The day finally come.
Hari dimana aku akan bertemu dokter kandungan, untuk mengandung buah hati Leo. Aku tidak tahu bagian mana yang paling menakutkan. Hamil atau tidak hamil.
Jujur saja, sebagai seorang gadis yag masih berusia 25 tahun, aku tidak pernah membayangkan diriku sebagian figur ibu. Maksudku sangat jelas sekali seorang pelucur tidak pantas masuk dalam kategori seorang ibu idaman. Tapi meskipun aku berhenti dari pekerjaan itu, aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini untuk masa depanku.
Kami tiba di San Myshuno Medical Center pagi hari sekitar pukul 9. Tak perlu lama bagi seorang Leonardo Gavinksy untuk bisa segera bertemu dengan dokter kandungan terkemuka di kota. Dia memperkenalkan dirinya padaku dengan nama Dr. Daniel Hammingway.
Dari wajahnya aku menebak pria ini sedang di usia 30 akhir. Rambutnya mulai memutih di beberapa bagian, tapi tidak membuatnya terlihat seperti pria tua sedikit pun. Dr. Hammingway adalah tipikal dokter yang menggenakan jeans dan kaos hitam ke rumah sakit. Memberikan kesan santai yang sangat kentara.
"Jadi, dimana kau menemukan gadis cantik di sebelahmu ini, Gavinsky?" Celetuk Dr. Hammingway, menyungging sebuah senyuman ke arahku. "Baru kemarin aku mengamankan s****a-mu dan kau sudah menemukan calon rahim secepat ini."
Aku, Leo, Dr. Hammingway dan asistennya yang bernama Laura duduk bersama di sofa yang berada di ruang kerjanya. Aku sedang memperhatikan ranjang rumah sakit di sebelahku, saat Dr. Hammingway mengatakan itu. Aku menoleh padanya dengan pipi merona.
"Di tempat yang tidak pernah kau duga, Hammingway." Kata Leo, menoleh padaku.
Leo mengelus kulit pahaku dan meremasnya sedikit. Aku hanya menggenakan rok kotak-kotak yang jatuh menutupi setengah pahaku, membuat sentuhan kecil Leo berhasil menyengat pangkal selangkanganku.
"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu bagaimana cara billioner berkencan," Dr. Hammingway tersenyum miring, "Tapi kuyakin kalian akan memiliki bayi yang sangat lucu bersama."
Aku tidak terlalu menyimak pembicaraan itu. Senyuman Dr. Hammingway membuatku lupa diri. Maksudku Dr. Hammingway memiliki senyuman maut yang membuatmu akan tertular untuk ikut tersenyum. Ada lubang di dekat matanya ketika ia tersenyum.
"Well nona Delilah, aku akan melakukan beberapa pemeriksaan kesehatan pada rahim-mu terlebih dahulu, sebelum meng-inseminasi-mu dengan s****a milik Leo. Laura akan menunjukkan ruang gantinya padamu."
Dia memiliki suara yang sangat rendah dan dalam. Membuat semua kata-kata yang keluar dari mulurnya terdengar bagai narasi puisi yang sering kudengarkan di radio.
Aku terhentak ketika merasakan pahaku diremas oleh Leo. Ia mendekatkan bibirnya ke telingaku dengan tangannya masih mencengkram sebelah pahaku.
"Aku benci berakting seperti calon suami yang posesif saat ini, tapi aku dan Hammingway bisa melihat liurmu menetes saat ini," Bisiknya di telingaku, "Dan itu sangat buruk bagi imageku sebagai calon suami-mu, sayang."
Bisikan Leo seperti tamparan bagiku, pipiku rasanya panas sekali.
"Aku tidak berliur!" Gerututku dengan bisikan, lalu menyingkirkan tangan Leo dari pahaku.
Aku bangkit berdiri, menuju kamar ganti bersama Laura. Kamar ini hanya sepetak. Ada lemari kecil di sudut dan cermin berdiri di sudut lainnya.
Aku masih memperhatikan kamar itu ketika Leo masuk dari pintu yang belum sempat di tutup.
"Hi, Laura." Katanya, berjalan ke arahku, "Ada yang ingin kubicarakan pada istriku berdua. Jika kau tidak keberatan."
"Oh, tentu saja tidak." Ujar Laura, lalu berjalan ke arah pintu, "Baju ganti ada di dalam lemari, nona. Pastikan kau tidak memakai apapun di dalam."
Lalu Laura keluar dari kamar itu, meninggalkanku bersama Leo. Ada senyum licik di wajahnya saat itu, membuat perasaanku jadi was-was.
"Ada apa, Leo?" Tuntutku.
Ia mendekat selangkah lagi, membuat tubuh kami nyaris menempel. Leo menyibak beberpa rambutku ke belakang telinga sebelum mendekatkan bibirnya ke telingaku.
"Setelah pemeriksaan ini, jangan pakai dalamanmu lagi."
"What?!" Mataku nyaris keluar mendengar ucapannya. Aku menarik kepalaku darinya, mencoba mencari tahu apakah Leo becanda atau serius. "Why?"
Leo tidak menjawab. Ia meletakkan tangannya di kepalaku lalu mendaratkan sebuah kecupan di pipiku, sekilas. Leo mengacak rambutku pelan dengan senyum miringnya, sebelum keluar dari kamar ganti itu. Meninggalkanku menggila dengan pikiran-pikiran jorok di kepalaku yang membuat kemaluanku sedikit basah.
Tak beberapa lama kemudian, aku keluar dari kamar ganti hanya menggunakan pakaian rumah sakit. Pakaian ini pada dasarnya hanya berbentuk celemek. Siapapun yang berdiri di belakangku bisa melihat bokongku dengan jelas.
Hanya ada Laura di ruangan itu. Ia sedang mengotak-atik beberapa peralatan rumah sakit yang terdapat di meja kecil di depan ranjang pasien.
"Hey, kau sudah berganti." Katanya, melirikku sekilas. "Kau bisa berbaring di sini. Dr. Hammingway akan datang beberapa saat lagi."
Aku hanya mengangguk dan berjalan ke arahnya. Ranjang itu setengah tengak. Ada penumpu kaki di bagian bawahnya. Laura membantu kedua kakiku untuk bertumpu di sana. Lalu menutupi bagian bawah tubuhku yang telanjang dengan kain.
"Kau sudah siap. Apakah ada sesuatu yang bisa kubantu sebelum aku memanggil Dr. Hammingway?"
"Apa kau tau dimana Leo?"
Laura tersenyum, "Mr. Gavinsky sedang keluar. Apa kau mau aku memanggilnya?"
"Oh," Aku tersenyum kecut, "Tidak, aku sudah siap."
Laura mengangguk dengan tersenyum sebelum keluar dari ruangan itu.
Aku tidak bisa menutupi kekecewaanku mengetahui Leo tidak di sini bersamaku. Kesepakatan kami memang tidak menuliskan Leo wajib menemaniku di setiap janji bertemu dokter kandungan. Tapi aku berharap dia akan berada di sini, karena kami teman.
Pintu terbuka beberapa saat kemudian. Dr. Hammingway masuk, diikuti Leo di belakangnya. Jantung berlompat karena senang. Aku tidak pernah sesenang itu melihat kehadiran Leo sebelumnya.
Leo berhenti di sebelahku. Ia mengelus rambutku, "Apa yang membuatmu terlihat begitu senang, cantik?"
Aku tidak bisa berhenti tersenyum, "Tidak ada."
Leo menunduk, mendekatkan bibirnya ke telingaku, "Apa Daniel setampan itu? Apa calon suamimu tidak cukup?"
"What?"
"Kau akan menghamili anakku, sayang. Daniel tidak akan mendekatimu."
"Aku senang karenamu, bodoh!" Gerutuku, mempelototinya. "Aku kira kau akan meninggalkanku di ruangan ini sendiri dan itu membuatku takut."
"Benarkah?" Leo menatapku dengan mata hitamnya yang berbinar. Aku mengangguk dan Leo tersenyum lebar. "Aku tidak akan kemana-mana. Aku akan menemanimu sampai semua ini selesai. Sampai bayi ini lahir."
"Awas kalau kau bohong!" Gerutuku lagi, bersusah payah menahan senyum.
Pemeriksaan itu berjalan dengan lancar, Dr. Hammingway menyatakan rahimku dalam keadaan sehat dan proses inseminasi berhasil dijalankan. Hasilnya baru bisa dipastikan setelah menunggu beberapa jam, dan Dr. Hammingway memberikanku test kehamilan untuk digunakan saat di rumah.
Hari sudah beranjak siang saat mobil Tesla Leo membelah jalanan. Dia tak henti-henti tersenyum dalam perjalan pulang. Bahkan musik di mobil itu tidak terdengar seperti Leo sama sekali. Hugo - 99 Problems mengalun dengan keras dari speaker mobil dan kepala Leo bergerak mengikuti musik.
"Dalam skala 1 sampai 10, berapa bahagia kau sekarang?" Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak bertanya. Aku menumpukan kepalaku di atas tangan, memandanginya.
Leo melirikku dengan alisnya yang naik sebelah, "Hanya 7, kenapa?"
"Hanya 7? Kau yakin? Kau terus tersenyum seperti orang bodoh, tuan."
Kaca mobil di sebelahku tertutup otomatis. Leo mematikan musik di mobilnya dan mobil itu tiba-tiba terasa senyam. Leo menyalakan fitur autopilot dari Teslanya, membuat mobil itu berjalan secara otomatis.
Ia mendekat padaku, satu tangannya mendarat di lututku. Tangannya perlahan naik, menyapu kulit pahaku. Dan masuk ke dalam rokku.
"Itu karena kau tidak menggunakan dalamanmu, Delilah." Bisiknya serak, menatapku dengan senyum miring.
Oh, Tuhan.