“Ti—tidak, Ayah.” Kinanti menggelengkan kepala. “Hanya saja, dari dapur tadi kudengar seperti suara ribut-ribut. Dan Ibu sempat bertanya, Ayah bersama siapa di depan,” imbuhnya, berbohong. “Bukan ribut, Kinan. Lebih tepatnya belum!” tandas Pak Dewo Bumi. “Tetapi … keributan akan benar-benar terjadi, jika cecunguk ini masih berkeras dengan niatannya!” tegas ayah Kinanti itu, seraya melihat sekilas pada Mahesa. “Niatannya? Niatan apa?” gumam Kinanti, spontan. Lalu, pandangannya beralih pada sang suami yang masih menatap lurus ke depan dan seolah tak terusik dengan kedatangannya tersebut. “Niatan apa, Sa?” tanya Kinanti, pura-pura tidak tahu. Mahesa menoleh. Keduanya bertautan pandang untuk beberapa saat lamanya. Lelaki muda dengan dagu berbelah itu menarik napas panjang, sebelum membuka