Bab.4 Mulai Terjawab

1744 Kata
Key tampak berdiri tak jauh dari pintu lobi apartemen menunggu jemputan asistennya. Berusaha tenang dan menelpon bos brand skin care yang sudah menunjuknya langsung untuk menjadi ambassador perusahan mereka. Ini soal kepercayaan. Kenal baik bukan berarti dia bisa seenaknya. Selama ini Key selalu menjalankan semua tanggung jawabnya, tanpa mengecewakan pihak manapun. “Pagi, Key!” “Pagi juga, Bang Eka. Bang, maaf tadi aku berhalangan datang ke pemotretan tanpa bilang lebih awal. Semalam kurang enak badan. Habis minum obat malah kebablasan tidur, sampai nggak sadar ponsel mati kehabisan baterai. Maaf banget ya, Bang,” ucap Key sungkan bukan main. Namun, pria di seberang sana justru tertawa terkekeh. “Tidak masalah, Jeje sudah menjelaskan ke tim tadi dan bikin jadwal barunya kok. Bagaimana keadaanmu? Sudah baikan?” “Sudah, sekali lagi maaf.” “Masa minta maafnya cuma lewat telpon, kayak cuma setengah hati gitu!” guraunya. Key tertawa pelan, lega karena sudah menjelaskan ke bosnya langsung. Ini bukan kerjasama mereka yang pertama, dengan bosnya pun Key sudah kenal dekat. “Asik, mau ditraktir makan lagi,” canda Key. “Lha, kok malah ujung-ujungnya aku yang kena palak!” sahutnya tertawa tergelak. “Ok, besok siang setelah pemotretan aku jemput ya? Kebetulan ada teman yang ingin ngobrol sama kamu,” ucap pria yang Key panggil Bang Eka itu. “Ok, sampai ketemu besok.” Key menghela nafas lega. Ini kali pertama dia sampai teledor melewatkan pekerjaan, tanpa memberi kabar. Apalagi ponselnya dari semalam mati. Dia kembali terdiam begitu mendapati bayangannya di dinding kaca depannya. Bukan masalah dia keluar hanya mengenakan kaos kedodoran begini, tapi Key benar-benar sakit hati merasa dipermainkan pria sialan itu dan mulut pedas sepupu mendiang Hena. “Dasar murahan! Sejak dulu aku tahu, kamu memang bakat jadi jalang perusak hidup orang!” Dia lagi, sial yang menghampiri Key ternyata masih bersambung. Lisa dengan mulut beracunnya kembali menghampiri dengan ucapan kasarnya. Padahal Key tidak kenal secara pribadi. Selama ini mereka hanya sesekali bertemu saat Lisa datang bersama mendiang istri Dirga dan keluarganya ke acara tertentu. Lisa ini adalah keponakan yang kemudian diangkat anak oleh mereka. “Murahan? Sebegitu sakit hatinya kamu melihat aku bersama Om Dirga. Kenapa? Cemburu ya?” balas Key tersenyum geli melihat Lisa yang menyusul turun dengan keadaan baju kotor kekuningan bekas tersiram jus. “Kenapa juga aku harus cemburu? Aku hanya muak melihatmu sejak dulu terus jadi duri di kehidupan Kak Dirga, dan merampas kebahagiaan sepupuku. Terkutuk hidupmu! Bahkan sampai kakakku pergi pun dia masih menyimpan sakit hatinya,” umpat Lisa dengan wajah marah. “Jangan terus menjadikan mendiang kakakmu sebagai alasan untuk membenciku. Orang bodoh juga tahu, selama ini kamu mati-matian berusaha mengejar Om Dirga. Harusnya kamu malu melabrakku dengan keadaan berantakan seperti ini. Pasti diusir setelah diguyur dengan jus. Kasihan!” cibir Key tertawa dengan tatapan mengejeknya. “Tutup mulutmu!” bentaknya. “Munafik! Kamu terlalu besar kepala. Om Dirga masih mau berhubungan baik dengan kalian, hanya karena sebatas menghargai mendiang istrinya. Coba kamu berani tidak koar-koar begini di depan keluarga Om Dirga?!” tantang Key, seketika membungkam ocehan Lisa. Key memang dikenal sopan dan pendiam, tapi tidak kalau sudah ada yang berani menghinanya. Apalagi menghadapi Lisa dan orang tua angkatnya yang selalu menatapnya sinis, seolah dia sudah menjadi pengganggu di pernikahan Dirga dan Hena. “Jangan harap bisa menjatuhkanku, dengan melempar kesalahan tentang pernikahan mereka yang tidak bahagia! Kita semua tahu, apa yang sebenarnya di balik pernikahan itu. Jadi stop menjadikanku kambing hitam! Itu hanya memperjelas seberapa kamu berambisi untuk memiliki Om Dirga.” “Bocah sialan!” makinya keras sampai mengundang perhatian orang-orang di lobi. “Iya, bagimu aku memang sesialan itu, karena biarpun masih bocah aku sudah lebih dalam segala hal darimu.” “Cih, baru segitu saja sombongmu minta ampun!” ejeknya sinis. “Bagaimana kalau aku balik, apa yang bisa kamu sombongkan di depanku? Sejak lahir aku sudah bergelimang harta. Di usiaku yang belum genap dua puluh satu tahun, aku sudah punya karir yang aku rintis sendiri tanpa mengandalkan keluarga. Punya segalanya dari hasil keringatku sendiri. Sedang kamu yang sudah hampir kepala empat, sampai detik ini hanya jadi benalu di keluarga angkatmu. Cih, begitu saja sombongmu sudah minta ampun!” balas Key menyeringai puas melihat Lisa melotot dengan bibir gemetar seperti ingin menyumpahinya. “b******k sialan!” Tangan wanita itu sudah melayang hendak menampar Keyra, tapi seseorang lebih dulu menjambak rambutnya dari belakang hingga terpelanting jatuh ke lantai. Key yang sudah tahu Jeje datang hanya mengulum senyum melihat Liza meringis kesakitan memegangi kepalanya. “Lain kali kalau sampai berani macam-macam ke Keyra, aku patahkan tanganmu!” gertak Jeje, wanita berwajah galak yang sudah setaun ini jadi asisten Keyra. “Sialan! Kalau begitu bilang ke bocah tengik ini untuk tidak datang di hidup Dirga lagi! Jangan seperti perempuan murahan, sampai tidur dengan pria yang hampir sepantaran dengan papanya!” serunya setelah bangun dari jatuhnya. “Tutup mulutmu! Aku sudah peringatkan untuk tidak asal bicara tentang Keyra!” Key mendengus, sedang Lisa menoleh kaget mendengar bentakan Dirga yang baru keluar dari lobi. Dia sudah berpakaian rapi mau berangkat ke kantor. Melihat pria itu mendekat, Key bergegas menarik tangan asistennya hendak pergi dari sana. “Key …,” panggil Dirga menghadang langkahnya dengan wajah bersalah. “Minggir! Masalahku sendiri sudah banyak, jangan tambah dengan urusanmu dengan wanita sialan ini!” “Aku dengan Lisa tidak punya urusan apa-apa. Dia punya akses masuk karena beberapa waktu lalu aku lupa memberikan berkas penting ke ayah Hena. Aku sudah terlanjur berada di bandara mau berangkat ke Bali. Lisa bilang kalau boleh dia bisa mengambil sendiri kesini, jadi aku terpaksa memberinya akses masuk. Setelah itu aku malah lupa lagi untuk membatalkan aksesnya dan mengganti sandi pintu. Sumpah demi Tuhan, Key! Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan dia,” ucap Dirga berusaha menjelaskan duduk masalahnya kenapa Lisa bisa tiba-tiba datang tadi. “Apapun itu bukan urusanku. Aku sudah muak selalu dijadikan pihak yang selalu disalahkan,” sahut Key bergegas pergi tanpa mengindahkan panggilan Dirga lagi. “Je, ini obatnya Key. Pastikan dia meminumnya, tadi badannya masih hangat!” Dirga merogoh tas kerjanya dan memberikan obat Keyra yang ketinggalan di kamar. “Ok, tolong korekin telinga dia supaya tidak macam-macam ke Keyra. Betina sinting ini barusan sudah mau main tangan ke Key.” ucap Jeje mengadukan kelakuan kurang ajar Lisa, sebelum kemudian pergi menyusul Key yang sudah lebih dulu masuk ke mobil. Dirga hanya bisa berdiri terpaku menatap mobil Key yang perlahan melaju meninggalkan halaman apartemennya. Nanti dia akan mencari waktu untuk bicara lagi setelah kemarahan Key mereda. “Kamu pikir dengan menidurinya dulu, lantas ayahnya akan setuju memberikan restunya? Jangan harap! Yang ada pasti keluarga kalian akan ribut lagi!” cibir Lisa sinis. “Lalu apa urusannya denganmu? Kamu hanya orang luar yang tidak berhak ikut campur urusan ini!” sahut Dirga menoleh dengan mata berkilat tajam. “Jangan kira aku tidak tahu, sejak dulu kamu yang selalu meracuni pikiran Hena supaya membenci Key. Hubungan kami yang tadinya baik-baik saja, jadi sering cekcok karena mulut kotormu.” Bukannya malu, Lisa justru tersenyum merapikan rambutnya yang berantakan. Baginya kenapa dia harus merasa bersalah, sedang niatnya hanya ingin membela kakak sepupunya yang tidak bahagia menjalani pernikanikahannya. “Terlepas dari apa pun niat awal kalian menikah, kakakku bukan orang yang bisa seenaknya kalian jadikan mainan. Bocah itu sejak dulu seperti duri dalam daging. Sama seperti ayahnya yang sinting dan bermulut tajam!” ujarnya. “Selama lima tahun menikah, aku selalu berusaha menjadi suami yang baik bagi Hena. Tentu saja sesuai dengan apa yang sudah kami setujui sejak awal. Aku tetap di sampingnya hingga dia menghembuskan nafas terakhirnya. Bahkan, setelahnya masih memenuhi permintaan Hena untuk tetap menjalin hubungan baik dengan orang tuanya. Tapi, sepertinya kamu sudah melewati batas kesabaranku. Masalah ini pasti akan aku bicarakan secara tuntas dengan orang tua Hena,” tegas Dirga. Lisa menoleh, tersenyum kecut menatap Dirga yang tampak mati-matian menahan emosi. Iya, dia pasti sangat marah karena dirinya baru saja mengacaukan hubungannya dengan bocah pembawa sial itu. “Kalian sekeluarga benar-benar tidak punya hati. Selama ini mana pernah menganggap Hena ….” “Tidak usah drama! Berani kamu membawa-bawa keluargaku dan menjelekkan mereka, apalagi sampai mengusik Key. Akan aku kuliti borok kalian, terutama kamu! Aku tahu semua sepak terjangmu. Jadi hati-hati dengan mulut dan kelakuanmu!” sela Dirga memotong bualan Lisa yang makin kurang ajar hendak menyenggol keluarganya. Skakmat! Kali ini Lisa diam tidak berani membantah lagi. Sebegitu sulitnya untuk meluluhkan hati Durga. Tadinya dia masih bisa tenang karena meski Hena sudah mati dan Dirga kembali ke Jakarta, namun dua tahun ini hubungannya dengan Keyra tetap renggang. Siapa sangka hanya dalam semalam hubungan Dirga dan Key berubah sedekat ini, bahkan sampai menginap dan semesra itu. Semua di luar perkiraan Lisa. “Maaf, bukan maksudku menjelek-jelekkan keluargamu. Tadi aku telpon tidak kamu angkat. Tanya sekretarismu, dia bilang hari ini kamu tidak datang kerja. Jadi aku mampir kesini untuk mengecek keadaanmu, khawatir kalau-kalau kamu sakit,” ucap Lisa makin membuat dahi Dirga mengernyit. “Heh, siapa kamu sampai selancang itu! Sekarang aku mulai curiga, kamu sendiri yang minta orang tua Hena membujukku supaya mau dijodohkan denganmu. Iya kan?” tebak Dirga tengan tatapan sinisnya. Muka Lisa langsung panas memerah, terlihat gugup dan salah tingkah. Iya, hal itu yang membuat Dirga kadang enggan datang menjenguk mereka meski sudah janji ke Hena. Karena mantan mertuanya jadi suka bicara ngelantur ingin dia menikahi Lisa supaya bisa meneruskan usaha keluarga mereka. “Bukan begitu, tadi aku kesini karena om dan tante meminta Kak Dirga untuk datang makan malam di rumah. Om kesehatannya semakin drop, dan dia bilang ingin bertemu Kak Dirga,” jelas Lisa. “Perlu kamu ingat! Meski sudah menyanggupi permintaan Hena untuk tetap menjalin hubungan baik dengan keluarganya, bukan berarti orang tuanya jadi tanggung jawabku. Dan bukan kewajibanku menuruti apapun mau mereka. Paham!” tegas Dirga, lalu beranjak pergi. “Kak Dirga! Nanti malam bisa datang kan?” seru Lisa. “Aku sibuk, membujuk Key jauh lebih penting. Nanti aku akan cari waktu datang menemui mereka, tapi tidak malam ini. Satu lagi, berani kamu mengusik Key, maka akan berhadapan denganku! Camkan itu!” Dirga melanjutkan langkah ke arah mobilnya diparkir. Bukannya dia jahat, tapi lama-lama sikap mantan mertuanya itu semakin menyebalkan. Bahkan mereka yang tadinya berteman dekat orang tuanya, jadi renggang semenjak tahu orang tua Hena sengaja menutupi sakit anaknya dan menawarkan perjodohan. Meski Dirga sendiri yang memutuskan untuk menerima setelah sempat menolak, tetap saja mereka sakit hati merasa sudah dibohongi oleh sahabatnya sendiri. Karena orang tua Hena tidak jujur sejak awal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN