Ketika Anda mengunjungi situs web kami, jika Anda memberikan persetujuan, kami akan menggunakan cookie untuk mengumpulkan data statistik gabungan guna meningkatkan layanan kami dan mengingat pilihan Anda untuk kunjungan berikutnya. Kebijakan Cookie & Kebijakan Privasi
Pembaca yang Terhormat, kami membutuhkan cookie supaya situs web kami tetap berjalan dengan lancar dan menawarkan konten yang dipersonalisasi untuk memenuhi kebutuhan Anda dengan lebih baik, sehingga kami dapat memastikan pengalaman membaca yang terbaik. Anda dapat mengubah izin Anda terhadap pengaturan cookie di bawah ini kapan saja.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Mas berangkat dulu, ya?" Adalah hari H keberangkatan, di mana Guntur mau memenuhi undangan reuni sebagai alumni di tempat menimba ilmunya dulu. Sedang Asya, malam itu, sebelum pagi ini datang, Asya bilang, "Mas, besok berangkat sendiri nggak pa-pa, kan? Aku nggak jadi ikut, di rumah aja. Maaf, nggak bisa nemenin." Kenapa? Itu respons Guntur semalam, Asya jawab dengan dekap yang teramat erat. Seolah sedang mencoba mendekap kepercayaan yang justru semakin jauh menghilang. Ya, malam itu. Asya sembunyikan wajah di d**a Guntur, meresapi rambatan sakit hati yang merontokkan segala logika. Tentang Asya yang ternyata cuma alat ukur perasaan bagi seorang Guntur, yang inginnya Asya tolak dengan bekal logika bahwa selama ini perlakuan Guntur begitu baik padanya. Jadi, mana mungkin. Guntur amat