melamar pekerjaan

1271 Kata
Pagi ini setelah membantu bik Mut di dapur aku bersiap-siap. Kata bik Mut hari ini adalah hari di mana lowongan pengasuh anak tuan muda. Tuan Hardi Jaya dan Ibu Rose duduk di meja makan untuk menyantap sarapan pagi. Ku lihat Tuan Hardi Jaya sudah berpakaian rapi lengkap dengan setelan jas kerjanya. Ibu Rose juga sudah tampil rapi dan segar. Setelah kedua orang itu sarapan bik Mut menyuruhku sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat melamar kerja. Selesai sarapan seorang tukang ojek menunggu di depan gerbang. Itu adalah tukang ojek langganan Bik Mut setiap hendak belanja di pasar. Beliau memesankan ojek ini untuk mengantarku ke kantor tuan Raja Hardi Jaya. Kurang lebih sepuluh menit kami sampai di kantor ini. Beruntung tidak terkena macet karena masih lumayan pagi. Kupandangi gedung perusahaan yang menjulang tinggi di hadapanku. Sedikit terkagum. Karena di kampungku tidak ada yang seperti ini. Waktu menunjukkan pukul 07.30. Lima belas menit lagi sebelum jadwal kantor buka. Aku menunggu di sebuah gazebo taman depan perusahaan. Di depan kantor ini ada sebuah taman kecil yang di tumbuhi berbagai macam tanaman bonsai. Sambil menunggu. Ku buka gawaiku. Mencoba mendaftar beberapa akun media sosial. Mendaftarkan kembali nomor hp ku menjadi akun w******p. Setelah akun hijau milikku aktif, segera kucari nomor hp Juwita. Mencoba melakukan panggilan video. “Hai Mel.” Sapanya melambaikan tangan. “Assalamualaikum.” Sapaku kemudian. “Wa alaikum salam.” Jawabnya sambil nyengir kuda. “Lain kali jangan lupa salam. Bukan say hai yah." Aku kembali mengingatkannya. “Iya ustadzah. Pagi-pagi dapet ceramah.” “aamiin.” Kujawab sebuah doa darinya. “kamu lagi ngapain Ta?” “Biasa Mel. Kaum rebahan.” “Kamu nggak ada kegiatan? Pagi-pagi kok rebahan.” “Kan tau sendiri. Kalau aku PKK”. “Hah. PKK apaan?” “Pengangguran kelas kakap haha”. Jawabnya terbahak. “Ih ada aja kamu nih. Nggak persiapan daftar kuliah Nih?” “Minggu depan baru aku ke Kota Mel. Urus pendaftaran offline.” “Oke semangat.” Kami membicarakan banyak hal. “Sudah dulu ya Ta. Aku mau masuk kedalam. Mau masukin berkas data diri dulu." Pamitku padanya “Wih babysitter doang pake persyaratan gitu? Daftarnya di kantor gede pula." Ucapnya terheran. “yah maklum. Anak holang kaya. Nggak mungkin pilih pengasuh abal-abal. Sudah dulu ya. Assalamualaikum." Kataku melambai. “Saingan kamu berat dong Mel. wa alaikum salam”. Jawabnya membalas lambaian tanganku. Sepertinya ia belum puas menyelesaikan ucapannya. Sudah pukul 07.45 menit. Aku masuk kedalam. Bertanya kepada resepsionis ruangan untuk memasukkan lamaran pengasuh. “Permisi Bu. Saya mau memasukkan lamaran kerja menjadi pengasuh. Ruangannya di mana ya?” Kulihat mbak dengan nama Devi memandang agak sinis. Melihat dari atas sampai bawah. Seperti menilai penampilanku. Mungkin memang terlihat agak aneh aku pergi melamar pekerjaan dengan pakaian syar’i. “Maaf mbak.” Tanyaku lagi membuat dia tersadar. “Oh. Naik lift sebelah sana ke lantai lima belas. Belok kanan di situ ada ruang meeting. Kata pak Raja calon pengasuh diminta berkumpul di sana. Karena pak Raja sendiri yang akan meng-interview.” “Baiklah mbak. Terima kasih”. Ucapku tersenyum dan berlalu. Sungguh aku tidak nyaman dengan tatapannya. Kupencet tombol lift setelah langkahku benar-benar sampai di depan pintu besi berukuran besar itu. Tidak lama kemudian pintu lift terbuka. Aku masuk ke dalam dan menuju ruang di maksud. Aku duduk di salah satu kursi. Tidak berapa lama satu persatu calon pelamar datang. Dengan pakaian yang modern tentunya. Aku sendiri jadi merasa rendah diri. Mereka terlihat berkompeten, sedang aku hanya gadis kampung. Sepuluh menit kemudian Pak Raja dan sekretarisnya masuk ke dalam ruangan itu. Sekretaris pak Raja mengumpulkan berkas data yang kami bawa dan membawanya kembali kepada Pak Raja. Kami ditanya satu persatu. Kulihat kecakapan mereka dalam berbicara. Sepertinya mereka orang-orang berpengalaman. Aku jadi semakin merasa rendah diri. “Tanpa bertele-tele saya sudah mendapatkan kriteria pengasuh yang saya cari. .“ “Dady, kenapa meninggalkanku sendiri?” ucap bocah kecil itu memotong pembicaraan ayahnya. “Boy dady sedang memilih calon pengasuhmu.” Seolah paham, Dave memindai wajah kami satu persatu. Saat bocah itu melihatku tatapannya terhenti dan dia pun berlari ke arahku. Mereka semua terbengong melihat tingkahnya. “Hei boy, dady sudah mendapatkan calon pengasuh yang cakap dan akan cocok untukmu." “No dad. Biarkan aku memilih. Dan ini pilihanku." Kami semua terkesiap. Bocah dengan usia kurang lebih tiga tahun tapi ucapannya seperti orang dewasa yang tidak mau di bantah. “are you serious?” “yes." Kali ini ucapannya berubah tegas. Kulihat pak Raja menghembuskan nafas kasar. “Oke. Whatever”. Dengan wajah semringah yang sedikit ditahan, Dave menatapku. Aku Pun tersenyum melihatnya. “Tuan Dave sudah memilih pengasuhnya. Kalian bisa kembali.” Ucap sekretaris Pak Raja. Setelah semua orang keluar sekretaris itu berkata padaku “Anda bisa mulai berkemas untuk segera pindah ke kediaman tuan Raja nona.” “Aku tinggal di sana?” “Ya, kau tidak perlu takut. Di Sana ada dua orang asisten rumah tangga, seorang supir dan seorang tukang kebun. Aku tidak tertarik dengan gadis desa sepertimu." Ucapan itu membuatku bersyukur. Tidak ada sakit hati yang kurasakan dengan kata-katanya. “Baik tuan.” Ku jawab singkat kata-katanya. “Saya permisi bersiap-siap pulang." “hmm.” Hanya jawaban itu yang kuterima. “Dave ikut”. Dave menatapku. Merentangkan kedua tangannya seolah minta digendong. Aku menatap ayahnya. “Katakan pada joni untuk mengantarnya." Perintah Pak Raja pada sekretarisnya. “Baik tuan." Sekretaris itu mengambil gawai dan menghubungi orang yang dimaksud. “Kau bisa membawa Dave. Jaga dengan baik jika terjadi sesuatu aku tidak akan melepaskan mu”. Suara sarkas penuh dengan ancaman. “Baik tuan”. Kugendong Dave keluar dari ruangan itu. Kami turun kebawah. Saat keluar kantor seorang pria berpakaian supir menyapa kami. “Mari nona dan tuan muda saya antar." Ucapnya sopan. Aku mengangguk dengan Davin tetap dalam gendonganku. Kami masuk kedalam mobil. Tuan muda kecil itu duduk di sebelahku. Mobil melesat membelah jalan raya. Kembali ke kediaman tuan Hardi Jaya. “Saya diperintahkan untuk menunggu nona bersiap-siap dan mengantar nona ke rumah Tuan Raja." Ucapnya lagi “Baiklah. Tunggu sebentar." Aku turun dari mobil. Dave meminta gendong lagi. Kugendong dia masuk kedalam rumah. Di dalam bu Rose sedang duduk dalam ruang keluarga. Memakan potongan buah. “Oma”. Bocah itu turun dari gendongan dan berlari ke arah omanya. “Hei sayang. Hai Mel. Bagaimana?”. Matanya mengkode meminta jawaban. “Alhamdulillah saya diterima Bu." “Syukurlah. Sudah ku katakan kalau Dave menyukaimu.” Jawabnya tersenyum. “Saya mau bersiap-siap. Saya diminta tinggal di rumah Pak Raja Bu." “Oke, semoga kamu betah dan cocok bekerja di sana. Dan semoga kamu bisa maklum dengan sifat Dave dan ayahnya." “iya bu, terima kasih." Aku berlalu masuk kedalam kamar. Mengambil barang-barang yang akan kubawa. Kemudian kucari Bik Mut untuk berpamitan. “Bik aku pamit”. Kataku mendekat. “Mau ke mana? Pulang kampung? Nah terus kerjamu gimana?” corocosnya sebelum sempat kujelaskan. “Enggak bik. Melati mau ke rumah Pak Raja. Melati diterima jadi pengasuh Tuan Davin.” “Alhamdulillah. Kirain kamu mau pulang kampung Mel.” Katanya menepuk pundakku. “Hati-hati dan jaga diri ya." Ucapnya memelukku. Kubalas pelukannya. Bik Mut ke depan ikut mengantarku. Sopir pak Raja membantuku membawa tas yang berisi pakaian. Meletakkan dalam bagasi mobil. Aku pun berpamitan pada Bik Mut dan Bu Rose. “Terima kasih atas tumpangannya Bu. Maaf merepotkan.” Kusalami dan kucium punggung tangannya. “Tak perlu sungkan nak. Semoga betah di tempat baru." “aamiin.” Ganti kusalami bik Mut. Davin kembali meminta gendong. Kami pun masuk kedalam kuda besi dan mobil itupun melesat pergi meninggalkan pekarangan rumah itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN