Ketika Anda mengunjungi situs web kami, jika Anda memberikan persetujuan, kami akan menggunakan cookie untuk mengumpulkan data statistik gabungan guna meningkatkan layanan kami dan mengingat pilihan Anda untuk kunjungan berikutnya. Kebijakan Cookie & Kebijakan Privasi
Pembaca yang Terhormat, kami membutuhkan cookie supaya situs web kami tetap berjalan dengan lancar dan menawarkan konten yang dipersonalisasi untuk memenuhi kebutuhan Anda dengan lebih baik, sehingga kami dapat memastikan pengalaman membaca yang terbaik. Anda dapat mengubah izin Anda terhadap pengaturan cookie di bawah ini kapan saja.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Di kantor, Asya pijat-pijat pinggang yang terasa mau rontok itu. Apa iya semua perempuan merasakan ini ketika beres dimesrai oleh suami? Atau cuma Asya? Oh, atau karena lawan main di kasurnya adalah Guntur? Ini aslinya pengin rebahan, tetapi nggak mungkin karena Asya sudah ambil banyak cuti berikut izin dan segala jenisnya. Ah, Asya embuskan napas pelan. Anehnya, ketika Asya pegal begini, Guntur justru tampak jauh lebih bugar, padahal tadi itu, kan, dia yang aktif. "Mbak Asya, yuk, ke kantin!" Asya tersentak. "Eh, iya. Tunggu, Mbak!" Asya rapikan kertas di mejanya, ini jam istirahat dan Asya lapar. Saatnya makan. Dia pun beranjak mengekor kawan sepergibahan. "Cie ... yang nanti ikut ke Bandung," celetuk Tania. Asya menoleh. "Udah nyebar, lho, Mbak, gosipnya." Secepat itu. Asya meng