4. Andai

942 Kata
"Aku hamil. " "WHATTTT??? " Pekik Bening saat mendengar Vina mengatakan dirinya hamil. "Gimana bisa? " Seharusnya Bening tidak bertanya seperti itu. Itu pertanyaan bodoh. Orang dewasa pasti tahu proses membuat anak. Harus ada laki-laki dan perempuan. Vina berdecak. Sahabatnya itu pura-pura bodoh atau apa? "Bukannya kamu tau gimana prosesnya? Pura-pura nggak tau atau udah lupa caranya? " Bening cemberut. "Ya, nggak gitu juga. Tapi masalahnya kamu belum nikah dan sekarang hamil. Bapaknya si Ben, kan? " "Menurut kamu siapa lagi. Memangnya ada laki-laki yang aku biarin grepe-grepe aku selain dia. " Bening tertawa. "Makanya jangan ada yang biarin kamu di grepe-grepe. " "Emangnya kamu dulu nggak di grepe-grepe? " "Ya, di grepe-grepe, sih... Tapi setelah nikah. " "Sebelumnya? Jangan sok suci. " Cibirnya. Walaupun Vina adalah sahabatnya, tidak semua hal harus dia ketahui. Contohnya soal keintimannya dengan seseorang. "Kenapa kita malah bahas ginian, sih. Nggak jelas banget. Jadi kamu ngajak aku makan siang cuma mau ngomongin ini? " "Ada yang lebih parah." Dari wajahnya, Bening bisa melihat kegusaran di sana. "Apa?" "Ben, ngelamar aku. " Sambil menunjukkan sebuah cincin dengan berlian cukup besar yang melingkar di jari manisnya. "Selamat, ya... Setidaknya Ben mau tanggung jawab dan nikahin kamu. " "Sebenarnya... Kamu tau maksud aku. Aku belum siap untuk berkomitmen sama Ben. Aku belum siap nikah. Aku juga terpaksa menerimanya. Lebih tepatnya dia yang memaksa." "Dan kamu menerimanya? " "Aku mana punya pilihan. Ben pasti memaksa sampai lamarannya aku Terima. " "Dia cinta sama kamu. " "Aku tau. " "Dan kamu hamil anaknya. " "Itu masalahnya. Aku hamil dan harus menikah dengan dia. Padahal aku belum siap. " "Menikah itu pilihan, bukan siap atau nggak siap. " "Dan lebih parahnya lagi dia mau ajak aku kembali ke Jakarta. " "Itu bagus, dong. Semua keluarga kalian kan ada di sana. " "Tapi aku nggak mau. " "Kenapa? " "Karena aku bakal ninggalin kamu disini. " "Loh, memangnya kenapa? Aku akan baik-baik saja disini. " "Aku nggak bisa, Bening. " "Kamu nggak bisa pakai alasan itu buat menolak ajakan nikah dari Ben. Kita memang sahabat tapi aku nggak mau menjadi penghalang kamu menikah." "Tap-" "Hei, dengerin aku. Aku tau kamu sayang sama aku. Kamu nggak tega ninggalin aku sendirian di sini. Tapi ingat, kamu punya kehidupan sendiri begitu juga dengan aku. Kamu nggak mungkin selamanya ada buat aku, begitu juga sebaliknya. " "Tapi beneran, aku nggak tega ninggalin kamu." "Atau itu juga yang kamu jadikan alasan untuk menolak ajakan Ben menikah. " "Tadinya. Tapi dia tetep maksa buat pindah ke Jakarta. " "Itu sudah pilihan yang benar. " Bening tersenyum. "Atau kamu ikut pindah ke Jakarta saja. " Usul Vina. "Jakarta? Big no. " Bening menggeleng menolak. Tidak ada keinginan untuk kembali kesana. Seminggu kemarin sudah cukup mencekiknya karena terlalu takut bertemu laki-laki itu. "Kalau kamu ikut Ben pastinya akan memindahkan kamu ke kantor pusat yang ada di sana. Kamu bisa tinggal di apartemen aku yang dulu. Ya, walaupun kecil. " "Ini bukan masalah pekerjaan, Vina. Pekerjaanku disini sudah bagus. Kamu tau sendiri alasan aku nggak mau balik kesana. " "Samudera? " Bening melengos mendengar nama itu. "Sampai kapan kamu mau hindarin dia. Sejauh apapun kamu pergi jika semesta menghendaki suatu saat kalian pasti akan ketemu juga. Apalag-" "Cukup." Sentak Bening. Vina tahu, Bening paling benci jika harus membahas mantannya. "Sepertinya aku harus pergi." Bening membereskan barang-barangnya. Dia tidak ingin melanjutkan pembahasan tentang Samudera. Dia tidak mau menangis seperti orang bodoh hanya karena laki-laki itu. Cukup dulu. Dia tidak mau lagi. "Ning, Sorry. Aku-" Vina merasa tidak enak. "Nanti kita bicarakan lagi. " Bening pergi meninggalkan Vina begitu saja. *** "Aku suka sama kamu. " Mendengar pengakuan Samudera, Bening terkikik. Seharusnya setiap wanita yang di tembak pastinya bahagia, terkejut, terharu, bukannya terkikik. Bening dan Samudera berada di taman kota. Menikmati malam minggu setelah beberapa kali ajakan jalannya di tolak Bening. "Aku serius, Ning. Aku suka sama kamu. " Ulang Samudera mencoba meyakinkan. Jangan sampai gadis itu berpikiran dia sedang Mengerjainya. "Kamu lagi nge-prank aku, kan? " "Apa? " "Kamu cuma bercanda, kan? " "Memangnya aku nggak meyakinkan? " "Kamu meyakinkan tapi aku nggak yakin kalau kamu serius. " "Astaga... " Samudera meraup wajahnya. "Aku benar-benar serius sama kamu, Bening. Aku beneran suka sama kamu. " Gadis itu hanya diam. "Aku ngerti kamu perlu waktu berpikir. Aku nggak maksa kamu untuk jawab sekarang. " Hening cukup lama diantara mereka. "Aku juga suka sama kamu," Ucap Bening tiba-tiba. "Apa? " Samudera belum yakin dengan apa yang ia dengar. "Nggak ada siaran ulang. " Bening mengalihkan pandangan ke segala arah, menyembunyikan rasa malunya. Ternyata dia kalah dengan perasaannya sendiri. Biarpun dia bersikeras menyangkal perasaannya serta memberi jarak. Nyatanya ia terpikat dengan Deandra Samudera Wicaksono. "Tapi aku nggak salah denger, kan? Kamu bilang juga sama aku, kan? " Samudera ingin meyakinkan tidak ada masalah dengan pendengarannya. Bening mengangguk malu-malu lalu berdiri dari tempat duduknya. Tentu saja Samudera menyusulnya. "Jadi sekarang kita jadian? Kita pacaran?" "Aku sudah jawab. Apa harus di perjelas?" Samudera tiba-tiba memeluk Bening karena terlalu bahagia. "Terima kasih. Aku cinta kamu." Disusul Samudera yang mengangkat tubuh Bening dan memutarnya. Mereka bahagia. Andai. Andai waktu bisa di ulang. Bening tidak akan pernah membuka hati untuk seseorang yang belum selesai dengan masa lalunya. Suara dentingan pintu lift menyadarkan Bening. Dengan cepat ia menyeka air mata sialan yang masih saja keluar saat mengingat laki-laki itu. Ia melangkah menuju ruang kerjanya. Sebentar lagi dia akan jadi bahan gosip teman-teman kerjanya karena telat datang setelah jam makan siang. "Bening." Suara familiar itu menggantikan langkah Bening yang baru beberapa langkah keluar dari lift. Ia menoleh dan melihat laki-laki tampan yang berdiri tidak jauh darinya. "Bisa bicara sebentar. " Bening hanya mengangguk kaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN