1. Bertemu Gama

1088 Kata
Pagi berseri untuk seorang gadis manis bernama Putri Prameswari. Hari ini ia begitu bersemangat untuk pergi bekerja. Tas ranselnya sudah menempel di punggung, tak lupa pula topi berwarna pink kesayangannya yang melindungi wajahnya dari sinar matahari. Putri berjalan sekitar seratus meter dari rumah kakak sepupunya menuju universitas tempat ia bekerja. Tawaran tumpangan dari beberapa siswa yang juga melewati jalan itu ia tolak dengan halus, Putri tak ingin nantinya malah jadi bahan gunjingan para penghuni kampus karena dirinya yang berdekatan dengan mahasiswa di sana. Toh, jalan pagi itu sehat, jadi tak akan jadi masalah bagi seorang Putri. Sesampainya di ruangan cleaning servis, Putri segera meletakkan tasnya ke dalam loker, lalu segera memakai seragamnya. Setelah itu ia mengambil alat kebersihan seperti sapu dan pengepel untuk dibawa ke lantai dua ruang laboratorium kebidanan, lokasi ia bertugas hari ini. Suasana masih terasa sepi, sebab jam belum menunjukan waktu belajar mengajar dimulai. Hanya ada beberapa mahasiswa/i saja yang sudah datang dan berkumpul di beberapa spot santai. Kampus ini sangatlah luas, karena termasuk Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan terbesar di kota ini. Ada beberapa gedung yang diperuntukkan bagi asrama mahasiswa/i yang tinggal di sini. Tapi ada sebagian yang memilih kost atau tinggal bersama sanak saudara. Beberapa dosen tetap juga memiliki hunian di sini, dan tempatnya ada di gedung sebelah barat universitas ini, tepat di sebelah lantai yang sedang Putri bersihkan kali ini. Putri sudah selesai mengepel lantai hingga ke balkon, rasanya ia sudah haus sekali, padahal ia baru menyelesaikan satu ruangan saja. Diambilnya botol minuman yang tadi ia bawa, lalu diteguknya dengan rakus karena dahaga memang tengah melanda. Putri menghembuskan napas lega, lalu tersenyum sendiri menyadari kekonyolannya. Saat ingin kembali memulai tugasnya, mata Putri tak sengaja memandang koridor gedung di sebelahnya. Seseorang berdiri di sana, sedang memperhatikan dirinya dengan mata tajam. Wajah datar orang itu mampu membuat Putri meremang, entah apa yang dipikiran laki-laki itu hingga menatapnya seperti itu. Apakah pekerjaannya buruk? Atau Putri melakukan kesalahan? Putri yang takut dirinya melakukan kesalahan segera membungkuk hormat seraya tersenyum sopan, semoga dengan begitu dia bisa di maafkan dan orang itu tak berpikir untuk mengadukan kesalahannya yang sebenarnya tak Putri ketahui. Akan tetapi betapa terkejutnya Putri. Ketika ia kembali berdiri tegak, pria itu sudah tak berada di tempatnya. Dosen muda itu malah melengos pergi tanpa berkata apapun. Putri mengerutkan dahi, selama sebulan bekerja di sini, baru kali ini ia melihat wujud asli dosen yang bernama Gama Barack itu. Dosen yang disebut-sebut pembunuh berdarah dingin, tak pernah bermain-main dengan nilai, serta tak mempan di suap bahkan dengan cinta satu malam. Putri mengakui bahwa gosip ketampanan dosen sekaligus dokter Gama bukanlah hanya bulan semata, dengan garis rahang tegas, tinggi badan di atas rata-rata serta aura tegas berwibawa yang sangat melekat padanya sudah sangat cukup menjadikan dirinya idola para wanita. Suara sirene tanda pembelajaran akan di mulai sudah terdengar, Putri terkejut bukan main. Pasalnya, masih ada satu ruangan lagi yang belum ia bersihkan, yaitu ruang perpustakaan. Putri segera bergerak cepat membawa peralatannya menuju perpustakaan yang ada di sudut bangunan bagian timur. Di sana tak terlalu ramai sebab ruang di sebelahnya sedang direnovasi. Dengan cekatan Putri mulai menyapu seluruh isi perpustakaan, tak terlalu kotor karena memang di pagi hari belum banyak mahasiswa yang datang ke sini. Gadis itu mengambil pengepel dan mulai membersihkan lantai dengan kain basah itu. Sampai di tengah ruangan, Putri berhenti sejenak untuk mengambil napas normal, matanya yang berkeliling tak sengaja menangkap sebuah buku yang ada di rak kirinya dengan sampul bergambar anatomi tubuh manusia. Tangan gadis itu tergelitik untuk mengambilnya. Ketika dibuka, mata Putri melotot sempurna. Sebuah gambar anatomi reproduksi laki-laki lengkap dengan nama beberapa bagian-bagiannya terpampang jelas memenuhi satu halaman buku tersebut. Putri menggigit bibirnya, membaca satu persatu nama bagian di gambar tersebut sambil bergidik geli. "Ya gusti, baru sekali ini aku melihat dengan sejelas ini," gumam gadis itu. Putri membaca satu persatu nama organ tersebut, bibirnya beberapa kali terkikik geli ketika menemukan bagian yang menurutnya lucu. "Ekhm..." Putri tersentak, membalik tubuhnya dengan tangan bersembunyi ke belakang, wajahnya memucat ketika melihat Gama berdiri di sana. "Se ... selamat pagi, pak Dosen... eh... Pak Gama," sapa gadis itu gugup. Dosen muda itu melipat kedua tangan di d**a, punggungnya bersandar pada tembok, tak jauh dari tempat putri berdiri sat ini. "Siapa namamu?" tanya pria itu tenang. Putri bergerak gelisah, jarinya sibuk memilin ujung seragamnya sehingga tanpa sadar mengakibatkan perut rata gadis itu terekspos. "Kamu bisu?" tanya Dosen itu lagi. Putri refleks menggeleng kencang, sementara Gama menaikkan alis bertanya. "Put... Putri Prameswari, Pak," ucap gadis itu terbata. "Apa memang hobimu bersantai saat jam kerja?" tanya pria itu datar. Putri menggeleng lemah, dia tahu kali ini dia salah, ia lalai dalam pekerjaannya. "Apa yang ada di balik punggungmu?" Mata pria itu menyupit curiga. Lagi-lagi putri menggeleng, kali ini disertai rasa panik. "Bukan apa-apa, Pak," ujarnya. Gama berjalan mendekat, yang spontan membuat putri melangkah mundur. Melihat itu, Gama bukannya berhenti, tapi malah terus berjalan menyudutkan gadis itu hingga di ujung lorong. "Ampun, Pak! Saya cuma baca saja, tidak berniat mencuri sama sekali," jelas gadis itu dengan suara memelas. "Kemarikan!" perintah Gama tegas. Putri ragu, takut bila nanti Gama melihat apa yang tadi dibukanya maka pria itu akan semakin marah. "Boleh tidak... kalau saya pinjam buku ini?" tanya gadis itu gugup. Gama mengerutkan dahi, menatap curiga gerak tubuh Putri yang semakin gelisah. Dengan gesit Gama merampas sesuatu yang disembunyikan gadis itu sejak tadi di punggungnya. Dan betapa kagetnya Gama ketika melihat gambar yang tercetak jelas di sana. Pria itu tak menyangka buku ini yang tadi di amati Putri dengan seksama, Gama kira hanya sebuah n****+ remaja biasa, karena perpustakaan ini memang menyediakannya untuk sekedar hiburan bagi mahasiswanya. Wajah pria itu terangkat, seringai licik terbit di wajahnya. "Ingin mempelajarinya, eh?" ledeknya. Pipi gadis itu sudah semerah tomat, wajahnya tertunduk dalam. Sungguh, ia merasa malu sekali, tertangkap basah sedang melakukan hal memalukan seperti ini. "Ma... Maaf, Pak, saya... saya..." "Tak perlu malu, kamu akan merasakan hal menakjubkan ketika mempelajarinya," ujar pria itu seraya tertawa culas. Putri sempat terpaku ketika melihat Gama tertawa seperti itu, meski tawanya tampak tak tulus, tapi tetap saja hal itu menambah kadar ketampanan pria itu berkali lipat. Sungguh gadis itu tak menyangka dia bisa berbicara, dan bertahap muka langsung dengan dosen kiler ini. Seperti gosip yang beredar di kalangan mahasiswi di sini, bahwa seorang Gama Barack bukanlah seseorang yang mudah diambil hatinya, meskipun dalam hal hubungan antara dosen dan pelajar. Gama hanya bisa disentuh dengan kecerdasan, giat belajar dan prestasi gemilang. Jika seperti itu, barulah namamu bisa diingat oleh dosen itu meski hanya nama depan saja. Sebrengsek itulah Gama Barack! ____
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN