Sheila kemudian mengajak Adrian mengunjungi apartemennya di Inggris, tentu saja setelah tangisannya mereda. Dia bahkan harus menundukkan wajahnya karena malu ditatap oleh semua orang yang ditemuinya di jalan.
Selain itu Adrian yang terus menggenggam tangannya dan menjelaskan ke semua orang bahwa dia telah berbaikan dengan kekasihnya, semakin membuat Sheila ingin menghilang segera dari tempat itu.
"Apartemen kamu bagus, rapi dan bersih," puji Adrian saat melangkahkan kakinya masuk ke apartemen Sheila.
"Makasih. Kamu mau minum apa? Kopi atau teh?" tawarkan Sheila setelah menaruh tasnya di meja.
"Aku mau kamu," jawab Adrian dan berjalan mendekati Sheila. Wanita itu tak bisa mengelak. Langkah mundurnya terhenti saat punggungnya menubruk tembok. Dia tersudut saat ini.
"Ka-kamu mau apa?" tanya Sheila lugu.
"Aku kan udah ngomong, sayang. Aku mau kamu," jawab Adrian dengan senyum misterius. Dia sangat suka wajah bersemu merah Sheila saat malu dan panik.
"Kamu jangan becanda," Sheila mendorong pelan tubuh Adrian tetapi tak goyah.
Adrian kemudian mengelus lembut pipi Sheila membuat wanita itu memejamkan matanya. Tangan Adrian kini mengelus tengkuk Sheila, membuat sensasi merinding di sekujur tubuhnya.
Adrian memberanikan diri mencium bibir Sheila. Jika wanita itu menolak dan langsung menampar atau memukul wajahnya, dia harus siap akan resiko itu. Tetapi sudut bibir Adrian mendadak terangkat karena ternyata Sheila hanya diam saja.
Adrian kemudian melumat bibir merah itu, Sheila menerima tanpa membalasnya. Tangan Adrian lainnya kini berada di pinggang Sheila dan sesekali meremasnya.
Berciuman dengan Sheila membuat Adrian merasakan sensasi baru. Wanita itu sepertinya tidak mempunyai pengalaman berciuman, dia sangat kaku dan sepertinya tidak tahu harus berbuat apa. Namun Adrian beranggapan mungkin saja Sheila masih membuat sekat antara dirinya, mana mungkin Sheila yang besar di Inggris tidak menjalani kehidupan modern nan bebas di sana.
Adrian terus saja melumat bibir Sheila, bermain-main di sana, hingga akhirnya Sheila menyerah, dia membalas ciuman Adrian. Bahkan kini tangannya menjambak rambut belakang Adrian.
Keduanya larut dalam ciuman yang memabukkan. Adrian kemudian menggendong Sheila layaknya koala dan membawanya menuju kamar.
Adrian perlahan-lahan menjatuhkan tubuh Sheila di kasur, ciumannya kini lebih panas dan menggebu-gebu.
"Stop!" cegat Sheila saat Adrian ingin membuka bajunya.
"Jangan Adrian. Kita gak boleh seperti ini," ingatkan Sheila dengan tatapan memohon.
"Sori sayang. Makasih telah mengingatkan aku," ucap Adrian dan memperbaiki baju Sheila. Dia mencium kening Sheila kemudian ikut berbaring di sampingnya. Adrian tahu bahwa ini mungkin terlalu cepat bagi Sheila dan dia juga ingin membuktikan kepada Sheila bahwa dia bukan menginginkan Sheila hanya karena napsu semata tetapi benar karena rasa cinta dan sayang yang tulus.
"Tapi berpelukan boleh kan," ucap Adrian dan menarik tubuh Sheila ke dalam pelukannya. Sheila mengangguk. Keduanya saling memeluk dan memejamkan mata.
***
Adrian merasa bahwa tidurnya kali ini adalah tidur ternyenyak seumur hidupnya. Dia meraba-raba tempat tidur tetapi hanya mendapati bantal saja. Perlahan-lahan dia membuka matanya mencari Sheila yang tak lagi berada di pelukannya.
Adrian bangkit dan sekali lagi melihat sekeliling mencari keberadaan Sheila. Namun, aroma masakan kemudian menyergap hidungnya, membuat perutnya berbunyi keroncongan.
Dia bergegas menuju dapur dan mencari tahu siapa yang tengah memasak.
"Hai calon istri!" ucap Adrian sengaja mengejutkan Sheila dari belakang.
"Hiat!" Sheila yang terkejut tanpa sadar memberikan tendangan karate ke wajah Adrian.
Adrian terhuyung ke belakang, tendangan itu sedikit mengenai sudut bibirnya walau tak terlalu keras.
"Adrian, kamu gak apa-apa?" Sheila yang menyadari itu seketika menghampiri untuk memastikan keadaan Adrian.
"I-iya," ucap Adrian yang kini pucat pasi.
"Aku lupa ingetin kamu jangan pernah berjalan dari belakangku dan ngagetin aku seperti itu."
"Kamu ahli bela diri?"
"Iya. Sabuk hitam," jawab Sheila. Adrian yang mendengarnya, mereguk ludahnya berkali-kali. Dia sepertinya tidak boleh bermain-main dengan Sheila yang memiliki keterampilan bela diri.
"Astaga, masakan aku!" Sheila segera melihat kompor. Untung saja masakannya masih bisa diselamatkan. Dia segera mematikan kompor dan mengambil dua piring untuk disajikan.
"Kamu duduk di meja ya. Kita makan sama-sama," ucap Sheila melihat Adrian sendiri bangkit dari duduknya.
"Iya."
"Jadi apalagi yang kamu rahasiain dari aku?" tanya Adrian sembari mengunyah pasta yang dibuat Sheila.
Sheila mengangkat satu alisnya, "Rahasia? Maksud kamu apa?" tanya Sheila tidak mengerti.
"Setelah kamu ngasih tahu bahwa kamu adalah agen mata-mata, kamu juga ahli bela diri. Apa adalagi rahasia yang kamu sembunyiin dariku?" tanya Adrian memastikan. Setidaknya dia harus lebih waspada dengan Sheila.
"Ehm apa ya, aku suka kamu?" ucap Sheila. Kini Adrian yang mengulum senyum digombal seperti itu. Sheila juga ikut mengulum senyum melihat wajah bahagia Adrian.
"Oh iya. Kamu tadi ngomong apa?" tanya balik Sheila.
"Ngomong apa?"
"Iya waktu kamu ngagetin aku," jawab Sheila.
"Ya mana sih? Aku bingung."
"Udah lupain aja," jawab Sheila yang hanya mengaduk-aduk pastanya. Adrian terkekeh geli karena berhasil mengerjai Sheila dan membuat wanita itu merajuk.
"Iya calon istri," ucap pelan Adrian tapi masih bisa didengar oleh Sheila. Wanita itu sontak mengangkat wajahnya dengan tatapan tanya.
"Aku serius saat ngomong itu. Aku ingin kita menikah."
"Kamu jangan becanda Adrian, ini gak lucu."
Sheila menatap mata Adrian untuk mencari kebohongan di sana tetapi tidak didapatkannya.
"Aku gak pernah seserius ini sama wanita," yakinkan Adrian.
Ya, Adrian dahulu adalah seorang playboy, bermain-main dengan perasaan wanita dan tidak menjalin hubungan serius adalah hal yang sering dilakukannya. Tetapi entah mengapa dengan Sheila, dia tidak memerlukan waktu yang lama untuk meyakinkan dirinya. Keputusan ini bahkan lebih cepat dibandingkan saat dirinya menjalin hubungan dengan Angel dulu.
"Terus bagaimana-" Sheila tak melanjutkan ucapannya. Dia mengigit bibirnya, takut akan fakta yang akan didengarnya.
"Soal orang tua kita. Aku sudah ngasih tahu mereka soal hubungan kita. Mereka hanya ingin tahu apakah kamu mempunyai perasaan yang sama untuk mereka memutuskan apakah akan merestui hubungan kita," jelaskan Adrian.
"Tapi aku yakin sekarang, aku bisa berdiri di hadapan mereka dan mengatakan kamu juga mempunyai perasaan yang sama," ucap Adrian lagi dan menggenggam tangan Sheila.
Ucapan Adrian itu kini membuat keyakinan Sheila begitu besar. Adrian pria yang senang bercanda dan sering memandang enteng sesuatu, kini bisa berbicara serius soal hubungan mereka.
"Oh iya kapan kamu balik ke Indonesia?" tanya Sheila.
"Seminggu lagi. Aku ingin menghabiskan waktu berjalan-jalan di kota London bersama kamu. Seorang tour guide cantik," gombal Adrian.
"Emang ini pertama kali kamu ke Inggris?"
"Gak. Aku sering ke sini tetapi hanya urusan bisnis. Jadi untuk berjalan-jalan ke tempat wisata di sini, gak ada waktu," jawab Adrian.
"Anggap aja kita sekalian kencan di kota London. Iya kan?"
"Iya."
"Ya udah kamu habisin cepat makanan kamu. Temenin aku ke hotel untuk mengambil barang-barangku."
"Emang kamu bawa barang-barang kamu ke mana?" tanya Sheila.
"Aku mau pindah ke sini."
"Adrian!" protes Sheila.
"Eh siapa yang berharap tidur sekamar dengan kamu. Gak dong. Aku kan udah berjanji gak akan melangkah terlalu jauh sebelum kita menikah. Lagipula aku lihat kamu kan punya dua kamar. Aku tidur di kamar satunya," balas Adrian.
"Ya terserah kamu. Kamu emang keras kepala," cibir Sheila.
"Kamu juga."
Sheila tak lagi membalasnya, hanya menghela napas kasar. Adrian pria menyebalkan sayangnya dia mencintainya.