Episode 22

1077 Kata
Terdiam ketika melihat sosok pria yang selalu menjadi impiannya, penampilan sosok tersebut sekan semakin menguatkan keyakinan bahwa pria itu adalah sosok yag ada dalam mimpinya. "Baiklah, bagaimana pun juga kamu seorang Presdir di sini, mana mungkin aku berani menolak. Kalau begitu, di mana Faeyza?" balas Zein tidak mendapat gadis yang selalu mengatakan tentang mimpi bahkan menganggap dirinya sebagai sosok pria yang ada dalam mimpinya. "Faeyza? Dia ada di ..." Ucapan Tanvir terhenti ketika melihat sosok wanita cantik yang selalu menjadi pujaan hatinya tersebut malah bengong di depan pintu sambil menatap Zein tanpa berkedip. "Hiih, dasar Faeyza. Malah bengong." Ia pun melangkahkan kaki menghampiri gadis itu dan menarik tangannya. Faeyza tersentak ketika tangannya tiba-tiba ditarik, reflek dia menarik kembali tangan tersebut seakan tidak ingin kalau sampai pujaan hatinya mengira kalau dirinya adalah seorang gadis yang tidak mampu menjaga dirinya. "Kamu ngapain tarik-tarik tangan ku?!" tegurya. Tabvir sungguh kesal pada gadis itu, selalu saja marah dab jutek padanya padahal niatnya baik. Ia pun melepaskan genggamannya pada tangan gadis tersebut ketika sampai di depan meja Kakaknya. "Bukankah tadi kamu bilang ingin kerja menjadi OG, sekarang aku sudah membawa mu langsung pada CEO ZEM. Kamu bisa bicara sendiri dengannya, dari pada kamu bicara dengan HRD atau menyerahkan surat lamaran kerja dan sudah pasti tidak akan diterima," balas Tanvir jengkel. Deg ... Jantung gadis itu seakan berenti berdetak mendengar nama Zein, darah berdesir berbeda. Ia baru ingat kalau sekarang dirinya berada di perusahaan ZEM milik Zein Ekky Maulana. Perlahan dia membalikkan tubuh dan menghadap owner ZEM tersebut, rasanya sangat memalukan melihat dirinya bersikap kasar pada seseorang. "Iza, apakah kamu sungguh ingin bekerja menjadi OG? Bagaimana kalau kamu bekerja yang lain saja?" kata Zein ramah. Gadis itu tersenyum sendiri seakan pria itu sedang menyatakan kesediaannya untuk menjadi seorang Istri. "Mas tenang saja, aku bisa memasak setiap hari untuk mas. Aku juga melakukan olah rga ranjang setiap malam bersama mas, aku akan berusaha yang terbaik," jawabnya tanpa sadar. Tanvir melotot horor sedang Zein menutup mulut menahan tawa melihat sikap gadis itu, ia yakin kalau sekarang Faeyza tidak fokus pada pertanyaannya dan mengkhayalkan hal yang lain. "Pertanyaannya apa, jawabannya apa. Nggak nyambung banget, apa hubungannya coba antara OG dengan olah raga ranjang," gerutu Tanvir, ia menoleh pada Kakaknya, pria itu terlihat menahan tawa. Tidak ingin kalau sampai benih tumbuh cinta antara mereka berdua, pria safir itu menepuk pelan bahu Faeyza hingga membuat gadis itu kebali tersentak. "Za, tidak ada yang menanyakan kemampuan mu di atas rajang, jangan pikiran kotor deh," tegurnya. Wajah gadis itu sudah bersemu merah, sepertinya dia sudah terbawa perasaan dan salah berkata."Anu ... maafkan aku, mas Zein," sesalnya. "Tidak masalah, Iza mungkin masih memikirkan yang semalam," balas Zein maklum. Sekarang ganti pikiran Tanvir yang tidak jelas, dia berpikir kalau semalam mereka telah melakukan hal-hal yang bersifat intim. "Bu-bukan mas, tapi memang iya. Semalam milik mas sangat panjang, jadi ... aku merasa kalau milikku tidak akan muat, karena itu aku sekarang membawa sesuatu untuk memasukkan milik mas," jawab Faeyza gugup. Dia bermaksud mengatakan kalau penjelasan Zein terlalu panjang, sekarang dia membawa buku untuk mencatat penjelasan pria tersebut hingga mudah dimasukkan ke dalam otaknya. Tapi Tanvir berpikir lain, pria itu berpikir kalau Faeyza dan Zein sudah melakukan perbuatan yang tidak benar dan melanggar norma agama. Ia pun menghampiri Kakaknya, dengan perasaan emosi yang melupa dia menarik kerah kemeja sang Kakak dan memaksa pria itu berdiri. Matanya menatap sengit serta penuh amarah saudaranya tersebut. Zein sama sekali tidak mengerti apa yang mmebuat Adiknya itu terlihat begitu marah, seingatnya dia tidak melakukan sesuatu yang akan membuat pria jengkel."Tanvir," katanya. Buagh ... "Ugh..." Faeyza terkejut melihat teman sekelasnya itu menonjok perut Zein dengan sangat keras, bahkan bukan hanya sekali tapi berkali-kali."Tanvir, hentikan!" tegurnya berusaha untuk menghentikan pria rupawan tersebut. "Tanvir, kamu ini kenapa?" tanya Zein sambil menahan nyeri di perutnya akibat pukulan Adiknya tersebut. "Diam! Jangan sok suci, aku pikir aku memiliki seorang Kakak yang baik, tapi ternyata hanya seorang pria b***t yang mengambil kesempatan dalam kesempitan!" amuk Tanvir, ia kebali menghajar suadarnya tersebut, bukan hanya memukulnya dengan tangan bahkan menendangnya hingga sang Kakaknya terbentur sudut meja yang cukup lancip. Faeyza berlari menghampiri Zein lalu berusaha membantu pria tersebut untuk berdiri tapi selalu saja dengan sikapnya yang halus, pria itu menepisnya karena tidak ingin disentuh oleh wanita yang belum halal dengannya. Gadis itu mengerti, ia pun segera melepaskan lengan pria itu meski begitu dalam hati sangat khawatir. Zein menatap Adiknya prihatin, sepertinya ada sebuah kesalah pahaman di sini."Tanvir, apakah pikiran mu menjurus ke arah hubungan suami istri?" tanyanya sambil meyerngit menahan nyeri di perutnya, sepertinya ketika menabrak ujung meja tadi terlalu keras dan mengernai organ dalamnya. "Ha? Memangnya bukan?" balas Tanvir sedikit bersalah. Uhuk ... Uhuk ... Zein terbatuk, sungguh tidak menguntungkan disaat harus menjelaska sesuatu tubuhnya dalam keadaan tidak sehat. Ia pun melangkahkan kaki dudu di atas kursi, tanganya menarik laci meja lalu mengambil obat pereda nyeri dan meminumnya. Pria itu mengabil air putih lalu kembali bangkit dari tempat dudunya berjalan menghampiri sang Adik dan menyerahkan air putih tersebut."Bacalah bismillah lalu minu ini, semoga amarah mu segera reda. Kamu tidak akan bisa menyelesaikan sesuatu dalam keadaan marah." Tanpa terasa air mata Faeyza menetes, Zein yang dihajar dia yang ketakutan. Ia membayangkan kalau sendainya memiliki suami seperti Tanvir, mudah arah bahkan sampai memukul orang, pasti akan seperti di neraka. "Tadi ... apakah kamu berpikir kalau semlam aku dan Iza melakukan sesuatu yang tidak benar?" tanya Zein masih lembut dan penuh kasih sayang, ia bahkan menyentuh bahu Adiknya tersebut. "Tanvir, semalam Iza hanya menghubungi ku lewat telpon dan bertnya soal mimpi. Mungkin penjelasan ku terlalu panjang, jadi dia hari ini membawa buku agar mudah memasukkan penjelasan ke dalam pikirannya," jelasanya. "Ha?" Tanvir tercengang, ia bahkan sudah memukul saudaranya tersebut. Kalau sampai Maulana tahu, dia pasti akan dihukum, dirinya telah diberi peringatan. "Tanvir, belajarlah untuk menahan amarah. Allah sendiri telah memberi pahala bagi orang yang mampu menahan amarahnya, salah satunya dalam surat Ali Imron ayat 134 yang artinya dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain," kata Zein. "Maaf, aku tidak bertanya dulu tapi malah main pukul. Kalau Kakak mau membalas pukulan ku tidak apa kok, aku tahu Kak Zein sangat ahli bela diri, hanya tidak pernah melakukannya pada ku," sesal Tanvir, ia merasa malu sendiri. "Bukankah potongan ayat tadi sudah menyebutkan dan memaafkan keslahan orang lain? Aku memaafkan mu, semoga ini menjadi jalan Allah juga mengampuni dosa ku," balas Zein. Faeyza semakin kagum pada pria itu tapi jengkel juga pada Tanvir, dipikir dipukul itu tidak sakit?

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN