Wenda berkali-kali membuang napas karena tak ada kegiatan. Rasanya membosankan sekali dan kemungkinan rasa menjemukan ini akan membunuhnya secara perlahan.
Tak ada hal yang bisa dia lakukan selain berkeliling di taman dan menonton TV. Pagi pun dia hanya menyiapkan kopi dan bekal untuk Axton sesuai dengan janji yang dia buat.
Setelah itu tak ada. Semua pekerjaan dilakukan oleh para pelayan. Dia ingin menyibukkan diri tapi apa yang harus dia lakukan di rumah yang semegah ini?
Kedua mata Wenda sekarang terpaku pada layar ponsel. Dia kembali mencari pekerjaan yang cocok untuknya tapi dia sering mendesah kecewa karena tak ada yang cocok.
Pandangannya beralih pada Tisa-satu-satunya pelayan yang dia kenal, tengah membersihkan lemari yang berisi banyak barang antik koleksi sang suami. "Tisa," Tisa menoleh pada Wenda dan mendekati istri dari Tuannya itu.
"Ya Nyonya." sahut Tisa.
"Bolehkah aku membantumu?" Tisa tak mengerti dengan tawaran Wenda.
"Maksudnya apa ya Nyonya?"
"Membantumu membersihkan..."
"Tak usah Nyonya, biar saya saja yang melakukannya." potong Tisa yang jelas menolak bantuan Wenda.
"Ayolah Tisa, aku bosan seharian kalau begini terus. Aku butuh kerja." mohon Wenda dengan nada memelas.
"Maaf Nyonya, bukan saya menolak tapi saya tak mau ada orang yang salah sangka jika melihat Nyonya membersihkan rumah, apa lagi jika orang itu mengatakan soal ini pada Tuan, bisa-bisa saya dipecat." tutur Tisa menjelaskan konsekuensi yang harus dia hadapi.
Wenda mendengus kesal mendengar penuturan Tisa. "Tenang saja aku tak akan memberitahukannya ya, please." pinta Wenda sekali lagi tetapi Tisa tak menghiraukan Wenda dan kembali bekerja.
Wenda tak kehilangan akal. Dia lalu berjalan mendekati Tisa yang sibuk membersihkan lemari. Saat Tisa lengah, Wenda segera merebut kain yang di pegang oleh pelayannya itu.
Tisa tentu saja terkejut dengan tindakan Wenda yang tiba-tiba. Wenda berjalan sambil tersenyum puas melihat Tisa yang membuang napas kasar. "Nyonya Awas!" peringat Tisa begitu melihat Wenda berjalan kearah sebuah lemari besar.
Wenda melihat ke depan dan terkejut melihat sebuah lemari sangat dekat dengannya. Akibat karena tak bisa berhenti, wajah Wenda terhantam keras di lemari kaca. Sejenak kepala Wenda pusing karena hantaman dari tadi. Dia tak tahu bahwa lemari di depannya tergoyang karena hantaman keras.
Tisa menerjang Wenda menariknya ke tempat aman. Tak butuh waktu lama lemari itu jatuh terpelanting ke lantai. Barang-barang yang di dalamnya pecah berserakan di lantai. "Nyonya, apa Nyonya tak apa-apa?"
Wenda yang masih syok hanya terpaku melihat barang-barang antik koleksi Axton. Benda yang bernilai jutaan bahkan miliaran sudah tak utuh lagi. "Astaga apa yang kulakukan?" gumam Wenda menyesal.
Kabar kalau Wenda hampir saja celaka sudah sampai pada Axton yang langsung pulang. Kini dia sekarang berada di ruang kerja bersama Wenda yang sedang bercerita dengan tawanya.
"Lalu kau tahu apa yang terjadi, aku ... aku hampir celaka tapi beruntung Tisa menarikku hingga aku selamat, lucu 'kan hahahaha..."
Axton membuang napas pendek. dia lalu duduk di samping Wenda dan memeluk wanita itu. "Tuan, kenapa kau..."
"Sudahlah jangan berpura-pura, aku tahu kau merasa menyesal sekarang dan ingin menangis. Keluarkan saja jika kau mau." Wenda terkesiap sebentar sebelum akhirnya dia mulai menangis terisak.
"Ini salahku, kalau aku saja tak keras kepala dan ceroboh aku tak merusak barangmu hiks ... hiks ... barang antikmu yang mahal ... aku menghancurkannya ... hiks ... hiks" luah Wenda dalam tangis.
Tanpa sadar tangannya membalas pelukan tersebut. "Tak apa-apa Wenda, kau tak sengaja." Wenda menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Kau harus menghukumku, Aku sudah membuat kesalahan." ujar Wenda merasa bersalah.
"Tapi..."
"Kau harus menghukumku!" potong Wenda keras kepala. Axton menghela napas berat, dia melerai pelukannya dan mencium kening Wenda. Tindakan Axton sukses membuat Wenda tertegun.
"Aku sudah bilang sama kamu, tak apa-apa jika barang-barang antikku pecah berserakan semuanya itu tak sebanding dengan nyawamu yang hampir saja melayang. Beruntung Tisa menyelamatkanmu, jika tidak entah apa yang terjadi. Jangan pikirkan lagi hal itu."
Wenda diam dan kembali memeluk Axton. Suaminya terlalu baik padanya, kendati mereka baru berkenalan beberapa hari tapi dia begitu peduli pada Wenda dan bisa dibilang Wenda sangat beruntung bisa memiliki suami seperti Axton.
Walau hanya 6 bulan pernikahan mereka. "Axton," Axton menggumam tak jelas sebagai jawaban.
"Aku ingin meminta sesuatu, apa boleh?" tanya Wenda tapi tak melepaskan pelukannya dari Axton.
"Tentu, apa yang kau inginkan?" Wenda melepaskan pelukan Axton yang juga melerai dekapannya dari Wenda dan menatap Axton serius.
"Aku ingin bekerja." ucap Wenda serius.