Sebuah Celah

1618 Kata

Mahesa kembali menelan ludah. Kata-kata bernada keras yang baru saja disemburkan oleh Pak Dewo Bumi, mertuanya, telak menohok hatinya. Meski Mahesa bukanlah orang yang mudah menerima pendapat orang lain, terlebih jika pendapat itu sangat memojokkannya, tak urung kali ini ia terdiam juga dan tak berusaha untuk memberikan sanggahan atau mendebat. Bukan lantaran yang mengatakan adalah ayah mertuanya, yang membuat Mahesa langsung mengatupkan bibir rapat-rapat. Akan tetapi, karena apa yang dikatakan oleh ayah kandung Kinanti tersebut memanglah sebuah kebenaran. Mau tak mau, rela tak rela, ia memang harus mengakuinya. Di ruang tamu, beberapa langkah sebelum ambang pintu, tanpa sepengetahuan dua laki-laki beda generasi yang berstatus mertua-menantu tersebut, Kinanti berdiri mematung dengan namp

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN