08. Pahlawan Kesorean

1001 Kata
Alista terus berlari menghindar dari geng motor yang mengejarnya. Ia tak berani menengok ke belakang. Sekarang dia harus kabur dan kabur. Ini semua pasti gara-gara peristiwa tadi pagi. Dia tidak berniat untuk melawan mereka lantaran wajah mereka sangar, berbeda dengan para cowok yang ia lawan tadi. Alista panik ketika melihat jalan di depannya sudah buntu. Ia harus ke mana lagi. Apa ke belokan kanan?! Ah, sepertinya tidak. Ia tadi melihat salah satu Cowok itu berpencar. "Belokan kiri," monolog Alista lirih, tetapi lengannya mendadak ditarik oleh seseorang. "AAK---" mulut Alista dibungkam oleh tangan Cowok itu. Alista mendongak, ia menatap mata orang yang telah menariknya. Ternyata Bagas, si murid baru yang datang menolongnya. "Ssst." desis Bagas, ia memegang puncak kepala Alista bersamaan dengan lututnya yang menekuk. Mereka berjongkok di balik tong sampai besar. Jangan tanya bagaimana baunya. Alista tidak tahu. Yang ia hirup kini adalah wangi parfum begitu harum dari telapak tangan yang membekapnya. "Jangan bersuara." bisikan Bagas membuat bulu kuduk Alista berdiri, pasalnya suara itu tepat didengar di telinganya. Alista mengangguk pelan. "Sial! Ke mana dia?!" "Kita kehilangan jejak, Bos." "Cari lagi sampai ketemu!" "Lo jalan ikutin gue pelan-pelan, oke?" lirih Bagas. Lagi, Alista mengangguk. Mereka mulai berjalan dengan badan yang membungkuk dengan tangan yang masih saling menggandeng. Keringat keluar dari dahi Alista. Degup jantungnya mendadak jadi cepat. Dua kakinya bahkan terasa gemetar. "Lo lari secepat mungkin. Jangan pernah lepasin tangan gue." intruksi Bagas. Setelah dirasa siap, Bagas mulai berlari terbirit-b***t. Dia menggenggam kencang tangan Alista seakan Gadis itu tidak boleh lepas. "WOY! MEREKA DI SANA!" Detik itu juga Alista semakin tersentak. Beberapa murid SMA sebelah itu mengejar Alista dan Bagas dengan gesit. Nafas Alista menjadi terengah-engah. Kedua kaki jenjangnya menjadi pegal. "Bagas! Gue capek." "Jangan capek sekarang!" "Kaki gue sakit!" "Kepala gue... Pusing," lanjut Alista. Pandangannya menjadi kabur. Ia tidak bisa melanjutkan lari lagi. Bahkan untuk melihat ke bawah untuk memastikan tak ada batu agar tersandung, dia tidak bisa melihatnya dengan jelas. "Bagas, gue enggak kuat." lirih Alista. Dia berhenti sejenak. Bagas pun ikut berhenti sambil menoleh ke belakang. Alista berusaha mengatur nafasnya. Di belakang sana, jarak Mereka semakin dekat. Bagas tentu tidak bisa membiarkan dia dan Gadis itu ditangkap. Tanpa aba-aba, Bagas menggendong tubuh Alista dengan kedua tangannya. Alista refleks memekik terkejut. Baru saja akan lanjut berlari, benda keras menghantam kepala Bagas. "Lo enggak akan bisa pergi semudah itu." Sosok itu menyeringai puas. "BAGAS!" laung Alista. Pandangan Cowok itu mengabur. Bagas melepaskan Alista, ia jatuh menimpa tubuh ramping Gadis itu. Alista perlahan bangun terduduk dan meletakkan kepala Bagas di pahanya. "Bagas bangun! Bangun, please. Gue butuh bantuan lo. Gue butuh pertolongan lo. Bagas, bangun." katanya bertubi-tubi sembari menepuk-nepuk rahang Bagas. Kedua mata Laki-laki itu masih saja terpejam. Bahu Alista merosot. Ketakutannya itu bertambah kala mereka berjarak semakin dekat dengannya. "Bos! Gue berhasil tangkap dua curut ini nih!" lapor orang yang tadi memukul Bagas. Alista bergerak gusar. Tidak ada yang dimintai pertolongan. Di gang ini juga terlihat sepi seperti tak ada orang selain dirinya dan beberapa Cowok itu. Batinnya terus mengucapkan doa kepada Tuhan untuk keselamatannya sekarang. Kini Mereka telah berhasil mengepungnya. Salah satu dari Mereka menyeret Bagas menjauh dari Alista, kemudian dua orang datang dan memukuli sekaligus menginjak-injak Bagas tanpa ampun. Alista menunduk sambil menutup telinganya sendiri. Ia tak bisa menyaksikan seseorang dipukuli. Dia pasrah. Rasa pening di kepalanya pun masih ada. "Stop!" di antara Mereka memberi perintah untuk berhenti. "Giliran dia yang kita kasih pelajaran." Mereka mendatangi Alista. Cowok dengan name tag 'Eros' itu mengangkat dagu Alista. Cewek itu memberinya tatapan tajam. Bau rokok menyeruak membuatnya ingin sekali muntah. "Jadi Cewek jangan sok jagoan." Eros menatap ke teman-temannya. Mereka memegang kedua tangan Alista. "Ka--kalian mau apa?! Lepasin enggak?!" "WOY!" kegiatan mereka terhenti dan kompak menengok ke ujung gang di depan sana. Tampaklah seorang pria berdiri dengan gagahnya. Dari postur tubuh Alista, ia bisa mengenali kalau Cowok itu adalah Marsel. Marsel mulai berjalan mendekati mereka dengan kedua tangan masuk ke saku. "Kalian mau apain dia?" "Lo mau jadi penolong dia? Sini lawan kita-kita. Gue jamin lo enggak akan pulang dalam keadaan anggota tubuh yang utuh." "Weh, santai, Bro. Gue, kan, enggak bilang mau nolong dia," "Marsel! Please, tolong gue. Gue minta maaf atas kesalahan gue di mall itu. Waktu itu gue beneran enggak sengaja. Tolong gue. Bantu gue lepas dari Mereka," Alista mengatupkan tangan, mengusap-usap telapak tangannya dengan sirat memohon. Marsel tertawa kecil. Ini yang dia tunggu sejak lama. Alista di bawah kendalinya dan ia menghancurkan Gadis itu. "Lanjut aja. Gue akan berjaga-jaga di depan buat memastikan enggak akan ada orang yang datang." katanya menekan kalimat di akhir. Marsel maju dan menarik paksa jas Alista hingga menyisakan kemeja putih polos. "Sakit hati gue enggak sebanding dengan rasa sakit yang akan Lo rasain nanti," ucap Marsel, kemudian pergi meninggalkan mereka dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Sementara Eros mulai membuka kancing paling atas. Alista memberontak, tapi usahanya itu seakan tak ada gunanya sama sekali. Dalam sekejap, Cowok itu berhasil merobek kasar kemeja Alista sampai tampaklah tanktop hitam. Kedua tangan Alista bergerak menutupi dadanya. Ia beringsut mundur dengan tatapan takut. Dirinya mencuri pandang ke arah Bagas, ia terbelalak lebar mendapati Cowok itu sudah tersadar. Baru saja akan berbicara, Bagas meletakkan jari telunjuknya di bibir, mengintrupsi Gadis itu untuk diam lebih dulu. Pandangannya teralih lagi pada mereka. Alista tetap mundur hingga akhirnya punggungnya mentok di tembok. "Lo enggak akan bisa lepas dari kita," Salah satu dari mereka membuka seragam, menampakkan perut yang sixpack itu. Alista memeluk lututnya ketakutan saat mendengar suara gesper terjatuh. "b*****t! Enggak akan bisa Kalian nyentuh dia!" Bagas melemparkan batu besar ke murid yang hendak melepaskan celana. Sasarannya tepat. Batu itu berhasil menghantam kepala hingga membuat lawannya terjatuh pingsan. "SIALAN! Kenapa enggak Lo habisin aja dia!" "Gue takut dipenjara, Bos." "Kenapa Kalian diam? Hajar Mereka!" Eros menggertak. Galan, Ega, dan Evan menyergap Bagas yang baru saja sadar. Melihat keadaan Alista, membuat dia teringat adiknya. Beberapa tahun silam, Adiknya juga mengalami kejadian sama seperti ini. Bedanya dia tidak bisa sadar dan menyelematkan karena kakinya terluka parah. Bagas menghajar titik terlemah mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN