Bab 2 : Panti Asuhan

1141 Kata
Pagi ini, Bianca berencana untuk pergi mengunjungi panti asuhan tempat dia dibesarkan. Setelah mengenakan sedikit parfum, Bianca mengambil kunci mobil yang berada di meja nakas dan turun menuju lobi apartemennya. Bianca mengambil ponsel yang berada di saku celananya dan mengetik sebuah nama. --- To : Farah Far, aku akan pergi ke apartemenmu sekarang. --- Tebakan kalian benar. Bianca berencana untuk pergi ke panti asuhan itu dengan Farah. Apakah kalian ingin tahu sebuah fun fact? Bianca dan Farah tinggal di dalam satu panti asuhan yang sama. Ini yang membuat Farah menjadi satu-satunya teman Bianca hingga saat ini. Bianca berjalan menuju parkiran mobil yang terletak di basement apartemennya. Sebuah mobil Mini JCW GP Inspired Edition terparkir manis di sana. Sesaat, Bianca tersenyum tipis. Mobil ini adalah mobil pertama yang Bianca beli dari hasil keringatnya bekerja sebagai wanita sewaan. Saat Bianca memasuki mobil, ponselnya bergetar, memberikan notifikasi pesan dari Farah. --- From : Farah Hati-hati, Caca! Aku akan menunggumu di lobi. --- Bianca mengendarai mobilnya keluar dari kawasan apartemen. Cuaca yang cukup cerah membuat mood Bianca terasa bagus hari ini. Tidak butuh waktu lama, Bianca sampai dengan cepat di depan apartemen Farah. Farah melambaikan tangannya dan masuk ke mobil Bianca. "Kelihatannya mood mu sangat baik," ucap Bianca menggoda Farah. "Kemarin, seseorang memberikanku uang sebesar 25 juta. Itu yang membuat mood ku baik." sindir Farah senang. "Kamu sudah membantuku banyak hal. Sepertinya itu tidak cukup untuk membalas kebaikanmu." ucap Bianca tulus. Farah tersenyum, "Kita sudah berteman sejak kecil. Aku pasti akan ada di sampingmu baik suka maupun duka." Bianca menatap Farah dengan rasa syukur yang dalam. Walaupun dia tidak memiliki orang tua, setidaknya ada Farah yang akan selalu menemaninya dalam situasi apapun. "Kita berangkat sekarang?" tanya Bianca dengan antusias. "Let's go!" Perjalanan mereka menuju panti asuhan membawa mereka melewati jalan raya yang ramai dan pemandangan kota yang sibuk. Bianca memandang ke luar jendela, membiarkan kilauan cahaya matahari pagi menyinari jalanan. Sesekali, tertawaan ringan mereka mengisi ruang kecil di dalam mobil, menciptakan suasana hangat di antara keduanya. Setelah melewati jalanan kota yang sibuk, mereka tiba di depan pintu gerbang yang besar dan kokoh. Panti asuhan itu terletak di pinggiran kota, dikelilingi oleh pepohonan yang hijau dan udara segar yang jauh berbeda dengan hiruk-pikuk kota. Bianca memarkirkan mobilnya di area parkir panti asuhan. Mereka berdua keluar dengan senyuman di wajah, melangkahkan kaki melewati gerbang panti asuhan, dan suasana tenang serta damai langsung menyambut mereka. Udara segar bercampur dengan bau tanah dan dedaunan basah menyejukkan hati. Pohon-pohon besar menjulang tinggi, terlihat rindang pada seluruh area panti asuhan. "Sungguh, rasanya seperti pulang," ucap Bianca sambil menghirup udara segar. Farah setuju, "Ya, ingat ketika kita berdua bermain di halaman ini? Rasanya seperti baru kemarin." "Benar." Mereka menuju bangunan utama panti asuhan, sebuah struktur yang terkesan tua namun tetap terjaga dengan baik. Pintu kayu besar terbuka, dan mereka disambut oleh suasana hangat dari para staf dan anak-anak yang bermain di ruang tengah. "Bianca! Farah!" sapa seorang perawat paruh baya yang tersenyum lebar. Bianca ingat, dia adalah salah satu perawat paruh baya yang sudah merawatnya sejak kecil. Sebuah ketenangan bagi Bianca karena melihat perawat itu masih dalam keadaan yang sangat bugar. "Bibi Laura!" Bianca memeluknya. "Apa kalian mencari Eliza?" tanya bibi Laura. Farah mengangguk, "Dimana bibi Eliza?" "Dia berada di taman. Kalian bisa pergi ke sana." jelas bibi Laura. Bianca tersenyum, "Kami akan menyapa bibi Eliza terlebih dahulu." Bianca dan Farah melangkah ke arah taman panti asuhan, tempat mereka sering bermain dan bercanda semasa kecil. Taman itu dipenuhi dengan berbagai macam bunga yang bermekaran, dan suara riang anak-anak yang sedang bermain di sekolah di dekatnya terdengar semakin dekat. Saat mereka tiba di taman, pandangan mereka tertuju pada seorang wanita paruh baya yang duduk di bangku taman sambil membaca buku. Wanita itu, bibi Eliza, adalah sosok yang telah menjadi sosok ibu pengganti bagi banyak anak-anak di panti asuhan ini, termasuk Bianca dan Farah. "Bibi Eliza!" seru Bianca sambil berlari mendekat. Bibi Eliza mengangkat kepalanya, dan senyum hangat terhampar di wajahnya begitu melihat kedatangan Bianca dan Farah. "Hai, sayang-sayangku! Apa kabar?" "Kami baik, bibi," jawab Farah sambil tersenyum. Bianca duduk di sebelah bibi Eliza, "Apa renovasi gedung lama sudah selesai, bibi?" Bibi Eliza mengangguk, "Ya, anak-anak sudah menempati gedung itu sekarang." "Syukurlah." Bibi Eliza menatap Bianca dan Farah secara bergantian, "Ini semua berkat kalian." Farah menggeleng, "Tidak, bibi. Ini karena bibi yang sudah tulus merawat kami. Memberikan sedikit donasi untuk memperbaiki panti asuhan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kasih sayang yang bibi berikan." Bianca mengangguk setuju, "Aku datang untuk memberikan sedikit donasi lagi. Semoga ini bisa membantu anak-anak yang ingin menempuh pendidikan lebih tinggi." Bibi Eliza tersenyum penuh rasa terharu, "Terima kasih, sayang-sayangku. Kalian selalu membawa kebahagiaan ke dalam hidup anak-anak di sini." Bianca mengeluarkan amplop kecil yang berisi cek dan menyerahkannya kepada bibi Eliza. "Ini untuk kebutuhan panti asuhan, bibi. Semoga bisa membantu." Bibi Eliza menerima amplop itu dengan penuh cinta, "Kalian berdua adalah berkat bagi kami di sini. Terima kasih atas segala bantuannya, tidak hanya materi, tapi juga kasih sayang dan dukungan kalian." Setelah berbincang sejenak dengan bibi Eliza, Bianca dan Farah memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak panti asuhan. Mereka bergabung dengan beberapa anak yang sedang bermain di taman, ikut tertawa, dan merasakan keceriaan yang masih sama seperti dulu. Seiring berjalannya waktu, Bianca dan Farah diajak berkeliling oleh beberapa anak-anak yang ingin menunjukkan perubahan dan renovasi yang telah dilakukan di panti asuhan. Gedung-gedung yang lebih baru dan fasilitas yang lebih baik menjadi bukti bahwa donasi dan perhatian dari Bianca dan Farah telah memberikan dampak positif. Mereka melihat ruang kelas yang lebih modern dan dilengkapi dengan teknologi pendidikan terkini. Perpustakaan panti asuhan yang dulu minim buku kini terisi penuh dengan berbagai judul, memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk belajar dan membaca dengan lebih baik. Bianca merasa bahagia melihat perkembangan positif ini. "Ini luar biasa, bibi Eliza. Panti asuhan ini semakin membaik dari hari ke hari." Bibi Eliza mengangguk, "Semua ini berkat dukungan dan donasi kalian. Anak-anak di sini sekarang memiliki lebih banyak peluang untuk meraih impian mereka." Setelah berkeliling, mereka kembali ke taman dan duduk bersama di bawah pohon besar yang memberikan teduh. Anak-anak panti asuhan bergabung dengan mereka, bercerita tentang mimpi-mimpi mereka dan bagaimana panti asuhan telah memberikan mereka harapan untuk masa depan yang lebih baik. Bianca terpukau mendengarkan cerita-cerita itu. Ia menyadari bahwa meskipun kehidupannya tidak selalu mudah, namun dia memiliki kesempatan untuk memberikan dampak positif pada kehidupan anak-anak yang membutuhkan. "Wah, impian kalian sangat luar biasa. Aku yakin kalian semua bisa meraihnya," ujar Farah dengan penuh semangat. Seorang anak perempuan mendekati Bianca, "Ka Caca," Bianca tersenyum tipis, "Ya? Ada yang bisa aku bantu, Rara?" "Te-Terima kasih karena sudah membelikan kami sebuah piano." ucapnya malu-malu. Tunggu. Bianca sedikit terkejut mendengar itu. Pasalnya, Bianca tidak pernah membelikan anak-anak panti asuhan sebuah piano. Dia tahu betul bahwa donasi yang diberikan Bianca dan Farah sepenuhnya digunakan untuk renovasi gedung. "Pi-Piano?" tanya Bianca memastikan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN