Chapter 8

1548 Kata
Berhubung Vani sudah tidak memiliki hal mendesak di Yogyakarta, dirinya pun memutuskan untuk kembali saja ke Bogor.  Lagi pula dirinya sudah merasa rindu dengan keponakan tercintanya yaitu Rendra. Vani juga tidak ingin mengganggu mama dan papanya yang saat ini tengah berlibur. "Mau kemana, Kak?" Adik pertamanya yaitu Devan bertanya mengenai keberangkatan Vani. Lelaki itu bertanya karena saat ini adalah hari libur namun Vani terlihat sangat rapi seolah akan pergi ke kantor. "Mau ada agenda keluar sebentar." "Agenda?" tanya Devan dengan kernyitan di kening. Devan pun segera bangkit dari duduknya dan menghampiri sang kakak. "Kencan?" tebaknya penuh harap. "Bukan. Udah ya, aku mau berangkat." "Kalo pulang, oleh-olehnya jangan makanan terus ya. Kapan-kapan bawa cowok gitu," ucap Devan. Vani pun hanya menggelengkan kepalanya mendengarkan celotehan adiknya itu.  ---------------- Pertemuan Vani dengan salah satu kolega ayahnya berjalan dengan lancar. Dia adalah Lisa dan sepertinya senang bergaul dengan Vani. Itu sebabnya Vani keluar rumah dan membuat janji temu bersamanya hari ini. Mereka cukup bersenang-senang seharian. Begitu malam harinya, Vani berpikir untuk singgah di toko offline milik Bram. Dirinya pun menyempatkan diri untuk membeli rangkaian bunga. Meski acara grand opening telah berlangsung dua hari lalu namun sepertinya tidak masalah bila Vani baru datang sekarang.  Ia hanya merasa sedang senggang dan sepertinya berkunjung adalah ide yang bagus. Setelah membeli buket bunga tulip, Vani pun segera menuju lokasi yang telah dikirimkan oleh Elsa. Adik iparnya itu mengetahui lokasi toko Bram karena pernah datang kesana. ------------ Begitu memperoleh kabar dari Elsa bahwa kemungkinan Vani akan datang berkunjung ke tokonya, Bram pun segera menyetir dengan kecepatan penuh menuju kesana. Dirinya berharap ia tidak datang terlambat. Dirinya baru saja tiba di rumah. Rumah yang berjarak sangat dekat dari rumah Vani.  Ia baru kembali dari tokonya itu dan memilih untuk kembali lagi kesana karena Vani akan datang. Ia tidak menyangka gadis itu akan datang. Bram masih terkejut bahwa Vani memiliki inisiatif untuk datang meskipun ini telah lebih dari dua hari sejak grand opening diadakan. Meski demikian, Bram tidak masalah akan hal itu. Sama seperti ia yang tidak masalah harus kembali lagi kesana pada dirinya baru saja memarkirkan mobil di garasi rumahnya. Begitu Bram tiba lagi di tokonya, karyawannya yang bertugas malam ini pun menoleh kebingungan kepada Bram. "Ada apa, Pak?" "Enggak." Bram menggelengkan kepala dan tersenyum manis. "Ada yang ketinggalan kah?" tanya sang kasir merasa aneh. "Nggak papa. Lanjut kerja aja ya. Semangat!" Bram kemudian melangkah menuju etalase yang ada dan mulai menatap beberapa pakaian yang ada dengan raut wajah tersenyum. Ia akan bertingkah layaknya bos yang baik dengan menemani pegawainya bekerja disini dan akan pulang saat toko tutup nanti yaitu pukul sembilan malam. Bram akan bersabar melakukan ini. Menatap pakaian-pakaian yang ada hingga Vani datang dan mereka bisa berbincang di ruangan Bram. Setelah sekitar dua puluh menit sejak tadi berdiri dan berkeliling untuk melihat etalase, Bram langsung bersemangat menoleh ketika ada seseorang yang memanggil namanya. "Bram.." "Iya," ucapnya dengan nada lembut dan senyum menawan. "Lo ngapain disini?" tanya Angel. Begitu mengetahui bahwa ternyata yang memanggilnya adalah Angel, ekspresi wajah Bram pun berubah seketika. "Katanya balik." Tadi Bram memang mengabari kepada Angel bahwa dirinya telah pulang. Angel memiliki pekerjaan sampingan lain dengan penghasilan yang lebih besar dari pekerjaannya bersama Bram saat ini. Gadis itu mau bekerja dengannya karena suka di bidang seperti ini. "Nggak jadi," ujar Bram. Gadis itu pun menatap Bram dari ujung rambut hingga ujung kaki kemudian melangkah menaiki tangga. Bila sudah begitu maka Angel pasti akan berada di ruangan Bram.  Mereka memang menghemat pengeluaran dengan membuat satu ruangan yang khusus untuk Bram dan Angel. Lagi pula mereka tidak akan sesering itu berada disini, itu sebabnya keduanya setuju untuk satu ruangan saja. Masalahnya adalah bila ada Angel bersama dirinya dan Vani, Bram khawatir gadis itu tidak berhenti meledeknya. Atau mungkin Angel akan selalu mengerjainya di depan Vani. Ia hanya khawatir itu membuat Vani merasa tidak nyaman. Bram pun menghela napasnya dan memilih untuk kembali menatap etalase. Rasanya membosankan juga. Bram sendiri tidak habis pikir mengapa ia betah melakukan ini hampir setengah jam. Ketika mendengar suara pintu terbuka, Bram langsung menoleh.  Kali ini senyumnya semakin melebar ketika melihat Vani melangkah dan nampak kebingungan. Ia segera menghampiri gadis itu. "Selamat malam, Kak Vani." Bram menyapanya dengan senyum semenawan mungkin yang bisa ia berikan. "Selamat malam, Bram." Sebenarnya Bram tidak suka memanggil Vani dengan tambahan 'Kak'. Bukan bermaksud tidak sopan. Hanya saja panggilan seperti itu seolah membatasi dirinya. Padahal perbedaan usia mereka hanya dua tahun. Bram menjadi semakin tidak sabar untuk memanggil Vani secara biasa saja. Bila itu telah terjadi, maka artinya hubungan mereka sudah cukup dekat. "Terima kasih banyak sudah datang kesini." "Oh iya. Selamat ya untuk opening offline store-nya." Vani pun memberikan buket tulip yang dibawanya untuk Bram. Senyuman sumringah dari Bram pun turut menyertai ketika dirinya menerima bunga pemberian Vani tersebut. "Terima kasih banyak, Kak. Wah, bunganya cantik banget." Bram menatap buket di tangannya. "Kayak yang ngasih," ujarnya kemudian. Vani pun hanya bisa tersenyum. "Mampir dulu yuk, Kak. Kita ke dalem, ngopi-ngopi cantik atau ngeteh-ngeteh cantik." Vani pun tersenyum canggung. "Aku mau lihat koleksi bajunya." "Oh, iya-iya. Oke. Mari aku antar." Melihat Bram yang bersikap begitu manis kepada gadis itu pun membuat Rina sang kasir mulai berbincang dengan temannya. "Git, itu pasti pacarnya Pak Bos." Gita pun langsung ikut menatap Bram yang sedang menemani Vani melihat etalase. "Tadi aku mau nyamperin mbaknya pas masuk, tapi Pak Bos udah langsung gercep nyamperin." "Tuh, kan. Ibu negara pasti ini." Mereka pun asik menatap Bram yang tengah berduaan sama Vani. "Kirain Pak Bos pacaran sama Mbak Angel," Gita mulai bergumam. "Iya ya. Eh, tapi Mbak Angel kan udah punya pacar." Rina memberitahu informasi yang dia ketahui. Gita pun berpikir. "Oh iya. Yang waktu grand opening dateng kesini sebentar? Sumpah itu ganteng banget. Yang pilot bukan?" Rina pun menganggukkan kepalanya dengan bersemangat. "By the way. Pantesan Pak Bos balik lagi kesini. Ternyata ada tamu spesial yang dateng," ujar Rina. "Iya tadi aku liat Pak Bos pulang. Terus pas masih ngelayanin pelanggan, tiba-tiba Pak Bos dateng lagi. Kirain ada yang ketinggalan." Rina pun menganggukkan kepalanya karena satu pemikiran dengan Gita. "Kalo dilihat-lihat mereka cocok, ya?" gumam Rina. "Tapi sama Mbak Angel juga cocok," ujar Gita. "Jangan gitu. Mbak Angel kan udah ada Mas Pilot." "Tapi kalo nggak sama Mas Pilot, sama Pak Bos cocok banget kan?" tanya Gita. Rina pun terdiam sebentar. "Ya, cocok. Tapi sama Mbak yang itu juga cocok." -------------- Vani telah selesai memilih beberapa baju yang akan ia berikan untuk Bayu, Flora, Devan, Ana, Elsa, Rendra, dan Lano. Ia suka dengan model pakaian yang ada sehingga memilih untuk membeli banyak. Bahkan meski Vani baru saja dari Jogja dengan membawa cukup banyak oleh-oleh, dirinya pun tidak masalah dengan hal tersebut karena ia memang adalah tipe yang senang memberi hadiah untuk keluarganya.  Begitu selesai dengan urusannya, Vani melangkah menuju kasir ditemani Bram. Selagi menanti kasir melakukan perhitungan pembayaran dan seorang pegawai tengah mengemas belanjaannya, Vani pun mengeluarkan dompet dan kartunya. Pembayaran berlangsung cepat dan Vani segera menerima kantung belanjaannya. Bram mengambil beberapa dari stafnya kemudian menjinjing kantung itu. "Aku bantuin bawa ke mobil," ujarnya tersenyum. "Makasih banyak ya. Maaf jadi ngerepotin." Vani sebenarnya tidak bermaksud merepotkan. Ia juga masih bisa membawa semua kantung belanjaan ini ke mobil. Hanya saja ketika melihat Bram yang berniat tulus membantunya, Vani pun memilih untuk tersenyum dan membiarkan lelaki itu melakukan apa yang ia inginkan. Keduanya pun keluar dan menuju mobil Vani di parkiran. "Makasih ya udah belanja disini,"  ujar Bram setelah memasukkan beberapa paper bag ke dalam bagasi mobil Vani. "Iya. Semoga sukses ya tokonya." "Makasih udah mampir," ujar Bram tulus. Vani menganggukkan kepalanya kemudian mengeluarkan ponselnya sebentar. Ia merasa sepertinya ponselnya bergetar saat ia mengambil dompet tadi hanya saja ia belum memeriksanya. "Hati-hati di jalan ya, Kak. Titip salam buat Devan dan keluarga." Vani mendongak dan menatap Bram sebentar. Vani tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya. Ia lantas melangkah untuk memasuki mobil. Begitu masuk ke dalam mobil, Vani memeriksa pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Ia mengernyitkan kening karena merasa terkejut atas pesan yang masuk. From : +62822xxxxxxxx Holla, masa depan. Ini aku Jay.  Aku ngundang km ke acara nikahan kakakku. Jgn lupa dateng yaaa.. Vani kemudian membuka sebuah file yang merupakan softfile undangan pernikahan. Ia masih sedikit heran bagaimana bisa Jay kembali mendapatkan kontaknya. Seingatnya ia telah memutus kontak dengan lelaki itu dan memastikan bahwa Jay tidak lagi memiliki kontaknya. Vani bukan memblokir. Ia hanya berganti kontak. From : +62822xxxxxxxx Oiya. Aku nggak percaya kalo km udah punya pacar. Apalagi pacaran sama Bram. Jadi tolong dateng sama dia ya. Kalo km ga dateng atau dateng ga sama dia, berarti masih ada slot kesempatan buat aku ngelamar.. Vani menghela napasnya.  Ia tidak tahu harus bagaimana cara menangani Jay yang terlalu bersemangat seperti ini. Padahal dirinya sudah jelas-jelas melakukan penolakan berulang kali. Vani kemudian menatap ke luar, rupanya Bram masih berdiri disana seolah menanti hingga mobilnya pergi meninggalkan tempat ini. Ia kemudian membuka kaca jendela mobilnya dan menatap Bram. Hal itu pun membuat Bram mengernyitkan keningnya. "Bram, masih inget sama Jay yang waktu di pesta Jogja?" tanya Vani. Bram pun langsung menganggukkan kepalanya. Ia tidak mungkin melupakan lelaki yang secara tidak langsung berjasa membuat Bram merasa sensasi bagaimana Vani menganggapnya sebagai pacar. Ia sungguh sangat berterima kasih dengan lelaki itu. "Kenapa?" tanya Bram. "Kakaknya nikah. Kamu ada waktu kosong hari sabtu?" tanya Vani kemudian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN