Part 8- Bertemu Adik Tingkat

1148 Kata
"Afsa, ya?" tanya Yasna pada gadis berambut pendek berwarna hitam dengan model bob itu. Ia tak asing dengan mata Afsa yang keabu-abuan juga tahi lalat di pipinya yang membuat gadis itu terlihat manis. Afsa tersenyum, memperlihatkan deretan giginya yang rapih. "Duduk sini, Kak. Aku traktir deh," ucapnya sembari menepuk kursi di sampingnya. Kebetulan ia duduk di dekat pintu masuk.  "Eh, iya deh." Yasna tidak enak jika menolak, lagipula ia juga sudah lama tidak bertemu adik tingkatnya itu yang satu komunitas dengannya dulu. Bedanya Afsa kuliah jurusan Akuntansi. "Tumben kamu di sini, Af." Ia tahu jika Afsa bekerja di sebuah perusahaan asuransi yang letaknya cukup jauh dari cafe ini. "Eh iya, Kak. Habis ikut meeting di resto deket sini jadi mampir deh. Ngantuk soalnya mau ngopi dulu. Mau aku pesenin minuman kak sama cake, ya?" Afsa beranjak dari kursinya. "Eh, nggak usah, Af. Aku ada kok. Makan di sini aja deh jadinya, mumpung ada temen." "Yah, ya udah nanti aku pesenin lagi buat take away ya. Kan kita biasa saling traktir waktu jaman kuliah." Afsa tersenyum tipis. "Iya juga ya. Udah lama banget." Yasna mengeluarkan minuman miliknya. "Gimana pekerjaan kamu sekarang? Denger-denger lolos perekrutan perusahaan bagus ya." Ia tahu bagaimana cerdasnya Afsa yang selalu mendapat beasiswa di kampusnya dulu. Dia juga mahasiswi yang aktif di kegiatan non akademik. "Iya alhamdulillah, Kak. Baru setahun sih. Kakak gimana? Eh, kerja dimana sih sekarang? Susah sih kontak kakak sekarang, jarang aktif di grup juga ya." "Iya sih. Aku kerja di rumah sakit di sebrang tuh. Cuma staff aja kok," ucap Yasna sembari mengulum senyum. Jika dibandingkan dengan pekerjaannya, pekerjaan Afsa jauh lebih meyakinkan. Bukan Yasna tak bersyukur, ia hanya tahu beberapa kelebihan menjadi karyawan di perusahaan yang Afsa tekuni sekarang. "Kakak udah tunangan?" Tatapan Afsa malah beralih ke cincin yang melingkar di jari manis Yasna. Matanya tampak berbinar seolah ingin sekali menyematkan cincin di jari manisnya sendiri. Impiannya memang menikah di usia muda, sayangnya ada hal yang membuatnya tidak bisa menikah cepat. Tentu saja karena pria yang ia idamkan hingga saat ini masih tak jelas dimana keberadaannya.  "Oh ini." Yasna mengulum senyum sembari mengusap cincinnya. "Belum tunangan resmi sih hanya baru dikasih pribadi aja. Doain aja ya." "Wah! Siapa calonnya kak? Kenal dari kampus atau apa nih? Kerja di rumah sakit pasti luas ya ruang lingkupnya. Jangan-jangan dokter?" tanya Afsa dengan antusias. Wajah Yasna memerah. "Iya calon dokter spesialis, InsyaAllah. Dia masih kuliah juga di Bandung jadi LDR dulu deh." "Wah hebat. Semoga lancar ya kak. Jangan lupa undang-undang aku," ucap Afsa yang terlihat sangat senang. Meski ia sendiri ingin sekali cepat dapat jodoh seperti Yasna. Padahal ia tahu sejak jaman kuliah, Yasna tak pernah dekat secara spesial dengan pria mana pun. Tapi Yasna malah akan segera menikah di usianya yang masih cukup muda. Sementara ia yang ngebet nikah tapi belum juga ketemu jodohnya. Apalagi calon suami Yasna adalah dokter, ia jadi teringat dengan cinta pertamanya.  "Iya pasti, Af. Kamu sendiri gimana? Bukannya kamu pengen banget nikah muda ya?" Yasna dan Afsa memang saling mengenal dekat satu sama lain. Karena mereka berada di komunitas yang sama dan sering mendapat pekerjaan yang sama di komunitas mereka. Apalagi Afsa adalah gadis yang agak cerewet, sangat pas dengan Yasna yang agak pendiam.  "Ya pengen sih tapi belum ada jodohnya, Kak." Afsa terkekeh kecil kemudian menyedot strawberry milk shake miliknya. "Aku masih menunggu seseorang." Kali ini ia mengulum senyum, menatap ke arah Yasna penuh arti. "Wah! Semoga berjodoh ya." "Aamiin." Yasna pun menatap ponselnya yang baru saja bergetar. Ternyata pesan dari Razan. Pria itu mengatakan jika dirinya baru selesai kuliah dan akan pulang ke asrama. Hal-hal kecil seperti itu pun selalu pria itu kabarkan ke Yasna, sehingga gadis itu merasa begitu spesial dengan perlakuan kecil yang Razan lakukan padanya. Gadis itu mengulum senyum sembari membalas pesannya ke Razan.  "Oh sudah hampir magrib. Sepertinya aku harus segera pulang," ucap Afsa yang segera membereskan tasnya. "Kakak juga pulang? Mau bareng?" tanyanya. "Nggak usah, Af. Lagian kosanku deket kok." Yasna menggeleng pelan sembari tersenyum sopan. "Oh ya udah deh. Seneng akhirnya ketemu kakak. Jangan lupa undangan pernikahannya ya." Afsa mengedipkan sebelah matanya sebelum beranjak dari kursinya. "Aku duluan ya kak. Oh ya cake untuk kakak aku pesenin ya." Gadis itu berjalan ke arah meja kasir dan tampak memesan cake. Lalu menyerahkan paper bag ke arah Yasna. "Aku duluan ya, Kak." "Waalaikumsalam. Hati-hati, Af. Makasih cakenya." Yasna mengangguk kecil dan menatap Afsa yang keluar lebih dulu ke arah parkiran cafe. Ternyata Afsa membawa mobil. Maklum sih, sejak kuliah memang Afsa sudah membawa mobil sendiri. Rumahnya pun sangat besar karena kedua orangtua gadis itu adalah pengusaha toko elektronik yang punya banyak cabang. Tapi Yasna salut karena Afsa adalah pribadi yang sederhana dan tidak pernah sombong. Setelah mobil Afsa keluar dari parkiran, Yasna pun beranjak dari tempatnya sembari membawa dua paper bag di tangannya dan di tangan satunya membawa minumanya yang belum sempat ia habiskan. Ia pun berjalan menuju kosannya dengan langkah lebar karena hari sudah mulai gelap. Tak lama ponselnya bergetar ketika Yasna baru sampai di gerbang kosnya. Ternyata panggilan dari Razan. Ia pun segera menjawab telepon itu. "Halo, assalamualaikum, Mas." ................ Pagi adalah waktu terbaik yang Yasna sukai. Setelah solat subuh, ia suka duduk di samping jendela sembari menikmati s**u hangat dan roti tawar buatannya sendiri. Menatap langit pagi saat matahari mulai terbit adalah pemandangan favoritnya. Apalagi udara pagi masih sangat bagus dan membuat moodnya meningkat.  Sementara itu di tempat lain, Afsa masih berkutat dengan laptopnya. Menjelang akhir pekan memang banyak laporan yang harus ia selesaikan, tak jarang ia harus begadang demi deadlinenya. Kantung mata yang menghitam sudah menjadi temannya selama ini dan juga secangkir kopi atau bisa lebih. Ia cukup ketergantungan dengan minuman bercaffein itu.  Ponselnya tampak bergetar, memperlihatkan notif masuk dari sahabatnya yang saat ini tinggal di Bandung.  Tebak aku lihat siapa? Pesan dari Yasmin membuat Afsa mengerutkan keningnya. Lalu sebuah foto masuk ke kotak masuknya. Foto pria yang diambil dari sisi kanan dan sepertinya Yasmin mengambil foto itu diam-diam dari jarak tertentu. Agak buram memang tapi Afsa sangat mengenali sosok di foto itu.  "Kak Razan?" Afsa mengulum senyum. Lalu segera membalas pesan dari Yasmin untuk mengetahui keberadaan pria itu. Ia ingin tahu dimana Razan sekarang dan siapa tahu ia bisa menemuinya. Tak apa meski ia terlihat ambisius untuk mendekati Razan lebih dulu. Nggak ada salahnya kan kalo seorang gadis yang menyatakan perasaannya duluan? Toh ia juga menyesal karena sejak dulu tidak pernah mengatakan soal perasaannya pada Razan hingga akhirnya ia kehilangan kontak senior sekolahnya semasa SMA.  Memang bertahun-tahun sudah berlalu tapi perasaan di hati Afsa masih sama. Bahkan meski Razan tampak jauh lebih dewasa sekarang, Afsa masih sangat mengenalinya.  Sorry, Af. Kabar buruknya, aku dengar dia akan bawa calon istrinya ke rumah. Jadi kayaknya kamu harus lupain dia deh.  Deg!  Sudut mata Afsa mendadak basah, gadis itu menggelengkan kepalanya dengan kuat. Apa iya kini ia benar-benar harus melupakan Razan? Cinta pertamanya? Dan... siapa wanita yang beruntung itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN