08:00, Sabtu

1830 Kata

Dennis menyentuh ujung bibirnya, masih teringat akan buaian mimpi yang masih terputar dalam benaknya. Mulut itu, dalam mimpi baru saja melakukan sesuatu pada Bintang. Dan saat ingatan itu makin terbayang-bayang, tanpa sadar Dennis mendengkus. Bukan karena sedang marah, tapi karena menertawakan dirinya sendiri. Seumur-umur, sampai ia setua ini, baru kali ini ia bermimpi bércinta dengan cara yang terhitung manusiawi. Karena dalam mimpi sekali pun, atau dalam fantasi-fantasi liarnya, tak pernah tercipta sebuah bayangan di mana ia akan melakukan séx untuk kesenangan bersama. Selama ini, yang ia pikirkan hanya kesenangan sendiri. Sementara untuk patner séx-nya, ia tak peduli itu. “Tuan Dennis kok senyum-senyum?” “Hah?” “Tuan Dennis kenapa? Kok senyum-senyum sendiri. “Emang gak boleh senyu

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN