BAB 7: MENYUSUN RENCANA BARU

1321 Kata
Darius tidak menolak saat Morin menggandeng tangannya yang membuat gadis itu senang, padahal sebenarnya Darius tidak mempermasalahkan hal itu karena masih menganggapnya anak kecil yang sejak dulu suka menggandeng tangannya. Saat menunggu lift, Morin yang sudah penasaran sedari tadi akhirnya bertanya “Bagaimana cara om menemukan aku?” tanyanya. “Tentu saja dari aplikasi tracking yang kamu pasang di ponsel om. Itu adalah tracking dua arah, jadi kedua belah pihak bisa saling memantau" Darius menjelaskan. “Om tahu?” mata Morin terbelalak terkejut. Darius yang melihat reaksi keponakannya menjadi bingung. “Bukannya memang kamu sengaja memasang itu untuk memberi tahu saya dimana posisi kamu. Agar saya bisa mengetahui dimana mencari dirimu?” tanyanya. Morin hanya diam. Tidak mungkin dia mengakui kalau aplikasi itu dia pasang untuk memata matai omnya. Malah sekarang omnya berpikir dia memasang aplikasi itu karena takut menjadi anak hilang di negara orang. Haahh... Omnya memang masih menganggap dia anak anak. “Dari mana om bisa tau kalau Morin yang memasangnya?” tanya Morin kesal. “Volle itu menciptakan anti spy termutakhir. Jadi apapun yang masuk ke ponsel om pasti membutuhkan persetujuan dari pemilik ponsel, tidak terkecuali” jawab Darius. "di Indonesia belum ada koq yang itu" Morin sudah pernah mengutak atik ponsel ayahnya saat mencoba memasang aplikasi tracking rahasianya itu dan berhasil tanpa ketahuan. "Karena memang masih dalam pengembangan. dalam satu dua bulan lagi akan di rilis ke pasar." Morin menggembungkan pipinya, dia kalah langkah, berarti sejak awal omnya sudah tahu. Setelah ini dia harus merevisi buku strateginya, om-nya terlalu pintar, amat sangat pintar. Dia menyadari sekarang membutuhkan strategi yang lebih muktahir, tapi siapa yang bisa dia andalkan? Sissy and the blackpinks sama saja seperti dirinya. Mereka semua hanyalah gadis manis tanpa pengalaman cinta berarti, sekali dua kali pacaran ala anak sekolah. Diantara mereka yang sudah menikah hanya Jisoo dan Rose, tapi kedua wanita itu tidak mungkin diharapkan. Jisoo walau sudah menikah tapi kapasitas otaknya di bawah standar, sedangkan Rose tidak jelas jenis pernikahannya. Rasanya sekarang dia mau menjerit jerit meluapkan emosinya. Tanpa Morin sadari bibir Darius tertarik sedikit ke atas saat memperhatikan gadis itu. Dia merasa wajah Morin terlihat menggemaskan saat gadis itu menggembungkan pipinya seperti itu. Itu adalah kebiasaannya anak itu sedari kecil jika sedang ngambek. Walau sampai sekarang dia tidak mengerti apa yang membuat gadis itu kesal. Dia menarik tangan gadis itu saat pintu lift terbuka karena Morin masih sibuk dengan pikirannya hingga tidak menyadari lift sudah terbuka. Mereka sedang sibuk dengan pikirannya masing masing hingga tidak menyadari kalau tangan mereka masih bertautan hingga mereka berada di depan pintu apartemennya. Darius langsung meninggalkan Morin begitu mereka masuk ke apartemen. Dia meninggalkan cukup banyak pekerjaannya saat berpikir untuk mengantar Morin kembali pada Gavin. “Saya ada di ruang kerja, masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan. Jangan mengganggu jika tidak ada yang penting.” ucapnya seraya berlalu meninggalkan Morin dan masuk ke ruang kerjanya. Morin yang ditinggalkan masih misuh misuh. Dia masuk ke kamarnya dan mencari buku straterginya. Sekarang dia memiliki kesibukan untuk memilah rencana mana yang mungkin bisa berhasil., lawannya terlalu pintar. Dia mulai mencoret coret buku catatannya, menambah catatan catatan kecil dalam rencananya. Sesekali dia berbalas chat dengan teman temannya yang selalu setia membantunya membuat strategi strategi baru. Akhirnya dia membuat list beberapa strategi yang mungkin bisa digunakan dalam beberapa hari kedepan 1. Dinner romantis dengan pemandangan London Bridge. 2. Berjalan romantis di bawah salju saat malam hari. 3. Mengunjungi Volle Tower untuk mengajak Om Darius makan siang. 4. Mengajak Albert bertemu di mall untuk membuat Om Darius cemburu. 5. Ikut dalam semua acara pertemuan Om Darius dengan teman temannya untuk mencegah si jendis gatel mendekati Om Darius. 6. Meminta Om Darius menemani membeli gaun baru yang seksi. Morin merasa trik ke enam paling oke. Jika omnya melihatnya berganti ganti pakaian seksi di depannya, pasti pria itu menyadari tubuhnya yang sudah bukan anak anak lagi. Mana ada anak anak pake bra 34C? Sepertinya baju yang dia gunakan saat di club malam itu kurang seksi, padahal dia sudah hampir masuk angin karena baju kurang bahan itu! Lamunannya diinterupsi oleh ketukan di pintu. Dia melihat jam dan baru menyadari kalau sekarang sudah jam tujuh malam. Sudah hampir empat jam dia mengatur strategi, pantas saja perutnya sudah mulai lapar lagi. Dia membuka pintu dan melihat Darius yang masih menggunakan pakaian yang sama, namun penampilannya tidak serapi tadi. Sudah tidak ada jas, dasi, dan kancing kemejanya terbuka dua. Lengan kemejanya dilipat sampai ke siku. Ah, bolehkah dia melemparkan diri ke pelukan omnya? d**a bidang omnya terlihat peluk-able, rasanya ada magnet yang menariknya. Saat Morin sedang memikirkan rencana untuk tiba tiba pingsan agar bisa berada di pelukan hangat omnya, pria itu bicara yang membuat Morin harus mendongak melihat pria itu. Tanpa heels, tinggi dirinya dengan omnya berbeda lima belas senti, jadi dia harus mendongak setiap kali bicara dengan pria itu. “Kamu mau makan apa?” tanya Darius. “Makan om” jawab Morin tanpa rem. “Hah?” Darius merasa kalau dia salah mendengar perkataan Morin. “Eh, itu. Maksudku apa saja yang om siapkan. Aku sudah lapar sampai bisa makan apa saja” jawab Morin gelagapan. Dia merutuki bibirnya yang suka kelepasan. Ini akibat jika otaknya tidak konsen pada pertanyaan yang diberikan. “Baiklah. Kalau begitu om panaskan makanan siap saji saja, itu yang paling cepat” kata Darius saat berbalik dan berjalan ke pantry. Morin pun kembali masuk ke kamarnya untuk mandi dan membereskan buku bukunya. Selesai mandi, dia memakai baju yang biasa dipakainya untuk santai dirumah. Sebuah kaos crop tee dan celana pendek. Saat dia keluar dari kamarnya, ternyata Darius sudah duduk di meja makan dengan dua piring berisi fish and chips. Morin duduk di depan Darius dan langsung mencomot kentang gorengnya. “Dimana saus sambalnya om?” tanya Morin melihat beberapa perlengkapan di atas meja. “Lemari” Darius memberi kode lewat matanya. Morin bangun dari duduknya untuk mengambil saos sambal. Dia orang Indonesia asli, saos sambal adalah hal wajib saat makan. Dia membuka lemari bagian atas kitchen set yang ditunjuk Darius. Ternyata lokasi sambalnya agak di dalam. Morin berjinjit, tangannya mencoba meraih saos sambal itu. Tanpa dia sadari kaosnya tertarik hingga ke bawah d**a dan memperlihatkan pinggangnya yang ramping. Darius sedari tadi memperhatikan gadis itu untuk memastikannya membuka lemari yang dia maksud. Namun sekarang pandangan Darius berpindah ke pinggang yang tidak tertutup kaos itu, matanya tidak bisa beralih dari pinggang mulus dan putih itu. Otaknya berkelana tanpa disuruh. Apakah jika disentuh akan sehalus yang terlihat? Tiba tiba dia merasa panas dan sulit menelan liurnya. “Ah, dapat! Yey!” seru morin riang serasa dapat lotre. Gadis itu berbalik dan kembali ke kursinya. Dia melihat Darius memandangnya dengan tatapan ganjil. “Om kenapa?” tanyanya. “Tidak” Darius berdeham. Suaranya serak saat kemudian melanjutkan kata katanya. “Makanlah. Nanti keburu dingin” dia lalu mengalihkan pandangannya pada makanannya. “Iya om” jawab gadis itu masih bingung dengan perilaku omnya. Dia mulai menuang saos sambal ke piringnya. Mereka makan dalam diam, sesekali Morin melirik omnya yang sepertinya sangat konsentrasi makan. Apa omnya sedang banyak pikiran ya? saat makan saja alisnya dikerutkan. “Kapan kamu mau melihat universitas X?” tanya Darius tiba tiba. “Besok om” “Aku besok ada meeting di pagi hari. Aku tidak bisa mengantarmu besok” “Tidak masalah om. Nanti Albert akan menjemputku.” “Albert?” Darius mengerutkan keningnya. “Albert Hartanto. Anak Om Andreas. Dia kuliah di universitas X juga. Besok dia kuliah siang, jadi bisa menemaniku.” jelas Morin. Darius menganggukkan kepalanya tanda mengerti, dia ingat anak itu. “Semester berapa dia sekarang?” tanyanya lagi. “Semester empat om” “Oh ya sudah. Kalau nanti dia tidak bisa mengantar kamu pulang. Kamu kabari om saja.” “Om mau menjemputku?” mata Morin berbinar senang. “Tidak. Nanti kusuruh supir menjemputmu” Bibir Morin langsung manyun mendengar jawaban Darius. Omnya memang pintar sekali mengangkatnya ke langit untuk dihempaskan kembali ke bumi. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN