BAB 21 C

1005 Kata
SUAMI ONLINE BAB 21 C Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mereka berkumpul dengan penuh kehangatan. Bahkan pujian untuk camilan yang ada membuat Kenes merasa tersanjung. Meskipun sebagian besar yang membuat itu ibunya. Kesempatan berkumpul seperti ini jarang sekali terlaksana karena jarak mereka yang berjauhan dan juga kesibukan. Makanya Kenes merasa bahagia bisa berkumpul hari ini. Begitu juga dengan para mertua yang tidak ingin membuang kesempatan untuk meminta sesuatu yang mereka inginkan. Apalagi kalau bukan meminta cucu yang akan menambah kehangatan keluarga. "Kalian kapan mau kasih kita cucu, Nes?" Pertanyaan mamanya Danesh membuat kedua pengantin baru itu tersedak wajik. Mereka bergegas mengambil air minum untuk meringankan keadaan tenggorokannya. Setelah merasa lebih baik, Danesh menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan untuk memulai menjawab. "Buat cucu itu mudah, Bu ... yang sulit itu merayu Tuhan supaya mau memberikannya dengan cepat," jawabnya yang terkesan baik-baik saja. Dalam hatinya sungguh merasakan mulai tertekan karena semakin mengarah tuntutan. "Ayah bantu doa biar cepet," ucapnya sembari makan pisang goreng. Kenes mulai terbiasa mendengar keinginan mereka. Jauh di lubuk hatinya, ia juga menginginkannya. Akan tetapi, ada ketakutan tidak bisa menjadi ibu yang baik. Secara waktunya banyak digunakan untuk bekerja dan bekerja. Jika nanti memiliki anak siapa yang akan merawatnya? Tidak mungkin ia membiarkan ibunya merawatnya dengan usia yang semakin tua. Itu namanya keterlaluan. "Aih, kenapa aku membayangkan apa yang belum terjadi?" batinnya. Wanita yang masih bimbang itu menatap sekeliling untuk membuang segala risau. Ia yakin nanti akan ada jalannya sendiri jika kesempatan itu menghampiri dirinya. Sedetik kemudian ia menarik bibirnya membentuk senyuman. "Semoga keinginan kita semua didengar Tuhan," ucap Kenes yang diamini oleh semua keluarga. Harapan akan selalu ada jika mau bersungguh-sungguh berusaha menggapai mimpi. Danesh percaya itu. ~ Waktu terasa begitu cepat apabila keluarga melebur menjadi satu. Sekarang saatnya mereka berpisah. Setelah semua piring kotor dibersihkan oleh ketiga wanita tangguh dengan kerja sama luar biasa, mereka berpamitan pulang. Orang tua Kenes pulang lebih dulu karena sudah menginap satu malam. Tidak ada oleh-oleh istimewa yang diberikan Kenes pada sang ibu. Karena semua sudah tersedia di rumah. Hanya satu oleh-oleh yang belum bisa diberikan, yakni cucu. "Ibu sama Bapak pulang dulu. Kamu hati-hati, jangan bertengkar, yang rukun. Kalau ada masalah dibicarakan, jangan dipendam. Karena menikah itu menyatukan dua misi yang berbeda menjadi satu," pesan sang ibu. "Oh, ya, satu lagi ... jangan lupa buatin Ibu cucu yang paling ganteng dan cantik," imbuhnya lagi. Kenes menghela napas dalam mendengar nasihat yang selalu sama. Usianya yang tidak lagi muda sudah cukup mengerti apa yang harus dilakukan. "Iya, Bu, aku ingat," jawabnya. Kenes mencium punggung tangan sang ibu sebelum motor membawa mereka menjauh dari pandangan. Tangan kanannya melambai sebagai tanda sampai jumpa. Sedangkan orang tua Danesh kemungkinan pulang sore hari. Mungkin masih ingin bersama dengan anaknya. Kenes masuk ke rumah setelah bayangan orang tuanya tidak terlihat lagi. "Udah nganter Ibu sama bapaknya?" tanya Danesh saat istrinya sudah duduk di sebelahnya. "Hm ...," jawab Kenes lirih. Danesh menatap wanita yang sejak kemarin bekerja keras mempersiapkan acara ini terlihat begitu lelah. Wajahnya juga tampak pucat, tidak sesegar biasanya. Kenes memejamkan kedua matanya menikmati nyamannya duduk di sofa empuk. Tubuhnya terasa begitu lelah dan capek. Ia ingin merebahkan sejenak raganya di kamar. "Mas, aku ke kamar dulu, ya? Pengen istirahat sebentar," pamit Kenes yang langsung bangkit menuju kamarnya. "Mau aku temenin enggak?" tawar sang suami. Kenes berbalik dan menjawab, "Enggak usah, Mas. Kamu temenin aja Ayah sama Mama." Semakin lama berdiri rasanya kepala terasa pusing. Jadi, Kenes bergegas menuju kamarnya. Ia tidak peduli wajah suaminya yang terlihat khawatir. Setelah tidur beberapa jam, ia yakin akan kembali segar seperti semula. Danesh kembali duduk di sofa sambil makan camilan yang masih tersisa. Ia membiarkan wanitanya beristirahat sejenak dan tidak ingin mengganggunya. Biarlah nanti kalau orang tuanya akan pulang baru dibangunkan. "Kenes mana?" tanya sang mama yang tidak melihat keberadaan mantunya. Seingatnya, saat hendak ke kamar mandi mantunya pergi mengantar besan pulang ke depan rumah. Akan tetapi, sekarang tidak kelihatan sama sekali. "Kenes lagi tidur, Ma. Kelelahan kayaknya," jawab Danesh dengan wajah khawatir. "Oh ... pekerja keras tanpa kenal lelah dia. Mungkin sekarang sedang butuh istirahat. Kamu enggak temenin?" tanyanya lagi. Danesh mendesah kasar. Ia ingin menemani Kenes tapi ia menyuruh untuk bersama ornag tuanya. "Kita pulang sekarang apa nanti, Ma?" Ayah bertanya setelah mencari udara segar di luar. "Sekarang aja lah ... takut kesorean." "Sebentar, Ma ... aku bangunin Kenes dulu." Danesh bangkit dan berlari menuju kamarnya. Ketika pintu terbuka, ia bisa melihat istrinya tengah tidur dengan sangat nyaman. Perlahan sang pria duduk di tepi tempat tidur, lalu mengusap lembut tangannya agar terbangun. "Sayang ... bangun. Kita anter mamaku dulu, yuk? Bangun dong ...," ucapnya sambil terus mengusap tangan sang istri. Hanya rintihan yang terdengar dari bibirnya. Seperti suara orang kesakitan. Tangan kanan Danesh segera terangkat dan memeriksa dahi sang istri. Betapa terkejutnya saat Danesh merasakan suhu tubuh istrinya sedikit panas. Wajahnya berubah panik. Selama tinggal bersama, ia belum pernah melihat Kenes selelah sekarang. "Sayang ... bangun ... kamu enggak enak badan?" tanya Danesh lagi dan lagi. Namun, tidak ada respons sama sekali. Danesh berlari meninggalkan kamar dan menuju ruang tamu bertemu dengan sang mama. Air matanya menetes begitu saja melihat wanita yang biasanya galak dan ceria terbaring dengan mata terpejam. "Ma ...." "Mana Kenesnya?" "Kenes ...." Tangisan Danesh pecah begitu saja. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Sang mama ikut merasa khawatir melihat anaknya panik. "Ada apa sama Kenes?" Mama jadi merasa khawatir. "Itu, Ma ... Kenes ...." "Kenes kenapa?" "Badannya lumayan panas. Aku takut terjadi apa-apa, Ma ...." Danesh kembali menitikkan air mata. Ia tidak mau melihat wanita yang biasa aktif dan cerewet tiba-tiba lemah. "Ya udah bawa ke bidan aja. Di sebelah gang sana kayaknya tadi ada," titah sang mama. Danesh semakin bertambah bingung kenapa Kenes harus dibawa ke bidan. Kan, ia sedang tidak mengandung. "Kenapa ke bidan? Bidan, kan, tempatnya periksa kandungan." -----***---- Bersambung Tidak lelah meminta jejak love untuk Danesh dan Kenes. Tidak apa kalau ke bidan sementara? Buat Lian dan Mayasha juga bisa di Wanita Panggilan, atau Nesha dan Arfan dalam Mertua Super Duper. Saya pencari love.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN