05 : Bolos Kerja

2550 Kata
Pagi-pagi udah ada yang menjilati tubuhku, dari atas sampai ke bawah.  Kok berasa kayak anak kucing dimandiin induknya?  Haishhh, aku kan bukan anak kucing!  Rasanya aku tahu ini kerjaan siapa! "Oh Kam Pret!!" teriakku gusar. Dia muncul dari balik selimutku. "Hadir!" sahutnya ceria. Niatku hendak memarahinya dengan sukarela kusingkirkan dulu demi melihat Paman mudaku begitu berkilau di pagi hari.  Matahari aja gak seindah dan semengkilap dia!  Ehm, kayaknya aku salfok deh.  Matahari itu panas, bukan indah.  Anak SD aja tahu itu. Perasaan semakin lama bergaul dan dimesumin sama Paman mudaku membuat otak jeniusku (menurut aku sih!) berkarat dan gak bener kerjanya.  Atau, jangan-jangan isinya sebagian pindah ke dalam otak Oh Kam Pret!  Kok sepertinya dia semakin lihai saja?  Khususnya di bidang memodusiku! "Ck!  Apaan sih pagi-pagi udah mesumin aku?  Semalam kamu janji apa, hayo?!" tegurku, berusaha menahan keinginanku untuk memeluknya saking gemasnya diriku. Abis imut sih.  Tapi secara gak mungkin kan aku ngomel sambil melukin dia?!  Jatuh wibawa daku-lah.. "Woi Chacha Maricha, aku masih memegang janjiku kok," katanya gak mau disalahin. "Lah, sekarang kamu ngapain?" sindirku gregetan. Dia sedang menjilat leherku hingga membuatku gelinjangan kayak kuda mau beranak. "Ini namanya jilatan membawa nikmat.  Tapi bukan berarti aku suka menjilat ludah sendiri, Chacha Maricha.  Semalam yang kujanjikan adalah aku gak grepe-grepe kamu.  Jadi itu berarti kalau jilat-menjilat boleh dong," cengirnya licik. Sebelas-duabelas atuh..  Itu kan sama-sama masuk kategori tindakan m***m! "Jilatan membawa nikmat apaan?  Membawa dosa kali!  Dasar bocah m***m!" gerutuku sambil mendorong tubuhnya kesamping. Aku mengambil hapeku untuk memeriksa pesan yang masuk.  Cuma ada satu pesan pribadi di inboxku.  Yang lain mah pesan sponsor.  Aku membuka pesan yang ternyata dari Boss Mantan. . Boss Mantan Aku ada didepan.  Keluarlah! .             Anjrittt!!  Aku lupa Boss Mantan berjanji mau menjemputku pagi ini!  Buru-buru aku melompat dari tempat tidur dan dengan panik mengambil baju yang akan kupakai kerja.  Sepertinya aku cuma sempat mandi bebek.  Moga-moga Boss Mantan masih mau menunggu. "Woi Chacha Maricha, kamu mau ngapain?" "Mandi!  Lu sih gak bangunin daku.  Bisa telat nih!" gerutuku panik. "Gak kebalik?  Biasanya orang kerja itu yang membangunkan anak sekolah biar gak telat masuk sekolah.  Masa anak sekolah yang disuruh membangunkan orang kerja biar kagak telat masuk kerja?  Lagian, Chacha Maricha... coba lihat jam di dinding deh!" Spontan aku melirik jam kuk-kuk yang udah setia menemaniku mulai jaman aku masih berpopok ria.  Ajegile!  Udah jam sembilan!  Emakkkkk!  Daku udah telat!  Kampret, ngapain pula Paman muda ceramah panjang lebar dulu baru kasih tahu masalah waktu?! "Next, tolong to the point ngomongnya Oh Kam Pret!  Lu ngomong ngalor ngidul baru akhirnya ngasih tahu kalau aku udah bangun kesiangan!" semprotku gemas. Kulemparkan benda di tanganku ke wajahnya.  Dia menangkap dengan cekatan lalu mengendusnya.  Asyem, itu cede gambar barbieku! "Woi Chacha Maricha, hobi betul kau ngelempar dalemanmu ke wajah gantengku.  Suka sih, tapi lebih demen isinya!  Sesekali lenpar dong isinya kemari," dia cengengesan full m***m. Aku mendekatinya, menoyor kepalanya, lalu merebut cedeku yang diremas-remas olehnya. "Lain kali aku beliin yang renda-renda ya, masa cede Chacha kayak cede anak TK begini," cemoohnya kurang ajar. "Heleh.. kayak gak tahu punya lu aja.  Spongebob kan?" ledekku membalasnya. "Kok tahu?" tanyanya polos. "Ya tahulah, aku yang cuci." Paman mudaku ini jenius, tapi masalah remeh temeh begini malah kesannya oon banget. "Idih, Chacha memang calon istri yang baik," pujinya sambil menepuk kepalaku lembut. Kucubit tangan nakalnya yang udah lancang memegang kepalaku.  Gimana-mana aku lebih tua darinya meski statusnya adalah pamanku! "Calon istri?  Ngimpi!" sarkasku. "Lho sekarang kan kita pacaran.  Jadi cepat lambat pasti menuju kesanalah. " "Ck, siapa yang pacaran?  Aku cuma bilang kau boleh menganggapku kekasihmu, sebagai sparing partnermu, " ralatku. "Chachaaaaaa.... kok gitu sih?!  Gak mau tahu!  Pokoknya Chacha itu pacarku!" Dasar bocah!  Ngambek kan dia, bibirnya jadi manyun.  Tapi kok malah bikin emesh, pengin nyipok.  Haishhh, otakku sepertinya udah terkena virus m***m paman mudaku!  Btw, kok kayak ada sesuatu yang kulupakan ya?  Aku berusaha mengingatnya dengan mengurutkan kejadian. "Anjrittt!!  Apa Boss Mantan masih menunggu di bawah?!"  Aku terlonjak bangun saking kagetnya. Mampuslah, bisa dipecat aku!  Gak lucu Boss datang terlambat gegara menjemput sekretarisnya yang bangun kesiangan. "Tenang dikit, napa?  Ini jam berapa?  Tadi dia datang jam tujuh pagi, Neng.  Bosmu udah kuatasi kok." Paman mudaku menarikku kembali duduk di sisinya. "Diatasi bagaimana?" aku meliriknya curiga. "Ya kubilang kau lagi sakit.  Hari ini gak bisa masuk kerja," sahutnya nyantai. Samber geledek!  Bocah ini udah membuatku bolos kerja! "Oh Kam Prettt!!  Kau udah membuatku jadi sekretaris unfaedah!  Gak masuk kerja itu dipotong gaji, tauk!" "Masa bosmu sesadis itu?" Aku melotot garang padanya.  Oh Kam Pret sialan itu hanya nyengir menanggapiku. "Ya udahlah, ntar aku yang ganti bayarin gajimu khusus hari ini.  Tapi waktumu full buat aku ya?"   ===== >*~*   Entah bagaimana setan cilik itu berhasil membujukku bolos kerja.  Dan sekarang aku berada di kampusnya. Menemaninya kuliah.  Bukan nemenin sih, tepatnya menunggunya kuliah. Aku menungu di kantin kampusnya sambil nyamil kuaci dan membaca n****+ romantis favoritku.  Kok temanya jatuh cinta sama brondong sih?  Jadi teringat pada brondongku yang m***m abis itu.  Dia rawan dilecehin tante-tante.  Bagaimana lagi, dia terlalu imut dan menggemaskan sih.  Moga-moga hatinya gak nyantol ke salah satu tante girang itu.  Eh, gak tau juga, selera Oh Kam Pret kan rada belok. Njirr...  Tadi pagi kan dia bertemu mantan gebetannya alias Boss Mantan.  Bagaimana ya pertemuan mereka tadi?  Jadi kepo..  Ih, apa gegara yang meminta ijin Oh Kam Pret jadi langsung diiyain sama Boss?  Biasanya kan bosku itu ketat banget kalau memberi ijin bolos.. eh, gak masuk kerja! "Kak, boleh kenalan?" tiba-tiba ada satu makhluk brondong yang datang menyapaku. Hmm, lumayan manis sih tampangnya dan kelihatan polos.  Jadi gak tega menolak permintaannya. "Kalau gak boleh gimana?" tanyaku menggoda. Muka cowok itu terlihat kecewa, "ya gapapa sih.." Lah, kok dia malah duduk di depanku sih? "Gak boleh kenalan, tapi boleh duduk disini kan?  Disini tempat umum," katanya memelas. "Siapa bilang gak boleh kenalan?  Boleh kok." "Jimmy, Kak!" seru cowok itu ceria, dia buru-buru mengulurkan tangannya. "Chacha Mesya," balasku. Kusambut uluran tangannya. "Makasih Kak, dan maaf." Maaf?  "Mengapa minta maaf?" tanyaku heran. "Ehmm..  Tadi teman-teman yang memaksaku berkenalan dengan Kakak.  Mereka pengin tahu nama Kakak." Apa?!  Rupanya aku telah dijadikan bahan taruhan cowok-cowok brondong itu?  Ck, ck.  Sialan! "Bukan untuk taruhan, Kak!  Swear!" jelas si Jimmy gugup. "Mereka penasaran, karena mereka gak pernah melihat Kakak di kampus sini.  Tapi gak ada yang berani dekatin Kakak.  Jadi kami hom pim pah.." "Kamu yang kalah?" tebakku to the point. Pipi si Jimmy merona malu. "Iya Kak, tapi gapapa sih.  Jadi bisa kenalan langsung sama Kakak." Kiyut juga nih cowok.  Asik diajak ngobrol sambil menunggu Oh Kam Pret selesai kuliah. "Kakak kuliah apa?  Angkatan berapa?" Yaelah, dia mengira aku mahasiswi sini.  Jadi kegeeran deh.  Tampilanku begitu imut ya? "Menurutmu, aku angkatan berapa?" pancingku penasaran. "Hmmm, paling Kakak dua tahun diatasku ya.." "Bukan!!" tiba-tiba terdengar suara ketus seseorang memotong pembicaraan kami. "Dia Chacha Marichaku.  Umurnya 26 tahun.  Tepatnya sebulan, dua minggu, tiga hari, 21 jam lagi!  Udah kerja.  Jadi gak level sama kamu, si brondong nyasar ini." Si Jimmy langsung cengo, dia mengamatiku dengan salting.  Asyemmmm..  Emang dia bukan brondong apa?!  Aku melotot geram pada Oh Kam Pret yang begitu muncul langsung duduk di sampingku dan tanpa permisi meraup kuaci yang udah susah payah kukupas dari tadi.  Nyam..  Nyam...  Dia memakan kuaci tanpa rasa sungkan sama sekali.  "Woi Chacha Maricha, pengin ya?" dia sok baik dengan menawari kuaci kupasan di tangannya. Itu punyaku!  Itu punyaku!  Pengin aku teriak gitu,  tapi malu.  Masa berebut kuaci kayak anak TK aja!  Sekonyong-konyong Paman muda menyuapiku kuaci yang ada di tangannya.  Aku gak bisa menolaknya.  Terpaksa kukunyah kuaci itu sambil berpikir..  Dia udah cuci tangankah?  Dia abis megang apa sebelum ini? Mataku melotot horor saat kulihat dia mengupil lalu menggaruk t*t*tnya.  Huekkkk... nyaris muntah aku dibuatnya. "Eh kamu, ngapain masih disini?!  Pigi sono!  Gangguin orang pacaran aja!" usir Oh Kam Pret ke Jimmy. "I-iya Kak..."  Dengan gugup Jimmy pergi meninggalkan kami. Kok dia manggil ‘kakak’ pada Oh Kam Pret?  Apa cowok itu gak tahu kalau paman mudaku ini lebih bocah dari dia?  Ish.. "Woi Chacha Maricha!  Kok ngelihatin cowok lain kayak gitu sih?!  Patah hati nih aku!" protes Oh Kam Pret manja. "Ck, lu nyebelin amat sih Oh Kam Pret!" "Oh gitu, nyebelin mana ama cowok tadi? " "Si Jimmy gak nyebelin.. dia imut, polos, dan menggemaskan.  Dan yang penting gak m***m kayak kamu!" cemoohku. "Apa?!  Kok gitu sih?!  Gak bisa!  Aku harus bikin perhitungan dulu." Dia mau ngapain?  Mau mengajak berantem? "Paman muda mau apa?" tanyaku was-was. "Mau bikin dia gak imut lagi," sahut Oh Kam Pret enteng. "Eitz, gak boleh!  Ayo kita pergi aja!" Kutarik Oh Kam Pret meninggalkan kampusnya.  Kali ini dia gak mau kugandeng, dia berjalan sambil melipat tangannya di d**a.  Ih, ngambek lagi kan. Kami sampai ke parkiran motornya.  Tanpa bicara sepatah katapun dia menyerahkan helm padaku. "Kita mau kemana?" tanyaku padanya. "Pulang," jawabnya dingin. "Enggak, ah.  Ayo kita jalan-jalan.  Kencan!" pancingku, lalu menunggu reaksinya. Sekilas matanya berbinar mendengar kata 'kencan'.  Tapi setelah itu meredup lagi. "Pulang aja, aku mau belajar. " Yee, sok jual mahal dia.  Aku gak kehilangan akal.  Kucoba terus menggodanya. "Bagaimana kalau kita kencan, nonton bioskop?  Pengin banget nonton film romantis.  Terus di gedung bioskop kan dingin tuh, jadi pengin meluk-meluk.  Lalu pas ada adegan ranjang atau kiss gitu...  Ih, gemes pengin.." Aku melirik Paman mudaku.  Ia menatapku sambil ngeces.  Sepertinya otak mesumnya mulai ‘on’. "Gimana?  Mau enggak?" Bola mataku sontak membulat saat melihat Oh Kam Pret menggelengkan kepalanya. "Itu terlalu bahaya.  Aku pengin jadi anak polos hari ini," ucapnya bertekad dengan lagak sok imutnya. Hah?  Gak salah dengar tah diriku?!  Tebak, setelahnya dia mengajakku kemana?  Ke salah satu theme park yang buka di siang hari! "Gak salah kita kencan disini, Paman muda?" sindirku halus. "Ini kan kencan ala cowok imut dan polos," katanya sok lugu, lalu dia mengajakku antusias, "Chacha, kita kesana yuk... main roller coaster!" Dih, sebenarnya aku takut ketinggian tapi gengsi mengakuinya.  Kurasa gapapa kali, paling cuma meliuk-liuk gitu aja kan?  Lagian, ada si Oh Kam Pret.  Kalau takut, aku bisa mejamin mata sambil memeluknya. Itu sih bayanganku.  Kenyataannya?  Gilak abizzzzzz!!  Ini mah bukan meliuk-liuk doang.  Tapi juga berbalik 180 derajat!  Ngeriiiiii!!  Aku memejamkan mata lalu memeluk Paman muda yang duduk di sampingku.  Lah, kok dia justru mendorong tubuhku menjauh?  Aku berusaha memeluknya lagi, eh dia makin keras mendorong tubuhku menjauh darinya. Apa-apaan sih?! Saking kesalnya,  gak sadar aku membuka mataku.  Jiahhhhh!!  Kenapa pemandangannya diatas sini mengerikan sekali?!  Aku menjerit histeris saat sadar aku bergantung terbalik macam kelelawar!!   ===== >*~*   Dalam perjalanan pulang, saat membonceng motornya, Oh Kam Prett masih bertahan gak mau ku sentuh.  Jadi, aku gak boleh pegangan di pinggangnya, melainkan di pinggiran jok motor.  Ini aneh banget!  Gak seperti Oh Kam Pret yang biasanya. Saking penasarannya, ketika berhenti di depan rumah, aku sengaja memeluk pinggangnya dari belakang sambil bertanya padanya, "mengapa hari ini kamu jadi sok alim, Paman muda?!" Dia menghela napas panjang, lalu dengan lagak malu-malu menjawab, "Pliss, jangan nodai kepolosanku Chacha.." Anjrit.  Mengapa kini aku berasa b***t banget?! "Oh Kam Pret, jangan pura-pura lagi deh!  Siapa yang m***m disini?!  Hayo, keluarkan kemesumanmu!" teriakku gemas. Tanganku bergerak aktif meraba tubuhnya... mengelus dadanya, mengelus perutnya, terakhir nyaris menyentuh selangkangannya.  Paman mudaku menggerang menahan desahan nikmatnya. Ayo, buka saja topengmu.. Jadi pengin nyanyi lagunya Noah.  Hehehe... "Oi... Paman muda, apa kamu terangsang?  Mana gaya sok alimmu tadi?" godaku binal. "Chacha!!"  Suara itu.... Astagah, itu Boss Mantan!!  Ngapain dia disini?  Cepat-cepat kuangkat tanganku dari atas tubuh Oh Kam Pret dan turun dari boncengan motor.  Aku menghampiri bosku dengan wajah frustasi.  Mampus deh!  Aku bolos kerja kan gegara disumpahin sakit oleh Oh Kam Pret, apesnya sekarang malah keciduk abis jalan-jalan naik motor. "Boss..  Sudah lama?" tanyaku sambil cengengesan pura-pura gak berdosa. "Hmm, cukup lama hingga bisa melihat aksi m***m kamu mengoda pamanmu yang masih bocah," sindirnya ketus. Wajahku terasa panas.  Apa Boss marah karena aku menggoda gebetannya?  Berarti perasaannya pada Oh Kam Pret masih kuat! "Boss cemburu ya?"  Sial.  Ngapain juga aku bertanya hal riskan seperti ini? "Apa?  Cemburu?!  Makin ngawur saja kamu, Cha!" Wajah Boss nampak manyun.  Tentu dia gak mau aibnya dibongkar.  Gimana gak nista?  Jeruk makan jeruk!   "Maaf, Boss.  Lah, terus ngapain Boss kemari?" "Memantau kamu.  Benar kan tebakan saya, kamu sudah membohongi saya.  Bolos kerja dengan alasan sakit!  Potong gaji setengah bulan!" Shittttt!!  Sadis amat hukumanku. "Boss, saya gak bohong lho.  Tadi pagi saya memang sakit.  Kecapekan gegara lembur semalam.  Tapi siang hari udah enakan.  Jadi daripada cengo di rumah, saya menemani paman jalan-jalan.. “ kataku beralibi. "Bagaimana kondisi kutil kamu?" tanya Boss sinis. "Kutil a-apaan?"  Cih, kok tiba-tiba Boss ngomongin kutil sih? Boss mendengus kasar. "Tadi pagi dia meminta ijin buat kamu dengan alasan ada kutil besar bernanah di pantatmu.  Yang sudah siap meletus!  Jadi kamu tak bisa duduk, dan harus berbaring terus di ranjang.  Tapi anehnya, malam ini saya lihat kamu fine-fine saja!  Bahkan sudah bisa duduk di boncengan motor," ketus Boss. Oh Kammmm Pretttttt!!  Dari sejuta alasan di muka bumi ini, kenapa lu menyodorkan alasan senista itu sih?!  Aku sampai gak bisa membantah saking syoknya.  Habislah aku kali ini! Aku menunduk, gak berani menentang pandangan berapi-api milik Boss.  Lalu tatapanku jatuh pada kresek putih yang dibawanya.  Loh itu kan bubur ayam kesukaanku?  Apa Boss membawakan bubur itu gegara dikiranya aku betul-betul sakit?  Ada perasaan bersalah yang menggelayuti hatiku. "Maaf Boss..." gumamku sedih. "Kalau kata maaf itu cukup, penjara tak akan penuh penjahat!" sarkas Boss. "Bosss, Boss mau menjarain aku?" tanyaku kelu. Lah, kok Boss malah menatapku garang?  "Susah sekali bicara dengan cewek lemot seperti kamu!  Saya pergi dulu, disini banyak virus gila dan oon!" Dia berbalik meninggalkanku. "Boss..." panggilku pelan. "Mengapa?  Mau menahan kepergian saya?" sahut Boss tanpa menoleh. "Ehmm, bukan.  Tapi bubur itu.. bukannya buat saya?" pintaku takut-takut. Boss melirik kresek di tangannya. "Jangan geer kamu!  Ini buat kucing saya." Dan aku pun batal mendapatkan bubur kesukaanku, justru gantinya memperoleh senyuman sinis Boss.  Sial..     ===== >*~*   "Huaaasaaaaa!!" Aku menangis pilu sekali, entah aliran airmata yang kutumpahkan sudah jadi berapa ember!  Oke,  ini lebay.  Kalau airmataku bisa mengalir berember-ember, mending aku jadi penjaja air galonan, keliling kampung  yang sering minus air. Tapi sungguh aku frustasi banget malam ini.  Hayati lelah.  Pamanda datang menghibur. "Ponaknda, jangan sedih.  Ada Pamanda selalu di samping Ponaknda.  Suka duka kita jalani bersama, bahu membahu, tidak sikut menyikut, tidak gigit menggigit, peluk memeluk boleh, cium mencium sangat dianjurkan, kalau bisa lanjut tidur menidurin.. " Pletak!  Kujitak kepalanya gemas. "Pamanda!"  Haiishh, kok aku ikut-ikutan alay pakai bahasa telenovela sih! "Itu menghibur apa modus sih?" ucapku sebal. "Dua-duanya, Sayang.. " Hatiku berdesir mendengar kata ‘sayang’ keluar dari mulut Paman muda. "Cih, kok m***m lagi?  Bukannya tadi udah menjelma jadi cowok alim ulama?" sindirku. "Ish, tadi itu salahmu Chacha Maricha!  Gegara kau bilang lebih suka si Jimmy yang polos, imut, pemalu, dan gak suka m***m, iya kan?" "Njir... jadi itu yang bikin lu berlagak sok alim dan.... " "Imut!" sambung Paman mudaku sambil ber aegyo ria. Tahu kan aegyo kayak apa?  Seperti yang sering dilakukan bintang-bintang Korea itu lho.  Kedua pergelangan tangan bagian dalam ditempelkan, terus ditaruh dibawah dagu, semacam itulah.   Imut dan lucu kan?  Jadi gemas aku.  Saking gemasnya, kutarik hodie yang dipakai Paman muda hingga menutupi kepalanya.  Lalu kukecup bibirnya.  Cup. Dia menatapku memelas. "Aku gak boleh balas ya.  Kan gak boleh m***m, harus polos..." keluhnya sedih. Aku tertawa ngakak mendengarnya.  Omo, ini lucu banget!  Paman mudaku makin manyun karena merasa kuledekin.  Kacian ah,  anak orang digodai mulu.  Ntar nangis berabe.   "Paman muda, aku gak bilang lebih suka Jimmy yang pemalu dan polos itu.  Be yourself lah." Matanya langsung berbinar-binar menatapku. "Woi Chacha Maricha, jadi lu lebih suka aku yang m***m kan?  Berarti lu suka dimesumin?" "Eitzz!!!  Aku gak bilang begi... " Terlambat!  Paman muda langsung melompat keatas tubuhku dan menyerbu bibirku dengan ganas.  Sepertinya dia pengin menyalurkan gejolak hasrat mesumnya yang udah meluap-luap dari tadi! Jiahhhhhhhh!!   ===== >*~* Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN