Yang Tak Akan Pernah Terelakan

1997 Kata

Tak hanya sendu tersebab mendung yang melingkupi, halaman belakang rumah Pak Dewo Bumi mendadak mencekam. Tiga pasang mata itu pun bertemu. Saling tatap, masing-masing dengan sorotnya sendiri-sendiri. Sungguh tak dinyana, baik oleh Kinanti Kembang Langit maupun oleh Bu Bulan Ryandhani sekalipun, jika pada akhirnya pemilik suara yang baru saja melontarkan hardikan tersebut berada di tempat itu dan menyaksikan apa yang terjadi. Keruan saja, sepasang bola mata Bu Bulan Ryandhani memperlihatkan kecemasan. Sedangkan Kinanti, tampak ketakutan. Orang yang sudah berdiri di ambang pintu belakang itu melotot hebat, bahkan kedua bola matanya seolah hendak melompat keluar dari cangkangnya. Garis-garis wajahnya yang sekian puluh tahun lalu pernah tirus, namun sekarang tampak gembil karena tumpukan

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN