“Aku dan Kinanti berdiri di sebuah jembatan.” Mahesa memulai cerita. Wajahnya tampak muram. Cahaya pada bola matanya terlihat padam. “Jembatan gantung.” Ia menambahkan, untuk memperjelas. “Terbuat dari rakitan papan kayu dan tali tambang. Sepertinya, jembatan itu sudah sangat tua. Sebab, kelihatan, kayu-kayunya sudah banyak yang lapuk dimakan usia. Bahkan, satu-dua bagian sudah bolong.” Suasana di dalam mobil lengang. Tak ada sedikit pun suara, bahkan bunyi tarikan atau embusan napas keduanya sekalipun. Jatayu mendengarkan dengan seksama. Bibirnya terkaptup rapat. Ia tak ingin menyela ataupun bertanya. Pemuda itu hanya berusaha membayangkan situasi, keadaan, dan suasana dalam mimpi itu, seperti yang digambarkan oleh Mahesa. “Tapi aneh!” celetuk Mahesa tiba-tiba. “Aku dan Kinanti tidak b