BAB 10: CEMBURU ATAU TIDAK?

2494 Kata
Morin hampir menangis terharu saat Darius berbisik di telinganya “Begini cara kerjanya” Eh? Cara kerja? “Jika kau menekan berlian yang berada di bagian atas, dia akan langsung merekam dan rekaman itu akan langsung masuk ke ponselku.” Darius menekan berlian itu untuk memberi contoh. Rekaman apaan? “Dan jika kau dalam bahaya. Kau bisa menarik bandulnya seperti ini dan akan ada alarm bahaya yang masuk ke ponselku dan lokasi ter-akurat-mu akan terlihat.” Darius menarik bandulnya hingga terlepas. Dan ponsel darius langsung berbunyi pip pip pip pip “Awww” ringis Morin saat anting itu ditarik paksa hingga bandulnya lepas. “Apa kau mengerti?” tanya Darius. “Mengerti apa?” tanya Morin masih syok. Otaknya sedang mencoba mengerti apa yang sebenarnya terjadi? “Cara kerja alat ini” jawab Darius sembari menunjukkan bandul yang sudah lepas dari anting di kupingnya itu. Sekarang Morin benar benar menangis. Bukan tangis haru tapi tangis kesaallll!!!! Tes Tes Tes Air mata itu jatuh tanpa bisa dia tahan. Morin mencoba mengerjapkan matanya agar air mata itu berhenti mengalir. Namun sakit di hatinya sekarang rasanya menusuk, harapannya yang sudah melambung tinggi itu dihempaskan hingga tidak tersisa!! Dia menyadari kalau omnya tidak bermaksud untuk mempermainkannya, tapi tetap saja rasanya sakit saat menyadari bahwa harapanmu runtuh! Dirinya yang bodoh, bagaimana mungkin dia berpikir kalau Darius akan melamarnya atau melakukan hal romantis? Saat dirinya ulang tahun saja pria itu tidak pernah memberikan hadiah, apalagi disaat lain?! Teringat hal itu bukannya membuat air matanya berhenti, malah semakin deras. Morin hanya terdiam dengan wajah menunduk ke meja, membiarkan air matanya yang tidak mau berkompromi itu terus turun, namun tidak sedikitpun dia membuka bibirnya, dia takut akan terisak dan membuat malu dirinya sendiri dengan menangis bombay di tempat umum. Darius terkejut melihat Morin yang menangis. Apakah telinganya sangat sakit saat antingnya ditarik paksa? Dia langsung mengeluarkan sapu tangan dan berlutut di sebelah gadis itu. “Maaf. sakit sekali ya saat ditarik?” katanya sembari menghapus air mata itu. Morin mengangkat pandangannya mendengar perkataan omnya yang tidak peka itu, lalu menggeleng sebagai jawaban. Darius lalu membelai lembut telinga yang tadi antingnya dia tarik. “Maaf ya. Lain kali om akan beritahu dulu sebelum memberikannya padamu” kata Darius lembut, dan Morin hanya mengangguk sebagai jawaban. Sebenarnya Darius memberikan anting itu untuk berjaga jaga jika terjadi sesuatu pada gadis itu. Mengingat kejadian tadi siang membuatnya khawatir, jadi dia berpikir akan lebih aman jika keponakannya itu bisa memberitahu dirinya jika gadis itu berada dalam masalah. Ini adalah salah satu rancangan Volle Tech yang belum dijual umum. Orang orang disana yang melihat peristiwa itu salah sangka. Mereka berpikir kalau memang sang pria sedang melamar si wanita yang membuat si wanita terharu. Lalu si pria berlutut untuk menghapus air mata bahagia wanita pujaannya itu dan memberikan kata kata romantis sembari membelai rambut wanitanya. Mereka lalu makan dalam diam. Morin sudah tidak memiliki mood lagi untuk melakukan apapun. Dia hanya ingin pulang dan cepat tidur agar bisa melupakan hal ini. Sampai saat mereka selesai makanpun Morin belum mengucapkan sepatah katapun, yang kembali membuat Darius khawatir. Keponakannya ini biasa cerewet. Namun sekarang, setiap kali dia bertanya, gadis itu hanya mengangguk dan menggeleng sebagai jawaban. Saat mereka keluar dari gedung itu, salju sudah tidak turun jadi mereka berjalan beriringan tanpa menggunakan payung. Melihat wajah lesu keponakannya membuatnya merasa tidak tega. Selain ibunya, sepertinya Morin adalah satu satunya perempuan yang bisa membuat dirinya peduli. Mungkin karena gadis itu juga satu satunya yang bergender perempuan selain ibunya yang tidak takut padanya. Wanita lain jika dia pelototi saja sudah gemetaran. Sedangkan gadis ini, dari sejak kecil sangat suka mendebat dirinya. Jika dia pelototi, maka gadis itu akan balas memelototinya. “Kamu mau ke pasar malam?” tanya Darius. Morin menoleh padanya dan menggeleng. “Disana banyak barang yang bisa kamu bawa sebagai oleh oleh untuk teman temanmu. Banyak porduk buatan tangan yang tidak bisa kamu beli di mall” kata Darius membujuk gadis itu. Dia ingin awan mendung itu pergi dari wajah gadis itu. Morin terdiam tampak berpikir sebentar lalu mengangguk. “Ayo” Darius merangkul gadis itu, membawanya berjalan ke arah pasar malam dadakan yang hanya ada di dua minggu menjelang natal setiap tahunnya. Dia masih tidak tahu mengapa gadis itu sedih? Apakah karena telinganya benar benar sakit sekali tadi? Darius berhenti memikirkah alasan gadis itu sedih, karena dia tahu kalau pikiran wanita itu terlalu rumit. Yang dia tahu hanyalah dia lebih suka kalau keponakannya ini ceria dan cerewet seperti biasanya. Melihat Morin yang sekarang sedang sibuk memilih barang barang di pasar malam membuatnya lebih tenang. Gadis itu belum banyak bicara, tapi wajahnya sesekali tampak berbinar melihat beberapa barang yang menarik perhatiannya. Gadis itu dengan cepat berpindah dari satu stand ke stand lainnya. Morin baru saja selesai berbelanja dari salah satu stand yang menjual jepit rambut buatan tangan. Dia keluar stand itu dan tidak menemukan omnya. Dengan cuek dia berjalan ke stand lain yang menjual sweater. Namun tiba tiba ada yang menutup matanya, secara refleks dia langsung menyikut perut orang itu dan membantingnya. BRUK! “Aaawww” ringis Albert. Morin terkejut melihat Albert yang sudah terlentang di tanah. “Albert! Apa yang kau lakukan?!” kata Morin seraya memapah pria itu, membantunya berdiri. “Kapok aku bercanda denganmu!” keluh Albert memegangi perutnya yang tadi disikut Morin. “Salahmu mengagetkan seperti itu! Kan kau sendiri tahu aku diajari oma bela diri. Apalagi di tempat umum seperti ini, bisa saja tadi memang penjahat!” oceh Morin membela diri. “Ya sudahlah. Kapan juga aku bisa menang jika adu mulut denganmu” kata Albert kesal. “Apakah sakit sekali?” tanya Morin tidak enak hati. Sekarang dia memegang perut Albert yang juga sedang dipegang oleh Albert. Siapapun yang melihat mereka pasti berpikir kalau mereka sepasang kekasih romantis yang sedang jalan bersama saling merangkul dan sebelah tangan mereka saling bertautan di perut Albert. Dan pemandangan itulah yang dilihat Darius saat menemukan Morin. Albertlah yang lebih dulu menyadari keberadaan Darius di depan mereka. Dan melihat tatapan tajam pria itu pada tangannya dan tangan Morin yang berada di perutnya membuatnya merinding. “Eh.. Om Darius” sapa Albert. Panggilan Albert membuat Morin menoleh pada Darius. “Om” ucap Morin sedikit terkejut. Dan dia pun melihat arah pandangan Darius pada tangannya yang berada di perut Albert. “Eh.. bukan.. Ini.. tadi..” kata Morin terbata, dia mengangkat tangannya dari perut Albert, namun karena Albert mengencangkan rangkulannya pada bahu Morin, membuat gadis itu tidak bisa menggeser tubuhnya menjauh dari Albert. “Sedang apa kalian?” kalimat itu diucapkan Darius dengan datar, namun mata Darius sekarang menatap tajam pada tangan Albert yang berada di bahu Morin. “Tadi aku tidak sengaja..” kata kata Morin terputus saat dia merasakan remasan kuat di bahunya. “Tadi tidak sengaja kami bertemu, jadi kami berjalan bersama om” jawab Albert sambil tersenyum. Dia bisa merasakan Darius sangat tidak suka kedekatannya dengan Morin, tapi dia tidak tahu apakah itu karena Morin keponakannya atau karena hal lain? Dan entah kenapa sekarang dia malah penasaran. “Ayo kita pulang” kata Darius pada Morin. “Kami baru mau berjalan jalan om, nanti biar saya saja yang mengantar Morin” Albert yang menjawab. Morin hanya menjadi pendengar setia. Sepertinya dia tahu apa maksud Albert, jadi dia hanya diam dan memperhatikan wajah omnya. “Tidak bisa. Sekarang sudah malam” jawab Darius kaku. “Oh baiklah” kata Albert menampakkan raut berat hati. Namun jiwa penasarannya masih meronta. Dia lalu melepaskan rangkulannya pada Morin, lalu mengacak rambut gadis itu dan mencium pipinya sekilas. “Bye, marmalade” katanya sembari tertawa melihat wajah syok Morin. “Aku jalan dulu om” pamit Albert. Dan saat melihat ekspresi wajah Darius yang seakan ingin menelannya hidup hidup, dia mengambil langkah seribu. “Kau tidak boleh pergi berdua dengannya saja” kata Darius menatap tajam keponakannya. Perkataan Darius meyadarkan Morin dari keterkejutannya akibat tindakan absurd temannya tadi itu. “Eh.. kenapa om? Albert temanku dari kecil. Kami biasa pergi bersama koq” jawab Morin. “Pokoknya kamu tidak boleh keluar tanpa ijinku” kata Darius final. Morin mengerutkan alisnya siap membantah. “Atau aku akan membawamu pulang ke Jakarta besok” kata Darius lagi, dia bisa melihat ekspresi membangkang dari wajah keponakannya ini. Morin langsung melotot mendengar ancaman itu. Dia menggembungkan pipinya dan menghentakkan sebelah kakinya. Dia membalik tubuhnya untuk berjalan ke arah dia datang tadi untuk kembali ke Volle Tower. Namun tidak lama Darius mensejajarkan jalannya dan menarik jemari tangannya, menuntunnya melewati keramaian tempat itu. Mereka berjalan bergandengan tangan tanpa bicara sampai kembali ke Volle Tower. Mereka tidak sadar kalau Albert berada di belakang mereka dan merekam pemandangan di depannya itu sebentar. Mata sekurity yang berjaga di depan Volle Tower sampai hampir keluar dari tempatnya melihat Darius dan Morin berjalan masuk ke dalam kantor dengan bergandengan tangan. Bukan hanya mata sekurity disana, tapi semua staff yang masih berada di kantor itu dan dilewati oleh mereka memberikan reaksi serupa. Ternyata selera CEO mereka adalah gadis belia cantik berambut ungu, dan gosip itu langsung menyebar dalam semalam. Setelah mereka sampai di apartemen, Darius meletakan belanjaan Morin diatas meja. Dia juga mengeluarkan bungkusan dari saku jaketnya dan menyerahkannya pada Morin. Dengan bingung Morin membuka bungkusan itu dan aroma pai daging menguar. “Pai daging kesukaanku” seru gadis itu senang. Dia menoleh ke arah Darius yang sedang memperhatikannya. “Om tadi menghilang untuk membelikanku ini?” tanyanya. “Kau sudah lama tidak datang, kupikir kau ingin makan itu” jawab Darius. Dan sekarang dia harus menangkap Morin yang melemparkan diri padanya. “Terima kasih om” ujar Morin sembari memeluk Darius. Dia tidak tahu kalau Darius bahkan mengetahui kalau dia menyukai pai daging itu. Dulu dia selalu minta omah membelikannya setiap mereka kesini. Pai itu hanya dijual di pasar malam itu, jadi dia hanya bisa memakannya setahun sekali. Dan sudah tiga tahun dia tidak makan pai daging itu. Mengetahui omnya mengetahui makanan kesukaannya membuat suasana hatinya membaik. Darius melepaskan pelukan itu dan menepuk pelan punggung Morin. “Makanlah selagi hangat” ucapnya dan dia menerima senyuman manis gadis itu sebagai jawaban. Darius lalu meninggalkan Morin dan masuk ke kamarnya. Morin yang ditinggalkan kini mulai memakan pai daging itu. Uuuhhhh… rasanya memang luar biasa, dia sudah sangat lama tidak makan ini. Ponselnya lalu berbunyi, sebuah video dikirim oleh Albert dan dia membukanya. Ternyata pria itu merekam saat dia berjalan bergandengan tangan dengan omnya. Dari belakang terlihat mereka seperti sepasang kekasih. Morin kembali tersenyum. Masuk chat baru dari Albert. ‘Aku sudah membantumu ya, hutang kita sudah lunas!’ ‘Jangan bawa bawa aku lagi dalam rencanamu yang manapun lagi, aku takut pada om Dariusmu!’ Morin tertawa membaca chat dari Albert. Ternyata betul tebakannya tadi kalau Albert ingin memancing reaksi dari omnya. Morin membalas chat itu “Om bilang aku tidak boleh pergi berdua denganmu lagi” “Cemburukah itu?” ‘Yang pasti dia tidak suka aku merangkulmu’ "Mungkin lain kali kamu harusnya mencium bibirku, supaya lebih jelas gitu reaksinya, jangan cuma di pipi” ‘Aku masih mau hidup bodoh! Sebelum tahu dia cemburu atau tidak, aku sudah masuk rumah sakit!’ ‘Kau memang tidak normal. Orang normal pasti takut pada Om Darius” Morin tertawa lagi. Pertama kali ayahnya memperkenalkannya pada om Darius, dia juga agak takut pada pria itu. Pria dengan wajah yang selalu datar, ditanya apa juga jawabnya pendek. Dia hanya bicara lebih banyak pada keluarganya, well keluarga intinya, karena saat itu Morin adalah member baru, jadi tidak masuk hitungan pria itu sepertinya. Namun pada saat pria itu menyelamatkannya dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri, dia tau pria itu adalah pria yang baik. Mereka bahkan tidak memiliki pertalian darah yang membuat Darius merasa harus menyelamatkannya. Dan mereka juga tidak dekat sama sekali jika mau memandang dari sisi personal, saat itu Omnya sudah bekerja di Inggris dan cuma kembali setahun sekali saat liburan natal, jadi mereka baru pernah bertemu dua kali dua minggu dalam dua tahun itu. Bahkan setelahnya kejadian itu, omnya mau dia repotkan dengan kelakuannya yang tidak mau lepas dari pria itu, karena memang saat itu dia sangat syok. Siapa juga yang tidak trauma kalau diajak paksa untuk mati dengan terjun dari atap gedung! Sejak saat itulah dia merubah pandangannya terhadap omnya. Dia berpikir kalau omnya ini memang irit bicara, tapi tidak menyeramkan. Karena pria itu juga sangat jarang menaikan intonasi suaranya, hanya saja wajahnya yang selalu datar itu membuat orang sulit mengetahui reaksi pria itu. Awalnya dia jatuh cinta memang karena pria itu rela mengorbankan nyawa untuk menyelamatkannya. Namun suatu ketika dia melihat omnya itu tertawa, benar benar tertawa, saat bersama omah, dan saat itulah jantungnya berdebar tidak keruan, omnya itu sangat tampan jika sedang tertawa! Tawa yang bisa dia hitung dengan sebelah tangannya sejak enam tahun lalu. Dan sejak itu juga, dia merasa benar benar jatuh cinta pada omnya itu. Dia merasa omnya itu adalah paket sempurna, baik, pintar, tampan, tidak mata keranjang dan sayang keluarga. Renungannya terinterupsi oleh Darius yang keluar dari kamarnya dan kembali menghampirinya. Sepertinya omnya itu baru selesai mandi. “Belum habis?” tanyanya melihat pai daging yang masih setengah di tangan Morin. “Hehe.. sembari chat dengan Albert” jawab Morin. Dia penasaran melihat reaksi omnya. Dan tidak tampak apapun di wajah pria itu. Haruskah dia kecewa? “Om mau?” tanya Morin. Dia menyodorkan pai itu ke depan wajah omnya. “Bukankah kamu sangat menginginkan pai ini” tanyanya. “Besok tinggal beli lagi” Morin menyeringai. “Lagipula pai ini besar. Biasa aku juga memakannya bersama omah” lanjutnya. Darius lalu mengambil pai itu dan mulai memakannya. “Lepaskan antingmu itu yang bandulnya lepas. Akan kupasangkan dulu.” katanya seraya menghabiskan pai itu. “Aku masih mau” kata Morin sedih menatap pai yang sekarang sudah sepenuhnya masuk ke mulut Darius. Dia sekarang sedang melepaskan sebelah anting nya. “Bukankah tadi kamu bilang besok mau beli lagi?” jawab Darius sembari mengunyah. “Maksudku menawarkan om, bukan memberikan semuanya” sekarang dia menatap bungkusan pai di tangan Darius sendu. “Bukankah wanita suka diet, jadi tidak makan banyak saat malam?” kata Darius tidak merasa bersalah. “Tubuhku sudah seksi bohay bahenol om, tidak perlu diet!” jawab Morin kesal. Dan pria itu tertawa. Tertawa!!! Tertawa karena ucapan absurdnya. Darius lalu mengambil anting itu dan membawanya ke ruang kerjanya. “Mandilah dulu. Setelahnya kamu bisa mengambilnya di ruang kerjaku” katanya. Dan Morin pun menurut. Dia masuk ke kamarnya dan mandi dan berganti pakaian. Sekitar setengah jam kemudian dia sudah mengintip ke dalam ruang kerja Darius. Dia melihat Darius sedang bersandar di kursi kerjanya dan menutup mata. Morin mendekat dan berpikir apakah omnya ketiduran? Dia jadi bingung mau membangunkan omnya atau tidak? Sepertinya omnya kelelahan. Tiba tiba sesuatu melintas di otaknya. Lakukan Tidak Lakukan Tidak Morin mendekatkan wajahnya, menatap wajah omnya. Sudah lama sekali dia tidak melihat wajah omnya dari dekat. Ingin sekali dia menyentuh wajah omnya, tapi takut membangunkan pria itu. Morin semakin mendekatkan wajahnya ke wajah omnya. Lakukan Tidak Lakukan! Morin menutup matanya dan semakin mendekatkan bibirnya ke bibir Darius. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN