SELAMAT MEMBACA
****
Abi bangun saat mendengar senandung pelan istrinya yang tengah menyisir rambutnya di meja rias. Abi tidak tau sekarang jam berapa, tapi yang jelas matahari sudah sangat tinggi.
"Jam berapa sekarang?" Dengan pelan Abi turun dari ranjang dan berjalan kearah kamar mandi. Tak lama kemudian dia sudah kembali lagi, dengan wajahnya yang lebih segar.
"Jam berapa semalam pulang?" tanya Abi lagi, pasalnya dia tidak tau jam berapa istrinya itu pulang karena dia sudah tidur duluan.
"Jam dua,"
"Kenapa pulang selarut itu?"
"Agensiku bikin pesta perayaan Mas, Mas taukan kalau aku baru aja dapat penghargaan sebagai model terbaik. Mas kemarin di Jogya, jadi kan tidak datang pas aku terima penghargaan, tapi tidak papa. Mas sudah mau mengabulkan permintaanku, aku sangat bahagia." Jawab Naina dengan wajah bahagianya. Tidak ada sedikitpun kesedihan ketika mengatahui suaminya sudah menikahi wanita lain.
"Selamat, Mas bangga sama pencapaianmu," ucap Abi pelan.
"Oiya gimana sama Utari. Dia masih muda kan? Aku cuma lihat fotonya sekilas kemarin tapi kurasa lumayan, wajahnya manis. Sepertinya dia juga anaknya baik." Naina bertanya dengan santainya tidak ada nada cemburu ataupun marah sedikitpun.
"Seperti yang kamu bilang dia masih muda, wajahnya manis tapi masih cantik kamu." Abi menjawab pertanyaan istrinya itu dengan jujur, memang benar menurutnya Utari memang tidak secantik Naina. Naina adalah perempuan tercantik yang pernah Abi temui dan Utari tidak bisa di sandingkan kecantikannya dengan Naina namun Utari memiliki wajah yang manis.
"Setidaknya kalau nanti anak kita perempuan, dia akan memiliki wajah manis seperti ibunya." Naina lalu berdiri sambil menyampirkan tas kecil dibahunya.
"Mau kemana lagi?" Abi tidak tau jika sekarang istrinya akan bekerja di hari libur.
"Ada acara pemotretan Mas."
"Di hari libur?" tanya Abi tak percaya.
"Iya sejak kemarin, banyak tawaran kontrak masuk jadi aku bakalan lebih sibuk. Sudah ya, aku berangkat, jangan lupa sarapan Mas."
Setelah itu Naina pergi meninggalkan Abi sendirian. Abi sudah biasa dengan sikap istrinya yang sangat sibuk, bahkan pertemuan mereka sangat sulit, karena mereka memiliki jam kerja yang berlawanan. Sudah sejak lama Abi ingin istrinya berhenti bekerja, dia ingin istrinya diam di rumah menyambut kepulangannya dari bekerja, menyiapkan keperluan-keperluan kecilnya. Hanya sebuah keinginan sederhana dari Abi yang begitu sulit untuk Naina kabulkan. Tapi mau bagaimanapun Abi sangat mencintai istrinya itu, Abi menerima istrinya dengan segala sikapnya.
Tiba-tiba saja Abi teringat tentang Utari. Biasanya di jam segini, Abi akan melihat Utari sibuk membantu Mbok Kem untuk menyiapkan sarapan, sedang apa wanita itu disana.
Tok... Tok... Tok...
Abi tersadar dari lamunanya saat mendengar suara pintu di ketuk.
"Siapa?" Abi bertanya siapa yang mengetuk pintunya.
"Ini Bibik Tuan. Ini mau Bibik bawakan sarapannya kekamar atau Tuan sarapan ke meja makan." Ternyata salah satu asisten rumah tangganya yang mengetuk pintu tadi.
"Nanti saya turun Bik," hanya itu yang Abi katakan. Setelah itu tidak ada lagi jawaban yang terdengar.
***
Sedangkan dilain tempat, lebih tepatnya di Jogja. Utari dan Mbok Kem sedang merawat tanaman sayuran di halaman belakang rumah. Untuk mengisi waktu luang saat bekerja, Mbok Kem menanam beberapa sayuran yang mudah tumbuh di halaman belakang. Halaman belakang yang begitu luas selain ditanami bunga, juga ada beberpaa pohon buah dan sayur mayur.
"Mbok, ini sudah boleh di petik belum?" mendengar pertanyaan Utari, Mbok Kem yang tengah membersihkan rumput-rumput liar yang mengganggu tanaman sayurnya menoleh kearah Utari yang tengah jongkok didepan tanaman lombok yang rata-rata buahnya sudah mulai memerah.
"Coba kamu petik, terus kamu gigit. kalau rasanya sudah pedas boleh di petik kalau masih manis jangan dulu."
Utari yang mendengar jawaban Mbok Kem merasa sedikit kesal dengan wanita tua itu. Darimana ceritanya lombok itu rasanya manis, sudah pasti pedas. Tinggal jawab boleh gitu apa susahnya, ketimbang harus merangkai kata-kata perintah seperti tadi.
Utari langsung mengambil wadah, dan mulai memetik satu persatu lombok itu. Sedangkan Mbok Kem yang tau, kalau istri muda tuannya itu kesal dengan jawabannya hanya tersenyum sambil menggeleng.
"Sepi ya Mbok kalau Om Abi tidak di sini. Mbok berarti selama ini cuma berdua sama Asep di rumah ini?"
"Ya begini, mau bagaimana lagi. Tapi kan ada Tari sekarang jadi Simbok sama Asep sudah ada temannya."
"Om Abi itu sering kesini tidak sih Mbok?"
"Tuan Abi jarang kesini, kalau tidak ada urusan yang benar-benar penting. Tapi mungkin sekarang akan sering kesini, kan ada kamu istrinya disini."
"Hahaha, Mbok Mbok. Kok Tari jadi lucu pas Mbok bilang sekarang ada Tari jadi Om Abi sering kesini. Tari ini siapa Mbok, cuma istri sirinya Om Abi. Kalau di bandingkan istri sahnya Om Abi, Tari jelas jauh." Sambil tanganmu terus memetik lombok Tari kembali teringat akan nasibnya.
"Mau siri ataupun sah ya tetap saja istri," jawab Mbok Kem.
"Simbok sudah pernah ketemu istri Om Abi?"
"Sudah, Nyonya Naina kan?"
"Iya Tante Naina, Tari belum pernah bertemu orangnya Mbok tapi pernah dengar suaranya waktu telpon melamar pekerjaan. Wajahnya seperti apa Mbok."
"Nyonya Naina itu cantik, dia juga baik sekali orangnya. Kalau dia ada kerjaan di Jogja pasti juga nginepnya disini."
"Katanya artis ya Mbok?"
"Model, itu lho Naina Picollo masa kamu tidak tau. Wajahnya ada dimana -mana dia model papan atas." Utari tau siapa Naima Picollo. Siapa yang tidak kenal dengan model papan atas tanah air itu. Wajahnya sering Utari lihat di poster produk-produk terkenal. Tapi Utari tidak menyangka jika Naina model itu adalah istri Abi. Utari semakin minder dan tidak percaya diri mendengarnya.
"Siapa yang menyangka ya Mbok, Om Abi itu dokter, kaya, istrinya juga cantik dan sukses. Kalau di lihat sekilas mereka itu seperti keluarga yang sempurna, tapi ternyata lihat saja sekarang Om Abi menikahi Tari hanya demi seorang anak."
"Hidup itu sawang sinawang, belum tentu mereka yang memiliki kesempurnaan dan kita kira hidup bahagia, mereka bahagia dan tidak merasa kekurangan lagi. Dan belum tentu mereka yang kekurangan tidak bahagia. Karena kadar bahagia setiap orang itu berbeda. Lihat saja, mereka yang hidup kadang kekurangan tapi bisa memiliki keluarga yang lengkap mereka terlihat bahagia. Sedangkan Tuan, dia memiliki segalanya, tapi tidak bisa memiliki anak. Makanya Tuan menikahi kamu, mungkin memang sudah takdirnya begini. Intinya tuhan itu berlaku adil kepada setiap umatnya." Utari mengangguk, tanda menyetujui apa yang di katakan oleh Mbok Kem. Sekarang, dia jadi lebih menghargai hidupnya. Dia akan berusaha bahagia dan menerima takdirnya. Dia tidak akan mengeluh dan menyesal karena tuhan pasti sudah menyediakan jalan terbaik untuk hidupnya.
****BERSAMBUNG*****
WNG, 13 JANUARI 2021
SALAM
E_PRASETYO