Keesokan harinya Edward pulang ke apartemen di mana Claudia menunggu dengan khawatir. Berkali-kali wanita tua itu melihat ke arah pintu untuk berharap mendapati Edward membuka pintu dan muncul di sana ada. Namun semalaman harapannya kandas karena Edward sama sekali tidak pulang ke rumah.
Dan pada pagi hari ini, hatinya hancur ketika melihat wajah Edward babak belur. Kondisi putranya membuat Claudia histeris dan menangis.
"Astaga, kenapa semua ini menimpamu Edward hiks. Kau yang dulu dihormati orang- orang kini dipukuli hanya karena uang," keluh Claudia menangis sambil merintih melihat putranya yang babak telur. Padahal dulu dia orang yang mengeluarkan uang tanpa berkedip.
"Ibu tenanglah..." bujuk Edward.
Claudia heran melihat wajah Edward yang berseri - seri meski wajahnya babak belur. "Bagaimana kau bisa setenang itu padahal baru dipukuli orang hiks."
"Ibu semua akan baik - baik saja. Tenanglah." Belum sempat Edward menjelaskan apa yang terjadi, Claudia memotong ucapan Edward. Kondisi mereka memang sudah sangat mengerikan.
"Katakan bagaimana caranya agar ibu tenang. Kau dikejar - kejar penagih hutang dan kemudian dipukuli. Bagaimana ibu bisa tenang, ibu tidak waras saja sudah bagus... hiks."
Edward justru terkekeh melihat ibunya yang kebingungan. Dia pun menjelaskan apa yang terjadi padanya tadi malam. "Emey sudah mau menerimaku kembali Bu... justru aku senang dipukuli, semua itu membuat Emey menerimaku kembali," jelas Edward.
"Kau, apa maksudmu?"
Edward kemudian menceritakan secara rinci dari awal sampai akhirnya Emerald menerimanya kembali. Sebuah kejadian yang membuat mulut Claudia menganga. Seperti yang dia juga perasaan Emerald pada Edward sangat besar sehingga ia tidak tega melihat Edward dipukuli meski putrannya sudah membuat hatinya terluka. Memaafkan suami yang berselingkuh dan mengabaikannya bukanlah hal yang mudah, akan tetapi Emerald memaafkan hanya karena Edward dipukuli.
"A - apa benarkah yang kau katakan?'' tanya Claudia sekali lagi.
Edward mengangguk agar ibunya merasa tenang dan tidak lagi khawatir tentang permasalahan mereka. Jika ia kembali dengan Emerald pasti semuanya akan baik -baik saja dan Emerald pasti akan membantunya membayar hutang- hutangnya. Oleh karena itu dia harus berusaha mendapatkan hati Emerald seperti dulu. Edward tahu jika sudah menyakiti gadis itu karena penolakan yang ia lakukan selama ini.
"Itu bagus jadi manfaatkan kesempatan yang ada ini Edward. Jangan sampai kau kembali jatuh dan kesusahan seperti kemarin, " pesan Claudia dengan tatapan serius.
Edward memang tak memungkiri jika ibunya benar. Karen tidak pantas diperjuangkan meski ia adalah cinta pertamanya. Cinta pertama yang meninggalkan dirinya ketika susah. "Bu... Aku sekarang tahu seperti apa kesusahan tanpa ada dukungan dari Emerald. Kali ini akan aku akan berbuat baik padanya dan tidak akan macam- macam lagi, " janji Edward.
"Sekarang kau baru sadar jika perkataan ibu itu benar. Andai saja kau tidak terpikat dengan Karen maka semua ini tidak akan terjadi. Dan kau tidak perlu merasakan sakitnya dipukuli seperti kemarin."
"Aku tahu aku salah, tapi berkat semua yang terjadi aku jadi tahu berharganya Emerald," desah Edward yang memang sudah berbuat bodoh dengan tidak mendengarkan ucapan dari ibunya.
"Sudah sudah, sekarang kita hanya perlu menyenangkan hati Emerald agar kehidupan kita naik kembali. Ingat jangan sampai ada kesalahan kali ini, kau harus mendapatkan hati Emey jika ingin hidup enak."
"Aku mengerti. "
Tidak ada obat untuk penyesalan namun ada kalanya kesempatan datang dua kali bagi orang -orang yang beruntung. Salah satunya adalah Edward, dia yang mendapatkan kesempatan kedua untuk kembali bersama Emerald dan bersumpah akan memanfaatkan semuanya dengan baik. Tindakan manis yang dulu hanya ia perlihatkan kepada Karen kini ia lakukan terhadap Emerald. Dia terus berwajah menyenangkan dan merayu Emerald dengan berbagai cara. Salah satunya adalah memasak ketika gadis itu pulang kerja ataupun memijit bahunya. Tak lupa ia menyelipkan bunga dan kata - kata ucapan yang manis di ranjang Emerald.
Emerald sama sekali tidak menyangka jika Edward mampu berbuat semanis ini. Padahal dulu ketika mereka menjadi suami istri, dia hanya memperlihatkan wajah datar dan acuh tak acuh terhadap dirinya, sangat berbeda dengan hari hari terakhir ini. Meski Emerald tahu jika tindalan manis Edward adalah karena ia ingin merasakan hidup layak, tetap saja merasa bahagia.
"Emey? Aku menguat kue puding. Lihatlah, cantik bukan?" tanya Edward.
Sebuah puding berbentuk bunga tertata di atas piring dan nampak cantik. Ada lumeran fla di atasnya hingga membuat siapapun yang memakan akan tergoda. Emerald mengiyakan pertanyaan Edward dengan mengangguk. Itu karena kue puding ini sangat cantik.
"Cantik sekali. Apa kau yang membuatnya sendiri?" tanya Emerald.
"Iya. Kalau begitu apa lagi yang kau tunggu. Makanlah..."
Edward mengambilkan sendok dan ia berikan pada Emerald. Awalnya Emerald ragu untuk memakan puding yang nampak cantik ini. Namun ia tidak ingin mengecewakan Edward yang berbinar menantikan pendapatnya.
Tak.
Alis Emerald menaut kala ada sesuatu di dalam puding. Ia pun meneruskan menyendok puding, akan tetapi sesuatu menghalangi sendoknya yang mengambil puding tadi. Ketika ia mencoba mencari tahu benda keras apa tadi, Emerald menemukan sebuah cincin berwarna perak di sana.
"Edward...?"
Edward mengambil cincin berwarna perak itu dan menyodorkannya pada Emerald. Dia kembali mengajukan lamaran pada Emerald agar semua permasalahannya selesai. Dia tidak ingin lagi hidup menderita bersama dengan kemiskinan dan dikejar - kejar oleh hutang. Satu - satunya cara adalah menikah dengan Emerald.
"Maukah kau menikah denganku?" tanya Edward.
Sebuah lamaran yang sangat romantis dan belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dahulu Edward tidak melamarnya secara romantis karena saat itu, ia menikah dengan Edward bukan karena pria itu mencintainya akan tetapi karena ibunya yang menjodohkan dirinya dengan Edward.
"Edward. Kurasa ini terlalu cepat," jawab Emerald. Usia mereka berbaikan hanya berselang selama dua Minggu jadi Emerald merasa semua ini terlalu cepat.
Edward pun berusaha mengatakan sesuatu agar Emerald yakin terhadapnya. "Aku sudah tidak memiliki tujuan lain lagi selain dirimu. Aku juga tidak tahan membayangkan harus berpisah setiap hari karena kita tidak tinggal bersama. "
Selama ini Edward berkali-kali meminta agar mereka tinggal bersama. Akan tetapi Emerald yang ingin merasakan masa berpacaran menolaknya dengan halus dengan alasan terlalu cepat. Tentu saja, siapapun yang melihat pasti berpendapat yang sama. Keduanya baru saja berbaikan tapi bukan menikah kembali jadi Emerald enggan menerima Edward untuk tinggal bersamanya.
"Kita bertunangan lebih dahulu, okey?" jawab Emerald.
Kali ini dia ingin mengamati Edward dengan teliti agar tidak kembali sakit hati. Sudah cukup perasaannya diterbangkan ke awan oleh Edward, akan tetapi saat ini dia sudah dewasa dan harus menghadapi perasaan sebenarnya dari Edward. Pemikirannya sudah jauh berbeda dari dua minggu lalu. Yang mana kala itu dia ingin menerima cinta Edward meski hanya sedikit dan tidak tulus.
Waktu yang berlalu menyadarkan Emerald jika ia pantas dicintai dan mendapat perasaan tulus. Bukannya perasaan cinta karena menginginkan sesuatu.
"Tentu saja. Aku senang kau menerima lamaranku."
Keduanya berpelukan dalam perasaan yang bahagia. Lebih tepatnya Edward yang sangat bahagia, tidak seperti dulu ketika ia akan menikahi Emerald. Kala itu dunianya serasa hancur akibat harus menikah dengan gadis yang tidak ia cintai akibat paksaan dari ibunya. Apalagi saat itu Karen baru saja meninggalkannya dengan pria lain.
Tbc.