanya. Gua jamin." Bia menggelengkan kepalanya. "Aku nggak nyangka, segitunya kamu nggak suka sama Satria." Nunu menggeleng. "Gua suka, gua seneng dia bisa buat lo tersenyum dan bahagia. Tapi itu semua palsu Bia, gua bukan mau rusak hubungan kalian. Tapi asal lo tahu Satria nggak benar-benar tulus sama lo." Bia menghembuskan nafasnya kasar. Perempuan itu lalu bangkit berdiri, tatapannya menatap kepada Nunu dengan lurus. "Terserah kamu mau ngomong apa. Percuma juga kalau aku ngomong, nggak bakal ada gunanya. Apapun spekulasi kamu. Aku lebih percaya sama hati aku." ucap Bia. "Lo harus buka mata lo Bia. Lihat, bahkan dia nggak kasih kabar lagi ke lo, menghilang lagi kan." "Dia sibuk kerja." tatap Bia pada Nunu. "Gua yang selalu di samping lo, lo nggak bisa liat gua Bia." "Maafin aku Nunu." tak sadar air mata Bia jatuh ditangannya. Air mata yang sudah sedari tadi dia tahan agar tidak jatuh dari matanya, dan pada akhirnya jatuh dengan sendirinya. "Hehe. Lucu ya Bia, dunia sekarang sedang menertawakan gua, gua gagal." kekeh pahit Nunu menatap ke depan. Bia menggelengkan kepalanya, tangannya mengusap wajahnya. "Nunu?" "Tapi gua nggak akan menyerah Bia, lo pantas bahagia dan yang bisa bahagiain lo cuman gua." ucap Nunu lantas menarik tangan Bia dan membiarkan badan mungil itu jatuh dalam pelukannya. "Kamu jahat Nunu..!" Dan pada akhirnya pun tangis perempuan itu pecah, dalam dekapan d**a bidang seorang laki-laki yang sedang mendekapnya erat itu. *** Disebuah senja di malam hari, perempuan yang duduk termenung menatap langit malam yang tanpa bintang. Perempuan itu dalam keadaan sadar, sadar bahwa kini seseorang itu telah pergi, sadar bahwa sedari menit sebelumnya air matanya tak pernah berhenti membasahi pipinya. Dia sadar bahwa rasa kehilangan itu benar-benar menyiksa, siang tadi laki-laki itu meninggalkan rumahnya, meninggalkan sebuah hadiah yang teramat besar. Walaupun perempuan itu kembali berkata menolak, laki-laki itu hanya tersenyum dan berlalu kemudian pergi meninggalkannya. Perempuan itu menundukkan kepalanya, mengusap air matanya dan mengedipkan matanya berulang kali. "Kenapa?" ucapnya bertanya dalam kegelapan. "Kenapa, aku harus dikasih pilihan seperti ini?" tanyanya pada dirinya. "Kenapa hati aku nggak bisa lepas dari Satria. Kenapa hati aku sakit saat melihat Nunu yang tersenyum, matanya itu ada dalam kesedihan." "Nunu." gumamnya pelan. Disaat dalam diamnya tiba-tiba seseorang memanggilnya dan membuat Bia tersadar kemudian menghembuskan napasnya. "Kak Bia.." Bia menolehkan kepalanya, dan segera bangun berdiri menuju pintu kamarnya. "Apa Riska?" tanyanya pada Riska. "Nggak kak. Disuruh mamak buat makan malam. Udah di tungguin tuh sama calon." ucap Riska lalu terkekeh. "Calon?" bingung Bia. Riska mengangguk. "Iya, calon kakak. Siapa lagi sih kak pacar kakak itu." Bia mengernyitkan dahinya, sebentar berpikir. Tiba-tiba Bia melebarkan kedua matanya dan langsung menutup pintu kamar dan berjalan cepat menuju ke arah dapur. Bia sampai di dapur, ia terdiam ditempat. Matanya tidak berkedip melihat seorang laki-laki yang duduk di depan kedua orangtuanya itu. Ada banyak barang diatas meja makan, tidak ada satupun hidangan apalagi yang adiknya sebut sebagai makan malam. Bia semakin dirundung penasaran. Dia pun berjalan lebih mendekati ketiga orang itu dan lalu tatapan matanya bertemu pandang dengan mata laki-laki yang sedari tadi sudah menatapnya. "Sayang." "Satria." Bia terkejut, sungguh terkejut dibuat laki-laki yang bernama Satria itu. Bia lalu mengernyit menyentuh barang-barang yang berada diatas meja, lalu menatap kedua orangtuanya dengan bingung. Rosita menatap kepada Ridho yang selaku kepala rumah tersebut untuk menyuruh agar laki-laki itu memulai percakapan mereka. Dan menjawab semua kebingungan dari wajah Bia. "Bia. Satria datang ke rumah untuk mengatakan sesuatu sama kamu." ujar Ridho. "Sesuatu?" Bia beralih melihat Satria, laki-laki itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Bia semakin dibuat penasaran lantas langsung duduk di sebelah Satria. Ia kemudian menatap lurus Satria meminta penjelasan laki-laki itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN