Black Rose - 12

1213 Kata
Author's POV * Calista merasa seperti sedang melihat sebuah film di layar yang sangat besar. Namun ia tak dapat melihat jelas, wajah para pemeran film itu. Ia terhanyut, seperti masuk ke dalam kisah romansa yang ia tonton. Sang wanita berambut panjang itu tampak masih sangat belia. Ia tampak behagia dan melompat-lompat senang saat mendapat buket bunga dari kekasihnya. "Makasih ya, Mas!" Seru perempuan itu. Akhirnya, Calista bisa mendengar suara lembut wanita itu. "Just for you, Whitle Lily," 'Krrrrriiiingggg' Calista terpenjat saat mendengar alarmnya berbunyi nyaring. Apa yang barusan itu? Apa dia baru saja bermimpi? Tapi kenapa rasanya sangat nyata? Calista menatap bayangannya dari pantulan cermin. Matanya memerah, seperti orang yang kurang tidur. "Ah.. andai saja alarm bodoh itu tidak mengganggu tidurku, pasti aku bisa menikmati drama dalam mimpiku semalam dengan lebih puas," gumam Calista sembari mengikat rambutnya. Ini adalah kali kedua ia memimpikan tentang 'mereka'. Si gadis white lily dan kekasihnya. "Kenapa rasanya sangat nyata? Apa aku pernah melihat adegan seperti semalam di dunia nyata? Apa aku mengenal mereka?" Calista terus bertanya-tanya. Ia yakin, itu bukan mimpi biasa. Tapi sudahlah. Toh ia harus segera bersiap ke kampus sekarang. Selesai mandi, Calista bergegas ke meja makan. Ada Hendra dan Mitha yang menyambutnya dengan senyum, seperti biasa. "Ada kelas pagi, Sweety?" tanya Mitha pada putri kesayangannya. Calista mengangguk penuh semangat. Lalu ia segera menyantap menu makan pagi hari itu dengan lahap, seperti biasa juga. Sesuatu yang aneh kembali terjadi saat Calista turun dari mobil. Ia menginjak setangai bunga yang sepertinya memang sengaja diletakkan di situ. "Lagi?" gumamnya. Kenapa bisa sangat pas di tempat Calista memijakkan kakinya? Apakah yang meneror Calista selama ini adalah manusia? Atau... bukan? Calista mengambil setangkai mawar hitam di kakinya. Benar-benar aneh. Rasanya tidak mungkin kalau yang menerornya selama ini adalah manusia biasa. "Cal!!" Calista tersentak dan langsung menoleh ke arah datangnya sumber suara. Ternyata ada Kenny di sana. Kenny melambai-lambaikan tangannya sambil berlari ke arah Calista. "Black rose lagi?" tanya Kenny. "Hmm.. by the way, kok jadi seram ya kalau kamu yang ngucapin kata itu?" canda Calista yang tidak mau terlalu memikirkan soal teror itu. Toh, ia juga sudah mulai terbiasa. "Horor amat. Lagian kok bisa pas banget sih kamu yang nemu? Kamu nemunya di mana?" selidik Kenny sambil mengajak Calista mulai berjalan. Calista mengangkat kedua bahunya pertanda jika ia juga tidak tahu, dan terkesan seperti ia memang tidak mau tahu. "Bahaya nggak sih, Cal? Apa sebaiknya kita laporin ke polisi aja?" usul Kenny. "Iya kalau manusia, Ken. Gimana kalau ternyata yang teror aku selama ini bukan manusia?" tanya Calista. Kenny tampak bergedik saat mendengar dugaan Calista. Tapi, bukankah itu sangat masuk di akal? "Pacar super power itu di mana? Ya kali nggak ada di saat kamu dapat teror gini? Katanya super power, akan selalu ada, ak-" "Dunia dia nggak berporos ke aku doang kali, Ken. Dia juga punya hidup sendiri dan sekarang dia juga lagi sibuk ngurusin kerjaannya," potong Calista yang jengah dengan ucapan Kenny. "Menurutmu mungkin nggak sih, kalau yang teror kamu selama ini adalah Edwin? Soalnya dia kan orang yang punya akses paling besar di rumah, dan setiap sudut tempat kamu berada," tanya Kenny. Calista memutar bola matanya malas. Benar-benar tidak bisa memahami segala teori yang selama ini Edwin ucapkan.  "Dia neror aku, terus bayar banyak orang buat nyelidikin semua ini, bahkan sampai nawarin aku lapor polisi berkali-kali, memang menurut kamu dia segabut itu?" tanya Calista retoris. Kenny selalu tak punya pembelaan setiap berdebat dengan Calista. Kalau dipikir-pikir, bodoh juga ia menduga Edwin adalah pelaku teror itu. "Iya juga ya? Kalau dia mau bunuh kamu mah tinggal bunuh aja kan gampang," oceh Kenny yang membuat Calista meringis ngeri.  Daripada meladeni Kenny, Calista memilih berjalan cepat ke kelasnya, karena sebentar lagi ia nyaris telat jika lebih mementingkan ucapan tak berbobot yang keluar dari mulut Kenny. Sepulang dari kampus, Calista menemukan mobil Edwin di depan kampusnya. Ia pun segera menghampiri mobil itu. "Edwin," panggil Calista. Edwin segera menurunkan kaca mobilnya, dan memberi kode pada Calista agar segera masuk lewat pintu sebelahnya. Calista menurut. Setelah duduk di samping kursi kemudi, ia tidak banyak tanya lagi tentang kemana Edwin akan membawanya. "Semalam aku bermimpi tentang perempuan muda sepertiku yang pacaran sama om-om sepertimu," ujar Calista setengah bercanda. "Oh ya? Kamu kebanyakan nonton drama sampai terbawa mimpi," ujar Edwin cuek. Ia tidak terlalu mengindahkan ucapan Calista. Toh hanya soal bunga tidur. "Ish. Nggak gitu. Rasanya tuh nyata banget. Si cowok ngasih cewek itu bunga lily putih, dan memanggilnya White Lily. Sudah dua kali aku memimpikan mereka," Ciittt... Edwin mengerem mendadak mobiknya, membuat kepala Calista nyaris saja terbentur. "Kamu-" ucapan Calista terpotong. "Katakan sekali lagi! Apa? Lili putih? White Lily?" tanya Edwin cepat. Raut wajahnya berubah menjadi kaku. Calista pun mengangguk kecil sebagai jawaban. "Ada apa? Apa ada sesuatu yang aku lewatkan?" tanya Calista. Edwin tampak mencari sesuatu dari tatapan Calista. Tapi ia tak menemukan apapun. "Kamu kenapa sih? Kok jadi serem gitu?" tanya Calista ketakutan. Edwin berusaha menormalkan ekspresinya. Ia kembali fokus menatap ke depan, agar tidak terus menatap Calista terlalu dalam. "Kamu yakin kamu mimpi soal White Lily?" tanya Edwin. "Ya. Aku sangat mengingat detailnya. Hanya saja, aku tidak bisa melihat wajah perempuan itu. Apa kamu tahu sesuatu? Soalnya beberapa hari lalu aku juga bermimpi tentang si white lily itu yang sedang dinner sama pacarnya," selidik Calista. Edwin tampak mengusap wajahnya kasar, membuat Calista semakin bingung dengan apa yang sebenarnya sedang laki-laki itu ucapkan. "Apa mungkin ada kaitannya dengan teror Black Rose itu? Maksudku, kami sama-sama dipanggil dengan sapaan nama bunga, namun-" "Aku juga menduga seperti itu. Apa kamu bisa melihat wajah laki-laki yang memanggil nama White Lily itu?" tanya Edwin cepat. Calista tampak berpikir. Ia seperti sedang berusaha mengingat keras, tapi ia gagal. "Tidak. Hanya seperti bayangan. Suaranya pun terdengar samar. Tapi rasanya sangat familiyar," jawab Calista seadanya. Calista memang merasa perlu selalu jujur pada Edwin. Karena setelah ayahnya, hanya Edwin yang paling bisa ia percayai untuk menjaganya dari teror black rose itu. "Aku juga merasa begitu," balas Edwin. Calista bergedik ngeri. "Mungkin nggak sih kalau yang neror aku itu makhluk astral? Soalnya dia selalu lolos dan berhasil neror aku. Bahkan tadi ada mawar hitam yang bener-bener pas aku injak pas aku turun dari mobil," terang Calista. "What? Wait! Di mana? Kamu masih ada mawarnya?" tanya Edwin. Calista menggeleng. "Ah.. sayang. Tapi ya sudahlah. Toh itu tidak akan bisa membantu banyak. Aku juga heran, kenapa bisa sesulit ini untuk dipecahkan? Padahal dia berulang kali meneror kamu, itu artinya dia masih ada di sekitar kita dan dapat mengawasi kamu dengan sangat mudah," ujar Edwin. Calista mengangguk setuju. Siapapun orang yang telah menerornya itu, pasti ia tidak berada jauh di sekitar Calista. Bahkan ia selalu bisa memanfaatkan celah sekecil apapun untuk meneror Calista. *** Bersambung... Kali ini aku buat dengan sudut pandang author yaa.. pokoknya aku buat seenaknya aja, kadang sudut pandang author, kadang Calista. Pokoknya bagaimana biar feelnya bisa lebih dapet ajaaa... Jadi, apakah white lily ada kaitannya dengan teror black rose? Ada yang bisa bikin hipotesis dari cerita yang aku buat sejauh ini? Aki butuh juga kritik dan saran ya, teman-teman. Nanti aku pilah mana yang akan aku pakai untuk cerita ini. Tapi aku diam-diam milihnya, biar nggak spoiler :) Masih bersedia bermain puzzle denganku?  Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa ajak teman kalian untuk memecahkan misteri black rose bersama :)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN