Bab 5 – Bandingkan Dengan Siapa? (2/2)
Istana kekaisaran berdengung atas berita pengurungan Laura. Gosipnya adalah hukuman kaisar atas permaisuri dan ini adalah salah satu bentuk rasa cinta kaisar secara langsung terhadap Rastha. Itu adalah kompetisi tidak resmi perdana nya dengan saya, dan untuk kali ini dia lah yang memenangkannya. Saya tidak mendengar gosip ini dengan telinga saya sendiri, tetapi para dayang-dayang saya sangat marah dan memberi tahu saya tentang hal ini.
“Aku seharusnya ada disana!” Seorang dayang yang memandikan Rastha berseru bahwa jika dia ada disana, dia akan menjauhkan saya dari b.u.d.a.k itu.
“Tapi ku pikir kaisar sangat menyukai dia.”
“Aku dulu mengaguminya, tapi kali ini dia bahkan tidak mendengarkan kata-kata permaisuri.” Terlepas dari kemarahan mereka, para wanita dayang-dayang itu lebih khawatir tentang masa depan yang akan terjadi selanjutnya.
“Ini baru beberapa hari sejak kaisar bertemu dengannya. Saya semakin khawatir.”
Tidak ada yang bisa saya lakukan dalam situasi ini. Sovieshu dan saya bertindak seolah-olah tidak ada yang terjadi ketika kami bertemu satu sama lain di istana pusat. Saya hanya berfokus pada pekerjaan saya dan mencoba melupakan apa yang terjadi pada hari itu. Tapi ketika saya sendirian dikamar, saya ingat tatapan dingin Sovieshu dan merasakan memar dihati saya. Tetapi sakitnya berkurang ketika saya menyibukkan diri dengan segala urusan.
Ketika masa hukuman Laura akhirnya usai setelah 5 hari, saya pergi ke menara untuk menjemputnya sendiri. Saya menyuruh kepada para wanita dayang lain untuk memandikan Laura dikamar mandi saya dan membawakannya sup hangat. Saya juga memesan kue favorit Laura. Seorang sekretaris yang dikirim oleh Sovieshu mendatangi saya untuk menyampaikan pesan.
“Yang Mulia Kaisar ingin bertemu dengan Anda.”
Permaisuri : “Saya?”
“Ya, Yang Mulia.”
Apa lagi ini? Saya mengangguk dan menoleh ke arah Countess Eliza,
“Ketika kue nya tiba, katakan pada Laura untuk datang kesini dan makan. Lalu beri tahu dia bahwa dia bisa beristirahat dirumahnya selama beberapa hari sebelum dia kembali siap bergabung bersama kita.”
Countess Eliza : “Baik, Yang Mulia.”
Saya berbalik dan mengangguk pada sekretaris Sovieshu. Dia dengan cepat memimpin jalan menuju ke istana timur. Suasana berubah ketika saya memasuki kawasan dimana Sovieshu tinggal, meskipun dikelilingi oleh tembok yang sama. Mungkin itu karena istana ditata dengan cara yang berbeda. Saya khawatir akan bertemu dengan Rastha lagi, tetapi ternyata dia tidak terlihat dikamar Sovieshu.
Kaisar duduk disamping meja bundar kecil.
Permaisuri : “Anda memanggil saya?”
Sovieshu menatap saya diam-diam ketika saya mendekatinya. Matanya tampak menunjukkan bahwa banyak hal untuk dikatakan.
Permaisuri : “Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?” Saya berbicara lebih dulu, dan Sovieshu tampak ragu sejenak dan menekankan bibirnya.
Kaisar : “Nona dayang... Wanita yang dipenjara itu...”
Permaisuri : “Laura. Dia adalah Putri Marquis Tarital.” Saya mengoreksinya dengan benar.
Kaisar : “Ya. Ku dengar kamu menjemputnya saat dia keluar dari penjara.”
Permaisuri : “Dia adalah nona dayang yang telah menderita selama 5 hari.”
Sovieshu tampak tidak senang dengan ucapan saya.
“Apakah kamu harus melakukan hal seperti itu?”
Permaisuri : “Apakah Anda bertanya pada saya mengapa saya harus repot merawat seorang wanita yang dihukum. Seperti itukah?”
Sovieshu bisa dengan jelas mendengar ejekan dalam ucapan saya.
Kaisar : “Kamu tahu apa yang ingin aku katakan. Dengan kata lain, kamu menjemputnya sendiri nona dayang itu meskipun kamu tahu bahwa aku akan tersinggung dengan sikapmu. Ya kan?”
Sebagian besar, sebetulnya saya curiga bahwa Sovieshu mungkin tersinggung, tapi saya juga berpikir dia mungkin sudah tenang setelah 5 hari. Mungkin semuanya sudah beres, jadi saya bisa memberitahu dia bahwa hukumannya terlalu berat. Tapi sebaiknya tidak perlu dibahas lagi.
Permaisuri : “Saya curiga Anda mungkin merasa tidak senang.”
Kaisar : “Tapi sekarang kamu merawatnya? Jika kamu memiliki pemikiran kepada ku, kamu akan membiarkannya pergi sendiri. Apakah kaisar dan permaisuri peduli pada orang-orang yang mereka hukum?”
Permaisuri : “Itu adalah perlakuan yang buruk membiarkannya pergi sendiri setelah dia menerima masa hukumannya. Selain itu, apa yang dia lakukan tidaklah keluar dari batas wajar.”
Kaisar : “Dengan memanggil orang lain kotor?” Sovieshu menyerengitkan dahi nya. Meminta pemikiran saya tentang hal itu.
“Dia hanya berusaha menghentikan seseorang untuk menarik pakaian saya. Memarahinya saja sudah terasa cukup.” Jelas ku. Semakin saya banyak bicara, ekspresinya lebih kaku.
“Jadi kamu berpihak pada nona dayang mu, bukan kah begitu? Dan tetap mempekerjakannya?”
“Ini sepenuhnya terserah pada saya untuk memutuskan siapa wanita-wanita dayang saya.” Meskipun Laura mungkin ingin berhenti bekerja di istana kekaisaran, saya tetap akan mempertahankannya. Dihukum kurung hanya karena berurusan dengan b.u.d.a.k yang melarikan diri itu sudah cukup untuk membuatnya menjadi orang buangan dari masyarakat kelas atas. Jika saya membiarkannya pergi, dia tidak akan memiliki perlindungan. Apalagi terhadap Sovieshu. Sebagai seorang permaisuri, saya akan menggunakan nama saya untuk melindunginya.
Sovieshu menghela nafas berat dan berbalik.
“Aku lelah berdebat denganmu. Tidak bisakah kamu taat padaku sekali ini saja?”
“Permaisuri tidak harus tunduk pada kehendak kaisar.” Jawab saya tenang.
“Jika terus seperti ini, kamu tidak sebanding. Dan tidak akan mungkin sesuai untuk dibandingkan.”
Dia membandingkan saya? Dengan siapa? Dia menatap saya lalu memasang wajah masam.
Kaisar : “Aku tahu kamu lelah. Silahkan beristirahatlah untuk hari ini. Kembali lah dan urus lah kuda nakal mu itu.”
***
Setelah Permaisuri Navier pergi, Sovieshu menghela nafas dan membunyikan bel kecil diatas mejanya. Pintu terbuka lebar tapi bukan pelayan yang masuk ke kamarnya.
Kaisar : “Sejak kapan kamu bekerja?”
Mendengar ekspresi Sovieshu yang bingung, Rastha tersenyum malu-malu.
Rastha : “Aku merasa seperti beban jika aku tidak melakukan apa-apa.”
Kaisar : “Jadi sekarang kamu bekerja?”
Rastha merentangkan tangannya dengan gembira dan Sovieshu menyeringai.
Kaisar : “Kamu bahkan tidak bisa berkeliling dengan bebas sendirian.”
Melayani kaisar dianggap sebagai kehormatan besar diantara para bangsawan dan merupakan posisi yang di inginkan oleh orang-orang tanpa gelar. Tapi Rastha ingin bekerja untuk kaisar karena dia merasa seperti beban. Dia tidak tahu bahwa para bangsawan akan saling mencekik satu sama lain hanya untuk mendapatkan posisi ini.
“Sungguh orang yang tidak biasa.” Sovieshu tertawa melihat keanehan Rastha. Bagi Sovieshu, sejauh ini hanya ada 2 wanita penting dalam hidupnya. Salah satunya adalah ibunya, seorang permaisuri besar dan yang lainnya adalah Navier, permaisuri saat ini. Dia akrab dengan pendidikan kekaisaran dan permaisuri. Bahkan dia juga belajar bersama dengan Navier, tapi dia pikir Rastha yang kikuk dan polos itu luar biasa tidak peduli dengan apa yang dia lakukan.
“Mendekatlah kesini dan makanlah beberapa cemilan.” Sovieshu membunyikan bel lagi dan kali ini pelayan yang sudah lama menunggunya dengan tidak sabar didepan pintu pun masuk.
Kaisar : “Pie labu yang sangat manis. Dan bawakan minuman anggur yang ringan saja.”
Pelayan pun pergi untuk memenuhi perintah, dan Rastha bertepuk tangan lalu berseru,
“Yeeeeyy... Kue labu!”
Kaisar : “Apakah kamu sangat menyukai makanan itu?”
Rastha : “Itu bukanlah sembarang makanan. Berapa banyak orang yang belum pernah memakan pie labu seumur hidup mereka?”
Dia tersenyum polos seperti anak kecil dan Sovieshu merasa bahwa dia benar-benar terhipnotis olehnya. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Rastha.
Kaisar : “Permaisuri bahkan tidak menanggapi perhiasan, tidak peduli seberapa mahalnya itu. Tapi kamu sangat senang bahkan hanya untuk sekedar hal-hal kecil.”
Rastha : “Apakah dia tidak menyukai perhiasan?”
Kaisar : “Tentu saja dia menyukai itu. Tapi dia tidak menunjukkan pasang surut emosinya. Dia hanya mengekspresikan dirinya dalam porsi yang ringan saja.”
Rastha mengerutkan kening dan menghela nafas.
“Dia tumbuh dengan indah dan di lingkungan yang baik. Dia tidak tahu dunia yang keras. Siapapun akan menerima perhiasan dengan ekspresi yang luar biasa pastinya.”
Sovieshu tersenyum saat mendengar ucapan Rastha. Tapi dia buru-buru memperbaiki kata-katanya,
“Tapi permaisuri tidaklah salah. Hanya saja dia telah memiliki banyak kekayaan. Bahkan jika Anda memberinya permata yang besar, itu tidak akan mengejutkan baginya.”
Kaisar : “Ya, itu benar. Ya Tuhan... Mangsa saya lebih pintar dari yang saya kira.”
Rastha tidak tahu apakah kaisar mengolok-olok dirinya atau tidak. Dan dia memerah lalu menggembungkan bibirnya dengan lucu.
“Huh! Anda selalu memanggilku mangsa.”
“Karena kamu mangsa dan kamu terjebak dalam perangkap ku.”
“Jadi.... Yang Mulia?”
Sebelumnya Rastha tertawa karena lelucon itu, tapi kini dia memutuskan untuk berbicara serius dengannya lagi. Dia memutar-mutar jarinya dan memberanikan diri untuk bertanya,
“Anda bilang bahwa Anda akan menjadikan ku selirmu, kan?”
Kaisar : “Ya tentu saja.”
Rastha : “Permaisuri sepertinya belum mengetahui itu...”
Sovieshu mengangguk dan memberinya senyum meyakinkan.
“Kita tidak terburu-buru. Jadi mari kita luangkan waktu dulu. Dan juga kakimu belum sepenuhnya sembuh.”
Rastha : "Aku tidak terburu-buru. Tapi.... Aku mengalami kesulitan ketika aku bertemu dengan permaisuri sebelum ini. Aku tidak tahu bagaimana memperkenalkan diri ku dan bagaimana jika itu terjadi lagi?"