BAB 8. Tantangan Asisten Hari Pertama

1210 Kata
Kaluna telah diberi kode kunci pintu penthouse. Tadi juga untuk bisa menekan angka 37 di lift, Kaluna menggunakan kode akses khusus. Begitu pintu penthouse terbuka, alangkah terkejutnya Kaluna dengan pemandangan luar biasa di depan mata. Bagaimana tidak? Penthouse milik Anggara itu begitu mewah menakjubkan. Dengan desain interior bergaya modern glass house dan didominasi warna gold dan putih, membuat kesan mewah begitu melekat di dalam penthouse. Kaluna melangkah masuk pelan-pelan, lalu dia kembali menutup pintunya. Begitu pintu tertutup, maka akan otomatis terkunci kembali. “Wuahhh ini rumah apa hotel bintang lima,” desis Kaluna sambil terus melangkah menyusuri ruangan demi ruangan penthouse dengan luas hampir 500 m2 itu. Bahkan karena kelewat mewah, Kaluna dengan hati-hati menyentuh dan mengusap barang-barang di dalam penthouse itu, bagaikan sedang memegang bayi yang sedang tertidur. Dia tahut sekali akan rusak lalu disuruh menggantinya. Tidak terbayangkan berapa harga barang-barang mewah itu. “Hallooo! Apa ada orang?!” teriak Kaluna. Dia tidak yakin di penthouse seluas itu, hanya ada Anggara yang menghuni. Pastilah ada orang lain, minimal para asisten rumah tangga, pikirnya. Tadi saat berjalan menyusuri ruangan-ruangan, Kaluna sudah menemukan ada empat kamar tidur. Lagipula pikirnya, bagaimana mungkin Anggara tinggal di penthouse sebesar ini seorang diri, semua ruangan terlihat begitu bersih dan rapi. Sudah pasti ada setidaknya lebih dari 3 orang asisten rumah tangga yang bekerja di sini. Sementara itu, Anggara di dalam ruangannya, seorang diri sejak tadi. Hanya senyum-senyum sambil terus memperhatikan layar laptop di atas meja kerjanya. Rupanya Anggara sedang asyik melihat pergerakan Kaluna lewat kamera cctv yang tersebar di beberapa titik di dalam penthousenya. “Hemm anak itu,” gumamnya sambil terus tersenyum. Diambilnya handphone dari atas meja, di samping laptop. Anggara menghubungi nomor Kaluna. Terlihat pada layar, Kaluna sedang merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan handphone. “Hallo.” “Hallo, Kaluna. Sudah adaptasi dengan penthouse saya?” “Umm … aku belum lihat ke semua ruangan sih, Om. Habisnya luas banget ini, mungkin aku baru lihat setengahnya saja.” “Ya, ya, nggak apa-apa, waktumu masih panjang kok di sana. Nikmati saja, ya.” “Huffttt! Tapi tetap loh Om, aku nggak bisa pulang terlalu larut malam. Aku masih harus mengurus mama di rumah.” Ah, andai saja alasan Kaluna ingin pulang cepat karena takut dimarahi papanya, sudah pasti Anggara akan langsung mengurus hal itu. Namun ini adalah tentang mamanya Kaluna yang Anggara tahu sedang sakit sejak lama. Maka CEO tampan itu tidak bisa memaksa. “Oke, Kal. Saya paham. Kalau begitu kamu mulai saja mengerjakan tugas pertama.” “Apa tugas pertamaku, Om?” Anggara kembali tersenyum, dia menelepon sambil terus melihat pada layar laptop. Tidak bosan-bosan rasanya memperhatikan gadis itu, bahkan Arion ingin sekali menggodanya terus-terusan. “Kamu ke dapur, lalu masak menu spesial untuk saya.” Kaluna tersenyum miring. Dia senang dengan tugas pertamanya, sebab bagi Kaluna yang setiap hari tugasnya memasak di rumah, itu bukanlah hal yang sulit. Bahkan seringkali papa dan kakaknya di rumah minta dimasakkan beberapa menu sekaligus. “Oke, menunya terserah aku atau Om mau request? Masak apapun aku bisa, asalkan menu tradisional Indonesia.” “Hemm boleh juga nyali kamu, ya. Berani nantangin saya.” “Iya, dong. Jangan panggil aku Kaluna kalau menyerah di tugas pertama ini!” Sombong Kaluna kumat. Sedangkan Anggara sedang berusaha mati-matian supaya dia tidak kelepasan tertawa. Ternyata Kaluna tidak hanya polos, tapi juga ceroboh dalam bicara. “Oke. Kamu masakkan saya risotto dan tenderloin steak barbeque.” “Hah?! Gimana gimana, Om?” “Kamu, masakin saya risotto dan … tenderloin steak. Kalau belum jelas juga, nanti saya w******p tulisannya.” Kaluna mendengkus kesal. Seketika dia baru tersadar kalau mengatakan hal yang salah, sehingga dijadikan Anggara sebagai senjata. Dia bilang bisa memasak menu masakan Indonesia, apapun itu. namun sekarang Anggara justru meminta masakan luar negeri. Bah! Dia sudah masuk perangkap yang dibuatnya sendiri. “Nggak usah! Aku nggak norak-norak banget ya sampe nggak tahu apa itu risotto sama tenderloin steak!” Mendengar nada suara Kaluna yang begitu ketus, justru membuat Anggara terkekeh geli. Dia berharap Kaluna akan gagal dalam tugasnya yang pertama ini. “Oke kalau begitu. Saya selesaikan dulu pekerjaan di kantor, yahhh sebentar lagi lah kirta-kira. Baru saya akan pulang. Saya ingin makan siang dengan masakan buatanmu.” “Om, ini kan sudah hampir jam 2, memangnya Om belum makan siang?” “Belum. Sengaja saya ingin makan masakan kamu.” “Ish! Sok romantis banget. Ya sudah, tutup teleponnya deh, aku mau mulai masak.” “Kamu saja yang tutup duluan.” “Ih, apaan sih! Om aja yang tutup duluan, kan Om yang telepon aku.” “Kal, kita jadi kayak adegan Dilan dan Milea, ya.” “Hergghh!” Kaluna langsung menutup sambungan telepon. Sudah kesal sekali dia mendengar suara Anggara. Padahal sepanjang yang dia tahu, Anggara itu adalah bos papanya di kantor, yang terkenal dengan pembawaannya yang dingin dan ketus. Kalau galak sih jangan ditanya lagi, dengan karyawan kantor yang kerjanya ketahuan tidak benar, Anggara akan bertindak sangat tegas. Kaluna tahu itu sebab dia sudah pernah beberapa kali ikut ke acara family gathering yang diikuti oleh seluruh karyawan perusahaan beserta dengan keluarga mereka masing-masing. Juga tahu dari cerita Bella tentang omnya yang super dingin seperti kulkas, tapi tidak pelit sedikitpun. Tidak membuang waktu, Kaluna segera menuju ke dapur. Dia tidak ingin gagal dalam tugas yang satu ini. Sungguh, dia tidak mau menikah dengan Anggara atau dengan siapapun dalam waktu dekat ini. Kaluna benar-benar ingin fokus dulu merawat mamanya, lalu bekerja mencari uang sebanyak-banyaknya. Untuk kemudian bisa membawa sang mama kabur dari rumah. Pada akhirnya mereka akan hidup bahagia, berdua saja. Begitulah cita-cita Kaluna selama ini. Sebenarnya, Kaluna memang belum pernah memasak menu risotto dan steak. Paling mudah dia pernah masak spaghetti kalau untuk makanan Italia. “Huftt! Ada-ada saja sih ini permintaan om-om ngeselin.” Kaluna terus saja mengomel sendiri sambil memasak. Dia mencontek dari youtube. Kaluna yang memang hobi memasak, awalnya memang agak bingung dengan nama-nama bahan makanan yang terdengar asing. Namun hasil geledah di dapur, membuat Kaluna tersenyum lebar. Sebab dapur itu sudah seperti minimarket, sepertinya seluruh bahan makanan tersedia. Maka dengan semangat Kaluna mulai memasak. Asalkan semua bahan tersedia, Kaluna tidak merasa kesulitan sama sekali pada saat mengeksekusi. Untuk lebih membuatnya semangat memasak, Kaluna memasang lagu Spring Day dari handphonenya, lalu dia menghubungkan dengan speaker yang dilihatnya ada di sana. Kaluna sangat menikmati memasak sambil bernyanyi, diputarnya berulang lagu kesayangannya itu. Kadang juga berganti dengan lagu lain, lalu kembali lagi pada Spring Day milik BTS tersebut. Karena tadi Anggara bilang kalau dia masih bekerja sebentar lagi di kantor, maka Kaluna memasak dengan begitu santai. Dipikirnya dari kantor ke penthouse pun butuh waktu yang tidak sebentar. “Nunkkochi tteoreojyeoyo … tto jogeumsshik meoreojyeoyo!” Kaluna terus bernyanyi dengan begitu lepas. Baru kali ini dia bisa berteriak-teriak dengan bebas. Jika sedang di rumah mana pernah dia bisa bebas melakukan apapun. Semuanya serba dibatasi dan dikekang. Bagaikan hanya Kinaralah yang boleh menikmati hidup, sedangkan dirinya terus dibebani dengan pekerjaan rumah. “Bogo shipda … bogo shipda!” Kadang sambil bernyanyi dengan suara kencang, Kaluna juga menari kesana-kemari. Penthouse yang sangat luas membuatnya bisa berlari dan melompat sesuka hati. Pada saat dia masih bernyanyi sambil meletakkan risotto buatannya pada piring saji, di saat itulah dia melihat wajah seorang pria super tampan yang sedang tersenyum padanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN