Nelson menumpang makan di rumah Andin

2077 Kata
Arshaka bingung dengan Nelson yang tidak nafsu makan. Dia sudah berusaha membelikan makanan yang di sukai anaknya, tetapi Nelson tetap menolak. Nelson mengatakan jika lidahnya pahit dan tidak berselera makan. "Ayah, Tante cantik sudah pulang kerja?" Nelson memandangi korden yang masih belum di tutup oleh ayahnya. Arshaka melihat mobil Andin sudah ada sejak pukul enam lalu. Arshaka melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah pukul delapan malam wanita itu pasti sedang beristirahat setelah seharian bekerja. "Ada apa lagi Nelson?" "Tante cantik masak apa ya, Yah? Kita kesana yuk?" Arshaka menolak ajakan Nelson, dia tidak mau masuk ke dalam rumah Andin. Dia tidak ingin melihat Andin bersama kekasihnya yang sedang asik berduaan di rumah, hatinya terasa sesak walau hanya membayangkannya. "Jangan berlebihan Nelson, ini sudah malam." Nelson mengabaikan ucapan ayahnya, dia lalu berlari keluar rumah dan menuju rumah Andin. Nelson memencet bel itu dengan sabar, dari kejauhan Arshaka melihat apa yang dilakukan oleh anaknya. Tak lama kemudian Andin keluar dari rumah, dia berbicara pada Nelson dan meminta anak itu masuk ke dalam rumah. Arshaka kini merasa dilema, apakah dia harus masuk ke dalam rumah Andin? Dia malu terus merepotkan setelah banyak kata buruk yang dia ucapkan pada wanita itu. Anaknya memang tidak bisa diatur, kini dia bahkan masuk ke dalam rumah orang lain untuk meminta makan. "Nelson kenapa kamu seperti ibumu yang tidak tahu malu?" *** Andin sedang memasak sup, akhir-akhir ini kesehatannya kurang baik karena itulah dia ingin memasak sesuatu yang hangat agar tubuhnya terasa lebih baik dari sebelumnya. "Sudah siap, tinggal menggoreng ayam dan membuat sambel. Rasanya menyenangkan bisa masak seperti ini." Ketika dia sedang menggoreng ayam, bel pun berbunyi. Andin mengecilkan api di kompor lalu berjalan ke depan untuk melihat siapa yang datang. "Nelson? Apa yang terjadi?" "Tante, Nelson lapar. Tapi Nelson tidak suka makanan di rumah," ujar Nelson. "Masuklah, Tante sedang memasak saat ini." Nelson dengan semangat mengikuti Andin, wanita itu tidak lupa membantu Nelson duduk di kursi lalu kembali melanjutkan masaknya. "Mama Nelson mana? Kok Tante tidak lihat?" tanya Andin. "Mama di rumah, Nelson lebih suka sama Ayah disini." Andin tidak paham dengan apa yang Nelson katakan, dia pada akhirnya memilih untuk tidak melanjutkan pembicaraannya. Andin tidak ingin ikut campur dalam masalah keluarga mereka. "Tante sendiri di sini?" tanya Nelson. "Ya, Tante sendiri disini. Tapi sebentar lagi temen Tante mau main ke sini," ujar Andin. "Tante baik, Tante nggak bisa berteman sama Ayah juga?" Andin merasa bahwa anak ini sangatlah pandai, tetapi permintaan Nelson tidak akan bisa dengan mudah dia wujudkan. Bagaimana bisa dia berteman dengan Arshaka? Dia bahkan tidak ingin mengingat semua kenangan itu lagi. Andin ingin melupakan semuanya, semua hal yang berkaitan dengan Arshaka. "Bel berbunyi, mungkin itu Ayahmu." Nelson turun dari kursi dan menuju pintu keluar, dia membuka pintu dan melihat siapa yang datang saat ini. Bukan ayah Nelson tetapi lelaki asing yang tidak dia kenal. "Tante, ada lelaki asing masuk rumah ini." "Ajak masuk, Nelson. Dia teman Tante," ucap Andin yang sedang meniriskan ayam gorengnya. "Nelson? Kenapa ada disini?" Yanuar duduk di depan Andin. "Tiba-tiba dia datang Mas, katanya lapar. Ayahnya memasak makanan yang tidak dia suka, semalam Nelson panas tinggi." "Tante cantik ini yang bantu Nelson sembuh, Om." Yanuar mengangguk, entah kenapa ada sedikit rasa tidak suka ketika Andin dekat dengan Nelson dan ayahnya. Dia tidak suka jika Andin terlalu dekat dengan lelaki lain selain dirinya. "Kamu belum makan, Mas?" tanya Andin. "Belum, aku langsung kesini setelah pulang kerja. Ini pesananmu," ujar Yanuar. "Makasih ya, Mas, tolong letakkan di sofa Mas. Kalau di sana nanti kotor," ucap Andin yang masih sibuk membuat sambal. Andin tidak memasak makanan restaurant, dia hanya memasak makanan sederhana ala rumahan. Entah enak atau tidak, dia sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk memasak makanan ini. "Sudah matang Mas, tapi Andin tidak tahu sudah enak atau tidak." "Masakanmu selalu enak," puji Yanuar. Ketika Andin akan duduk kini bel pun berbunyi, Andin lalu bergegas menuju keluar dia tahu bahwa saat ini Arshaka yang ada di luar untuk mencari Nelson. "Nelson ada di dalam, silahkan masuk Pak." Bagaimanapun Arshaka dan Andin pernah bekerja sama karena itulah dia lebih baik memanggil Pak agar lebih nyaman, selain itu Andin lebih ingat jika dia dan Arshaka hanya sebatas atasan dan bawahan. Andin duduk di samping Yanuar, Arshaka akhirnya duduk setelah di persilahkan oleh Yanuar. Dia merasa sesak melihat Andin dan Yanuar sedang bersama, bahkan Nelson dengan santai ikut makan malam di rumah orang lain. "Kau sudah makan?" tanya Yanuar. "Belum, Nelson susah di bujuk karena sakit." "Dia mau makan disini katanya, sekalian aja." "Aku siapkan nasi," ucap Andin. "Bentar, Mas siapkan sendok dan mangkuk nya." Yanuar sedang mengambilkan mangkuk sup untuk Arshaka, walaupun masakannya sangat sederhana setidaknya dia menghargai tamu dengan menawarkan makan padanya. "Cuma masakan rumahan saja, tapi sepertinya Nelson suka sup nya." Arshaka melihat sup yang di makan Nelson sudah habis, bahkan dia meminta lagi sup karena tenggorokannya terasa hangat ketika memakannya, lidahnya tidak terlalu pahit karena masakan Andin. "Enak Tante, benar kata Om kalau masakan Tante selalu enak. Besok Nelson numpang makan lagi ya?" ujar Nelson tidak tahu malu. "Nelson, yang sopan." "Sudahlah, tak apa." Andin merasa kasihan dengan Nelson, setidaknya dia akan melayani Nelson sampai kondisinya membaik. Ketika dalam kondisi sakit memang segala hal terasa tidak enak, karena itulah Nelson merasa senang ketika mendapat makanan yang sesuai dengan apa yang dia inginkan. "Makanlah Pak Shaka." Arshaka mengangguk, dia menerima sup pemberian Andin. Dia melihat hidup Andin bahagia bersama Yanuar, seandainya dia tidak menerima perjodohan, pasti dia yang akan berada di posisi Yanuar. "Ayamnya, Pak Shaka. Silahkan, kalau sup kurang pedes ini sambalnya." Arshaka mengangguk, ini kali pertama dia menikmati makanan yang di buat oleh Andin setelah lima tahun berlalu. Dia merasa bahwa masakan Andin selalu membuatnya candu. "Enak, Yah. Kalau Nelson makan di sini terus pasti makin gendut." "Tidak masalah jika ingin makan di sini Nelson, asal Tante ada di rumah saja." Nelson mengacungkan jempolnya, untung saja Andin baik hati dia merasa senang karena sudah di terima baik oleh tetangga baru yang menyenangkan dan baik. "Ayah, seharusnya cari Ibu baru yang baik seperti Tante ini. Dia pintar memasak, Nelson suka." Arshaka hanya diam. Dia lalu kembali berbicara pada Yanuar karena tidak ingin mendengarkan suara Nelson yang semakin memintanya untuk melakukan segala hal yang mungkin tidak nyaman di dengar oleh yang punya rumah. "Ternyata dunia sempit ya Pak, rumahnya hadap-hadapan juga ini." Yanuar sedang mengobrol bersama dengan Arshaka yang kini bersantai menikmati buah potong yang di bawa oleh Yanuar ketika datang. Nelson bahkan masih setia menemani Andin yang sedang mencuci piring bekas masak dan makan. Dia menikmati perannya dengan baik dan membuat lelaki yang sering kali curi pandang merasa kesal secara bersamaan. Melihat Andin bahagia bersama dengan Yanuar membuat hati Arshaka panas. Bagaimana bisa dia menahan diri melihat pemandangan seperti ini setiap hari? Arshaka bahkan tidak bisa membayangkan hal itu sama sekali. "Nelson ini sudah malam, kamu tidak pulang?" Arshaka menghampiri anaknya yang masih berada di kursi makan melihat Andin yang sedang mencuci piring. "Tante sudah selesai Nelson, pulanglah. Besok sekolah loh," ucap Andin. "Nelson masih sakit Tante, besok masih libur ya kan, Yah?" Arshaka mengangguk, kondisi Nelson baru membaik. Arshaka pikir lebih baik Nelson menambah waktu satu hari saja untuk nya beristirahat sebelum kembali melakukan aktivitas seperti biasanya. "Sudah, istirahat dengan baik. Jangan lupa menggosok gigi, Nelson." Nelson mengangguk, dia tersenyum melihat Andin. Tante baiknya akan menjadi teman baik Nelson nantinya. "Terima kasih banyak Tante cantik," teriak Nelson ketika dia sudah berada di pintu keluar. Yanuar membantu membereskan beberapa buah yang tersisa, dia masukkan kedalam wadah dan di taruh kulkas agar lebih awet. "Udah selesai semua?" Andin mengangguk, entah kenapa tiap kali makanan yang dia buat habis dia merasa sangat bahagia. Hasil kerja kerasnya diapresiasi, hal itu m membuat hatinya senang jika makanannya selalu habis. "Aku tidak mungkin harus kesini setiap hari kan untuk menemani makan?" "Mas bisa aja sih, kenapa jadi suka gombal?" "Mas nggak gombal tahu, setelah ini kamu mau istirahat?" tanya Yanuar. "Mau edit kerjaan Mas, Mau pulang sekarang?" Yanuar menggelengkan kepalanya, dia masih lelah dan memilih untuk istirahat sebentar di sini. Banyak hal yang Yanuar kerjakan dan setelah semuanya selesai kini dia memilih berada di rumah Andin. "Ya sudah, Mas bisa nonton Tv sambil nemenin Andin edit." Yanuar mengangguk, dia hanya ingin lebih lama bersama dengan Andin. Dia tidak akan berbuat hal yang tidak-tidak karena dia tahu keluarga Andin tidak akan mentolerir segala hal yang berkaitan dengan itu. "Menurut Mas udah bagus ga?" Andin memperlihatkan hasil editannya, Yanuar mengangguk setuju memang dia suka hasil editan Andin yang masih terlihat natural ini. "Mas besok ada acara?" "Ada dua tempat, kenapa?" tanya Yanuar. "Aku hanya bertanya." Mereka mengobrol bersama tanpa tahu jika ada seseorang yang memantau mereka dari rumah. Arshaka benar-benar menunggu Yanuar pulang dari rumah Andin walaupun sampai tengah malam. "Sialan, apakah Yanuar tidak pulang? Ataukah mereka memang tinggal bersama?" Arshaka terbakar emosi, dia merasa kesal. Dia tahu bahwa ada banyak hal yang mungkin menjadi penyebab kenapa Yanuar sibuk dengan Andin, mereka bekerja sama bisa saja mereka menyelesaikan pekerjaan yang tertunda. "Sialan, kenapa aku memikirkan hal yang tidak-tidak?" Arshaka memikirkan segala hal liar, dia takut apakah Yanuar akan melakukan hal itu dengan Andin? Dia bahkan tidak bisa berpikir waras bagaimana bisa dia memikirkan segala hal yang berkaitan dengan mantan pacar apalagi sampai dengan urusan ranjang. "Sialan!" Arshaka akhirnya memilih masuk ke dalam kamar setelah jam menunjukkan pukul dua belas malam. Dia berusaha tidak memikirkan apa yang terjadi di rumah itu, dia pasrah pada Tuhan dan tidak ingin mengganggu mereka. *** Yanuar terbangun, tubuhnya terasa pegal bangun dari sofa. Dia melihat Andin yang sedang memasak di dapur, dia sudah mandi dan terlihat cantik walaupun polos tanpa make up. "Morning, Mas." "Morning." Yanuar mengambil air minum dan duduk sembari melihat Andin yang sedang memasak nasi goreng untuk sarapan pagi. Sisa nasi semalam dia akan buat nasi goreng, dia tidak ingin membuang bahan masakan karena sayang. "Pegel ya Mas? Dah di suruh di kasur aja gak mau malah milih di sofa." Yanuar menggaruk kepalanya yang tidak gatal, semalam memang dia sempat ketiduran di sofa lalu Andin membangunkannya, Yanuar sudah malas berpindah tempat karena itulah dia mengatakan akan tidur di sofa saja. "Lain kali jangan ngeyel, Mas." Umur Yanuar sudah sangat siap untuk menikah, tetapi sampai saat ini Andin tidak pernah mengenal wanita yang dekat dengan Yanuar. Semuanya terlihat secara umum karena banyak orang yang bekerja sama dengan Yanuar. "Melihatmu seperti ini jadi pengen nikah, kan enak ada yang masakin." Andin tertawa, Yanuar selalu bercanda dan dia tidak mengambil hati apa yang Yanuar katakan. Lelaki itu sepertinya sedang fokus dengan bisnisnya hingga dia lupa mencari wanita untuk diajaknya menikah. "Mas, mandi dulu sana. Kalau mau ganti ada pakaian Mas Abi di kamar itu," ucap Andin. Yanuar menghabiskan air minumnya, dia lalu masuk ke dalam kamar yang biasa Abimanyu gunakan ketika menginap di sini. Dia mulai membersihkan diri dan memakai baju Abimanyu yang satu ukuran dengannya. Untung saja hari ini dia bekerja dengan santai, acaranya Tidak formal karena itulah dia merasa tenang karena tidak perlu berganti baju untuk pulang ke rumah. Tak menunggu lama kini Yanuar sudah keluar dari kamar Abimanyu, dia terlihat lebih segar dan tampan. Dia duduk dengan tenang menunggu Andin yang sedang menggoreng telur untuk mereka. "Nanti berangkat bareng saja, lagi pula kita di acara yang sama." "Loh acaranya sama Mas? Aku pikir yang sore nggak sama Mas." Yanuar menyentil dahi Andin, jika dia tidak membuka catatan wanita itu memang selalu lupa. Untung saja Andin selalu mencatat jadwalnya, jika dia malas maka dia akan salah jadwal karena lupa. "Sakit Mas." Yanuar meminta maaf lalu mengusap lembut dahi Andin. Jantungnya berdegup kencang, dia selalu seperti ini jika berdekatan dengan Andin. Mereka kenal sejak lama tapi Yanuar tahu bahwa Andin mungkin tidak memiliki perasaan yang sama seperti apa yang dia miliki. "Sudah selesai, ayo sarapan." *** Arshaka dengan kantung mata menghitam tidak bisa tidur dengan tenang, dia membuat telur mata sapi untuk anaknya. Seharusnya hari ini Nelson pulang, tetapi Arshaka ingin bertemu dengan Keisha secara langsung, dia akan menegur Keisha karena tidak merawat Nelson dengan benar. "Makan dulu Nelson," ucap Arshaka. "Ayah, Nelson tidak mau pulang." "Kita sudah membicarakan ini Nelson. Kenapa berubah pikiran lagi?" Arshaka sebelumnya sudah mengatakan jika hari ini akan mengantar Nelson pulang tetapi anaknya selalu berubah-ubah dan menghindari pulang ke rumah Keisha. Dari celah korden kini Arshaka melihat Yanuar dan Andin berangkat kerja bersama, entah kenapa nafasnya semakin memburu. Dia cemburu dengan apa yang dia lihat saat itu, bagaimana bisa Andin bersama dengan Yanuar hidup dalam satu rumah tanpa ikatan pernikahan? "Sialan."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN