Palacio Real de Madrid, 01.00 p.m.
EDWIN mengembuskan napasnya perlahan. Ia baru saja datang dan ternyata menjadi peserta rapat pertama yang datang ke tempat itu. Ruangan tempatnya berada adalah satu dari 3.418 ruangan terbaik di istana Palacio Real de Madrid. Ya, saat ini Edwin memang sedang berada di istana kerajaan Spanyol. Sebuah keberuntungan memang, jika bukan karena Brooklyn Montano yang menerimanya sebagai salah satu orang kepercayaan, Edwin tidak mungkin bisa berada di tempat spektakuler seperti ini. Berkat Kayla juga pastinya, sejak kandungan Kayla semakin besar, Brooklyn memang tidak pernah lagi menghadiri rapat semacam ini. Hampir semua pekerjaan Brooklyn di luar New York selalu diambil alih oleh Edwin.
Dengan gerakan elegan bak kalangan atas-padahal sejatinya Edwin hanya pelayan, Edwin membuka kancing jasnya. Pria itu menyempatkan untuk berkeliling sembari menunggu peserta rapat yang lain. Dua pelayan baru saja masuk dan membawa camilan serta anggur terbaik yang dimiliki istana itu. Edwin menatap punggung keduanya saat mereka keluar melewati pintu. Lalu tatapannya kembali tertuju pada lampu besar yang menggantung di langit-langit.
Dilihat dari banyak sisi, istana itu memang jauh lebih megah dari yang pernah dibayangkan oleh Edwin. Lantainya terbuat dari marmer terbaik, dindingnnya dipenuhi lukisan indah, beberapa di antara lukisan itu adalah raja-raja yang pernah berkuasa di sana. Namun, ada satu lukisan yang menarik perhatian Edwin.
Edwin berjalan ke salah satu sudut di ruangan itu, ia mengamati lukisan paling anyar. Di sana tertulis lukisan itu dibuat tahun ini tepatnya dua bulan lima hari yang lalu. Pandangan Edwin langsung tertuju pada sosok paling muda dalam lukisan tersebut. Ada tiga sosok dalam gambar itu, sosok pertama adalah raja Spanyol, Edwin sudah sering melihat profilnya. Yang kedua ada istrinya, yang masih terlihat sangat menawan meskipun usianya tidak muda lagi. Dan yang terakhir, Edwin ingin sekali tidak mempercayai apa yang dilihatnya. Namun, ia yakin kalau penglihatannya baik-baik saja.
Tubuh tinggi dalam balutan pakaian casual, rambut panjang, sepatu menawan yang selalu dipakai bangsawan, riasan wajah sederhana dan bola mata indah serta hidung mancung. Edwin mengenali sosok itu. Ia bahkan masih bisa mengingat dengan setiap inci tubuh wanita dalam lukisan itu yang tidak mengenakan pakaian apa pun. Kulit putih mulusnya dan aromanya. Tiba-tiba sesuatu seolah menghantam kesadaran Edwin
Semalam, entah berapa kali mereka melakukannya. Edwin bahkan tidak puas hanya sekali bercinta dengan wanita bernama Elleonara itu. Edwin melakukan segala cara agar kekasih satu malamnya itu mau melakukannya lagi dan lagi. Meskipun malam itu ia harus berjuang keras merayu dan melayani wanita itu, Edwin tidak peduli. Itulah pengalaman paling gila di sepanjang karirnya sebagai b******n.
Dan saat terbangun di pagi harinya, Edwin merasa ada yang hilang dari hidupnya. Bayangaan tentang Elleonara tidak pernah sedikit pun hilang dari ingatannya. Seolah kenangan yang baru semalam itu telah terpatri begitu indahnya di kepala Edwin. Sungguh menakjubkan. Ajaibnya, hari ini Edwin bisa melihat sosok wanita yang mengganggu hati dan pikirannya itu, meskipun hanya di dalam sebuah lukisan.
Edwin mendengar suara pintu terbuka. Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat dengan jelas siapa yang datang. Senyumnya mengembang melihat sosok itu. Edwin mengamati bagaimana wanita itu berjalan. Di belakangnya, pintu kembali tertutup.
Sembari meneliti gaun berwarna hitam yang membalut tubuh wanita itu, Edwin memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Wanita itu berjalan dengan punggung tegak, dagu terangkat ke atas dan tatapan mata fokus. Saat sang wanita semakin dekat, Edwin mengumpat dalam hati melihat belahan d**a yang terlampau rendah itu. Lelaki mana pun pasti rela melakukan apa pun demia merobek pakaian minum itu.
“Pincess…” panggil Edwin dengan suara khasnya.
Wanita yang dipanggil Princess itu hanya melirik sekilas kemudian berjalan lagi, mengabaikan Edwin yang kini berdiri tegak sembari memindai seluruh bagian tubuhnya.
Senyum Edwin mengembang melihat hal itu. Edwin memindai seluruh ruangan, untungnya hanya ada mereka di ruangan itu. Sebagian besar tamu undangan belum hadir.
Dengan gerakan secepat cahaya, Edwin menyambar tubuh wanita itu dan membawanya ke pojokan, di mana tidak ada yang bisa melihat mereka.
“Beginikah kau memperlakukan pria yang semalam tidur denganmu, Princess?” Edwin menekan tubuh wanita itu hingga menatap tembok.
“Apa yang kaubicarakan!” wanita itu mendesis.
“Ssttt…” Edwin menyatukan bibirnya dengan bibir wanita itu. “Sekarang aku tahu, kau adalah putri tunggal raja Spanyol yang agung. Bagaimana reaksi media kalau mereka tahu semalam kita-“
“Apa yang kau inginkan?” potong wanita yang tak lain adalah putri raja Spanyol itu.
Edwin tersenyum miring. Bukannya menjawab pertanyaan sang wanita, ia justru meletakkan satu tangannya di paha wanita itu. Ia menyusuri kulit lembut di balik gaun tipis sang putri raja. Wanita itu hendak memberontak, tetapi Edwin lebih dulu menekankan tubuhnya ke tubuh wanita itu. Dan dengan sigap, ia menyingkap gaun hitam yang dipakai sang Putri dan menyelipkan tangannya di antara paha mulus itu. Edwin meraba kulit lembut sang putri dengan gerakan menggoda. Hingga jemarinya mencapai pangkal paha dan membelai lembut di sana.
“Yang kuinginkan adalah bercinta denganmu lagii, Princess.” Bisik Edwin serak.
**
Elleonara, lahir sebagai putrid seorang raja. Perawakan khas bangsawan dengan rambut yang selalu tertata rapi, tubuh tinggi dan keelokan bentuk tubuhnya. Benar-benar idaman setiap pria. Elle, begitu orang-orang memanggilnya, selalu dijuluki sebagai salah manusia paling bertuntung yang pernah terlahir di muka bumi. Namun, sepertinya hari ini bukan hari keberuntungannya. Karena ia harus bertemu dengan pria yang semalam menghabiskan waktu bersamanya.
“Apa yang kaulakukan di sini, b******k!” umpat Elle pelan. Pria di hadapannya semakin tersenyum lebar.
“Sstt…” pria itu hendak menyambar bibirnya lagi, tetapi kali ini Elle berhasil menghindar. “jaga bicaramu. Ini pertama kalinya aku mendengar anggota kerajaan mengumpat.”
“Persetan dengan gelarku! Kau menjebakku! Dasar b******n!” cecar Edwin lagi.
“Aku tidak menyangka kau memiliki mulut yang sangat pedas. Yang kuingat, bibirmu itu sangat manis. Dan asal kau tahu, aku tidak menjebakmu. Bahkan saat aku datang kemari, aku tidak tahu kalau kau ternyata anggota kerajaan.”
“Jadi apa yang kauinginkan sekarang. Aku tidak mau ada yang mengetaui tentang hubungan kita. Dan semalam itu-“
“Ah, akhirnya kau mengakuinya.” Senyum Edwin mengembang mendengar pengakuannya.
Elle sendiri tidak mungkin memungkiri kejadian semalam. Malam itu adalah malam terindah yang mustahil ia lupakan. Selama ini, ia belum pernah merasa diinginkan seperti ini. Edwin, pria b******k yang menjebaknya hingga membuatnya terpaksa harus menghabiskan waktu semalaman untuk tidur dengan pria itu. Namun sisi liarnya justru berteriak girang.
Astaga, wanita macam apa dia ini?
“Kau tahu apa yang kuinginkan?” Edwin menyusuri lehernya dengan telunjuk. Jarak di antara mereka hanya beberapa centi. Elle bisa merasakan hangat napas Edwin yang menerpa kulit lehernya. Sesaat ia memejamkan mata merasakan gelenyar aneh yang menjalar di punggungnya. “Aku menginginkanmu.”
Bisikan itu bagai godaan yang mustahil ditakis oleh Elle. Bahkan di saat seperti ini, saat satu tangan Edwin masih bermain di bagian paling sensitifnya sementara tangan yang lain menyusuri leher dan bahkan kini telah berada di belahan dadanya dan mulai menggoda di sana, sekujur tubuh Elle seolah ingin menerima sentuhan dan bahkan mendambakannya. Susah payah Elle meneguk salivanya. Edwin benar-benar membuatnya terbakar luar dan dalam.
“Edwin…” Elle mencoba mencoba peruntungan. “Kau tahu aku punya banyak uang.” Pria itu mengangguk mantap. “Aku akan mengirim berapa pun wanita penghibur yang kauminta.”
Elle bisa melihat dengan jelas kerutan di dahi Edwin. “Apa maksudmu?” tanya pria itu.
“Lepaskan aku. Kau bisa meniduri wanita mana pun selain aku. Kirimkan saja alamat di mana kau tinggal sekarang. Aku bersumpah tidak akan mengingkari janjiku.”
Senyum Edwin mengembang, Elle kembali goyah dengan senyum sederhana itu. “Kau yakin?”
“Aku bersumpah.” Elle berkata tegas. Ada rasa sakit yang tiba-tiba menyerang ulu hatinya saat melihat mata Edwin berbinar bahagia. Jika ia bukan seorang putrid raja, Elle akan dengan senang hati menerima ajakan Edwin. Namun, gelarnya sebagai seorang putri menyulitkannya bertindak brutal. Elle harus menjaga nama baik keluarga dan kerajaan. Begitu aturannya.
“Sepertinya menarik.” Ucap Edwin serak.
“Aku tahu kau tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.” Elle menahan sesak di dadanya. Bibirnya terkatup rapat usai mengucapkan kata-kata itu.
“Tapi aku juga punya cukup uang untuk membayar sepuluh wanita yang siap melayaniku. Dan kurasa aku tidak akan punya cukup uang untuk menyuap seorang putri agar mau tidur denganku.”
Tanpa Elle sadari, Edwin ternyata memegang sebuah benda tajam. Pria itu menyingkap dressnya dan menggunakan sebuah benda kecil untuk memotong tali tipis pakaian dalamnya. Kejadiannya sangat cepat. Sepertinya Edwin memang sudah merencakan semuanya. Termasuk mengatur waktu yang tepat untuk melaksakan aksinya.
Usai memotong salah satu sisi celana dalamnya, Edwin tersenyum puas. Tatapan pria itu mengintimidasi Elle. “Edwin, apa yang kau lakukan?” seru Elle tertahan.
“Memberimu pelajaran, Princess.” Edwin masih menahan tubuh Elle dengan tubuhnya. Pria itu lalu memotong tali di sisi lain celana Elle. Begitu keduanya terpotong, kain tipi situ meluncur bebas ke lantai.
“Edwin!” Elle berseru tertahan.
Melihat wajah pucat Elle, Edwin hanya bisa tersenyum semakin menggoda. Edwin sedikit berjongkok untuk mengambil celana dalam milik Elle kemudian memasukkannya ke dalam saku celana.
“Kembalikan celanaku, Ed!” pinta Elle ketus.
“Kau sudah tidak bisa memakainya, Princess.”
“Ed!” Elle hanya bisa pasrah. Sekarang ia terpaksa harus menghadiri rapat penting tanpa memakai celana dalam. Sungguh sial!
“Kita bisa memulainya sekarang.” Edwin membuka resleting celananya. “Aku akan menuruti apa yang kau minta. Jadi, kau mau posisi yang seperti apa?” Edwin menyingkap gaun bagian atas Elle hingga dadanya sempurna terekspose.
“Ed… jangan gila.”
“Jadi? Kau tidak mau menentukan? Baiklah kita lakukan dengan caraku, Princess.”
“Bagaimana jika ada yang melihat kita?” Elle mendadak pucat. Sebagai seorang putrid, ia hampir tidak pernah berbuat ceroboh, tetapi kali ini sepertinya ia tidak untuk tidak bersikap ceroboh dalam genggaman pria angkuh bernama Edwin Cyrus.
“Aku bersumpah kau akan menyukainya, Princess. Dan tidak akan ada yang melihat kita.” Edwin mengangkat kedua paha Elle, mendorong wanita itu ke tembok dan mulai menyatukan tubuh mereka.
“Oh, Edwin! Kau benar-benar b******k!”
“Ssttt… jangan berisik!” Edwin melumat bibir bawah Elle seraya bergerak perlahan. Menikmati ritme percintaannya dengan Princess Elle.