Panji memijit pelipisnya yang mulai terasa pening. Omongan kliennya tidak begitu ia dengarkan. Apalagi lelaki itu terus saja memuji teman wanitanya. Di mana semua menjurus pada Layla, sang mantan istri.
Setelah bicara panjang lebar. Akhirnya Panji dan Banyu pun membicarakan harga toko roti tersebut. Dengan berbagai alasan, Panji menaikan harga dari yang tadinya ia ajukan.
"Gak papa, saya setuju saja." Banyu mengulum senyum, "saya sudah kadung suka dengan toko ini. Apalagi warna catnya ini merupakan warna favorit Layla," imbuhnya sembari memandangi sekitar ruangan.
"Iya." Panji meringis kecut.
Warna cat dinding toko ini memang pilihan dari Layla, yakni warna peach orange. Hingga saat ini Panji tidak mau mengganti warna tersebut. Walau pun Hani berulang kali memprotes. Tetap saja Panji akan mengecat ulang tembok dengan warna peach.
"Baik ... kapan kita bisa bertemu lagi?" tanya Banyu serius, "nanti saya akan bawa notaris untuk mengurus semuanya."
"Eum ... nanti saya kabari kapan kita bisa bertemu lagi," sahut Panji sedikit kaku, "soalnya dua tiga hari ini saya ada kepentingan," kilahnya berbohong.
"Oh gitu? Ya sudah ... saya tunggu chat Pak Panji saja nanti."
"Iya, nanti akan saya chat Anda," janji Panji pelan.
"Kalo begitu saya permisi dulu." Banyu pamit sambil mengulurkan tangan.
"Terima kasih atas waktunya Pak Banyu," balas Panji menjabat tangan Banyu.
Usai bersalaman Banyu meninggalkan toko tersebut. Panji mengantarnya hingga ke depan. Saat Banyu melambaikan tangan, Panji membalasnya dengan sedikit senyum basa-basi.
Panji menghempaskan tubuhnya pada kursi yang mulai berdebu itu. Dia memegangi dadanya yang terasa sesak. Jujur, jika sosok Layla yang dimaksud Banyu adalah mantan istrinya, maka Panji akan merasa malu.
Bagaimana tidak? Banyu adalah seorang pemilik gerai ayam goreng yang terkenal. Lelaki itu mungkin sedikit muda, tetapi pencapaiannya jauh melebihi usaha Panji.
Apalagi Panji pernah merendahkan Layla. Dulu saat awal baru bercerai, dia sering meledek ibu dari anak-anaknya itu. Lelaki itu terkenang kejadian saat mereka tidak sengaja bertemu di pesta pernikahan teman.
"Cari suami itu gak mudah, La," ejek Panji sengaja mendekati Layla. Kebetulan wanita itu sedang sendiri sembari menikmati hidangan. "Apalagi kalau sudah punya anak. Dua lagi," ujar Panji sedikit tergelak.
"Jodoh itu Allah yang tentukan, Mas," sahut Layla tenang tidak terprovokasi, "gak akan tertukar dan akan di waktu yang tepat," imbuhnya sambil menggigit muffin cokelat.
"Buktinya dua tahun menikah, kamu gak laku-laku." Panji membalas enteng. Dia benar-benar merendahkan. Tiba-tiba pria itu mendekat. "Punyamu bisa karatan kalo lama gak dipakai," bisik Panji sarkas.
Wajah Layla tampak merah padam karenanya. Dan Panji senang melihat sang mantan marah seperti itu. Sayangnya wanita itu tetap tidak mau mengeluarkan kata kasar.
"Kamu pikir aku barang expired?" Mata Layla menatap mantan suaminya dengan lekat, "kamu salah! Saya ini limited edition, jadi gak sembarang orang bisa menaklukkan aku."
"Hah ... sombong!" Panji langsung mengecam, "itulah kenapa aku lebih pilih Hani daripada kamu. Kamu besar kepala mentang-mentang bisa cari duit sendiri," cerca Panji kian berapi-api. Dia seolah lupa tengah tengah berada di mana.
Tidak mau meladeni omongan Panji, Layla memilih bangkit dari duduknya.
"Mau ke mana kamu?" Tangan Panji meraih lengan kecil Layla.
"Tolong lepas, Mas! Malu kalo jadi bahan tontonan orang," tegas Layla dengan suara tertahan.
"Lebih malu mana kemana-mana gak punya pasangan?" ejek Panji dengan seringai sinis.
Layla menarik napas dalam-dalam. Dia berusaha sekuat tenaga untuk tetap bersikap tenang. Tiba-tiba matanya menangkap sosok Hani yang tengah memperhatikan dia dan Panji.
Hani tidak mendekat. Wanita itu masih belum berhadapan langsung dengan Layla. Hanya saja mata Hani terus mengawasi gerak-gerik Panji dan Layla.
"Udahlah balikan sama aku, nanti biar Hani aku belikan rumah baru yang lebih kecilan dari rumah kita," bujuk Panji dengan nada serius.
"Aku gak sudi!" tegas Layla datar.
Wanita itu berlalu tanpa senyum. Pergi meninggalkan Panji yang masih melongo mendapat balasan telak dari Layla.
*
Panji menarik napas dengan gusar. Pria itu mengerang keras mengingat kejadian tersebut. Tidak bisa Panji bayangkan betapa malunya jika dia bertemu Layla tengah digandeng Banyu.
"Arghhh!"
Lelaki itu menyugar rambutnya dengan kasar.
"Kenapa harus Layla sih?" Panji mendengkus resah.
Cukup lama Panji termenung di tempat tersebut. Setelah dirasa jenuh, lelaki itu keluar toko. Usai mengunci pintu kaca toko, Panji menuju mobil.
Pria itu melajukan mobilnya menuju toko onderdilnya yang bersebelahan dengan bengkel. Sampai sana baik toko maupun bengkel terlihat sepi. Bahkan para montirnya asyik main gadget saking tidak adanya pekerjaan.
Panji tidak terkejut melihat anak buahnya leha-leha. Memang kenyataannya tengah sepi pelanggan. Saat ini otak Panji terus tertuju pada Layla dan Banyu.
"Aku perlu menyelidiki dulu kebenarannya." Mendadak otak Panji bertekad. "Semoga saja hanya kebetulan nama, warna, dan hobi yang sama," harapnya serius.
Hingga akhirnya Panji punya ide. Lelaki itu melihat jam. Sudah pukul tiga sore. Saatnya Kenzi dan Atha pulang sekolah. Sekolah kedua anaknya memang menerapkan sistem full day. Sehingga pulangnya sampai sore.
Panji bangkit dari kursi sandaran tingginya. Sebelum pergi, dia memerintahkan kepada karyawannya untuk menutup bengkel dan toko lebih awal saja.
Setelah mendapatkan anggukan dari pegawainya, Panji masuk mobil. Dia segera menuju sekolah Kenzi. Saat tiba di tujuan ternyata Kenzi sedang mengobrol dengan teman-temannya di halte. Tidak tampak Atha di antara mereka.
"Kenziii!" teriak Panji dari dalam mobil.
Kenzi sontak menoleh. Anak itu melihat ayahnya melambai. Dirinya gegas berpamitan pada teman-temannya. Lantas berjalan cepat masuk ke mobil.
"Atha mana?" Panji menanyakan anak sambungnya begitu Kenzi menutup pintu.
Kenzi tidak langsung menjawab. Matanya bergerak-gerak mencari keberadaan seseorang.
"Itu!" Kenzi menunjuk sepasang anak SMA yang tengah berjalan beriringan. Kedua tangan anak itu saling bertautan satu sama lain.
Panji melajukan mobilnya dengan pelan. Dia membunyikan klakson. Sontak kedua remaja itu berpaling.
"Pulang, Tha!" suruh Panji tegas.
Anak Hani menyengir tipis. "Sory, Om, aku mau kerja kelompok dulu," tolaknya beralasan.
"Ya sudah, nanti langsung pulang, ya!"
"Ya, Om." Atha mengangguk patuh.
Panji mempercepat laju mobilnya. Ayah dan anak itu saling berdiam diri. Baik Kenzi maupun Azriel memang tidak begitu dekat ayahnya.
"Lho ... ini mau kemana, Yah?" tegur Kenzi begitu sadar jalan yang dilewati berbeda.
"Ke rumah bundamu," sahut Panji dengan pandangan fokus ke depan.
Kenzi terpana. "Beneran, Yah?"
Panji melirik anaknya sekilas. "Tadi pagi kamu bilang mau ke rumah bundamu kan?"
Kenzi bergeming. Namun,hatinya amat berbunga bisa diizinkan pergi ke rumah bundanya. Pasalnya sudah hampir tiga bulan mereka tidak bertemu. Tentu saja Panji yang melarangnya.
Empat puluh menit berkendara, mobil Panji memasuki sebuah perumahan yang cukup asri. Jarak rumah Layla tinggal beberapa meter lagi. Dari kejauhan mata Panji menangkap sebuah mobil sedan yang tidak asing di mata.
Ya ... itu mobilnya Banyu. Sedan mewah itu berhenti tepat di depan rumah Layla. Ketika pintu mobil itu terbuka turunlah sang mantan istri yang makin hari makin glowing.
Dari mobilnya Panji melihat jika Layla tengah berbicara dengan pemilik mobil. Walau pun tidak turun, tetapi Panji yakin jika pria yang diajak ngobrol oleh Layla adalah Banyu.
Menit berikutnya, sedan hitam itu berlalu pergi. Dan Layla gegas membuka pagar pintu rumahnya.
"Lho ... Yah, kok kita putar balik?" tegur Kenzi heran saat ayahnya memutar haluan. "Katanya mau anter aku ke rumah Bunda?"
"Gak jadi," sahut Panji dingin.
"Gimana sih Ayah--"
"Diaaam!" Gertakan Panji yang spontan, serta tatapannya yang tajam membuat Kenzi terbungkam.
Panji menambah kecepatan mobil. Pikiran dan hatinya kembali panas. Dia bertekad tidak membiarkan Layla didekati oleh Banyu.
Sampai rumah pikiran Panji kian kalut. Dia menjadi uring-uringan. Selera makannya hilang.
"Kenapa sih, Mas? Perasaan dari pulang mukanya kecut banget," tegur Hani pada sang suami.
Panji bergeming. Dia tidak merespon ucapan sang istri.
"Ada apa, Mas?" Hani mencoba mendesak, "apa klien yang membeli toko kita menawar murah?"
"Gak." Panji menggeleng lemah.
"Terus?"
"Aku akan membatalkan transaksi ini," balas Panji datar.
Hani terkesima mendengarnya. "Memang kenapa dibatalkan?" cecarnya gemas.
Next
Jangan lupa subscribe ya untuk update part terbaru ?
Follow akun IG aku yenika_koesrini untuk intip cast karakter
di n****+ ini.