14 - Pertemuan Criss dan Evelyn.

1513 Kata
Satria sedang menyusun jadwal Criss ketika ponselnya yang berada di atas meja berdering. Satria melirik ponselnya, sama sekali tidak terkejut saat melihat nama yang kini tertera di layar ponselnya. Satria meraih ponselnya, lalu mengangkat panggilan dari Diana. "Satria." Diana terlebih dahulu menyapa Satria. "Iya, Bu. Ada apa? Apa ada yang bisa saya bantu?" "Apa kamu sedang bersama Criss? Sejak tadi pagi Criss tidak bisa dihubungi." Sejak tadi pagi, Diana sudah berulang kali menghubungi Criss, tapi nomor Criss tidak aktif, dan itu membuat Diana khawatir. Diana takut kalau Criss sedang sakit, karena itulah Diana akhirnya menghubungi Satria karena Satria pasti tahu apa yang terjadi pada Criss mengingat keduanya sering menghabiskan waktu bersama-sama. Sudah Satria duga kalau alasan Diana menghubunginya karena Diana ingin menanyakan Criss. "Saya tidak bersama Tuan Criss, Bu, karena saat ini Tuan Criss sedang berada di London." "Criss di London?" Diana terdengar sekali sangat terkejut. Sudah Satria duga kalau Diana akan memberi reaksi seperti itu. Satria yakin kalau Criss tidak memberi tahu siapapun, sekalipun itu orang tuanya jika Criss akan pergi ke London. "Iya, Bu. Saat ini Tuan Criss ada di London." "Ngapain Criss ke London? Ada kerjaan atau dia sedang pergi liburan?" "Liburan, Bu." Satria terpaksa berbohong. Satria tak mungkin memberi tahu Diana jika tujuan Criss pergi ke London karena Criss ingin menemui Evelyn. "Oh liburan," gumam Diana. "Perginya sama siapa? Sendiri atau....?" "Sendiri, Bu." Kali ini Satria menjawab jujur pertanyaan Diana. Criss memang pergi sendiri. "Oh ok, terima kasih ya, Sat." "Sama-sama, Bu." Satria kembali melanjutkan tugasnya, mengatur jadwal Criss, sedangkan Diana kini mulai bertanya-tanya, apa benar tujuan Criss pergi ke London untuk berlibur? Tanpa Diana sadari, sejak tadi, pembicaraannya dengan Satria di dengar oleh Raka. Diana tidak menyadari kehadiran Raka karena posisinya saat ini membelakangi Raka. "Bun." Diana menoleh, lalu berbalik menghadap Raka. "Bunda barusan telepon siapa?" "Satria, Yah." Diana menghampiri Raka, lalu keduanya pun duduk berdampingan di sofa. "Kenapa? Apa ada masalah?" "Sejak tadi pagi, Criss tidak bisa dihubungi, makanya Bunda telepon Satria, dan Satria bilang kalau saat ini, Criss ada di London." "Criss ada di London?" "Iya, Yah. Satria bilang kalau Criss lagi liburan." "Criss pergi sendiri atau sama Satria?" "Iya, Yah, tadi Satria bilang kalau Criss pergi sendiri." Raka percaya kalau Criss pergi sendiri ke London, tapi entah kenapa Raka ragu jika tujuan Criss pergi ke London adalah untuk berlibur karena Raka tahu betapa padatnya jadwal Criss untuk beberapa hari ke depan. "Yah!" Diana menegur Raka yang tanpa sadar malah melamun. "Eh iya, Bun, kenapa?" "Harusnya Bunda yang tanya, kenapa Ayah malah melamun?" "Oh, Ayah cuma lagi mikir, kira-kira sampai kapan Criss liburan di London." Setelah itu, Raka sengaja mengalihkan pembicaraan. *** Semua lamunan Evelyn tentang masa depannya seketika buyar saat lift di hadapannya akhirnya terbuka. Evelyn bergegas keluar dari lift, dengan langkah gontai, Evelyn mendekati mobilnya yang terparkir tak jauh dari lift. Langkah kedua kaki Evelyn sontak terhenti ketika melihat seorang pria tengah bersandar di depan mobilnya sambil merokok. "Siapa dia?" gumam Evelyn sambil mengamati pria tersebut secara seksama, mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala. Kedua mata Evelyn melotot dibarengi detak jantungnya yang kini berubah menjadi lebih cepat, bahkan kini kedua telapak tangannya mulai mengeluarkan keringat saat ia merasa jika ia tahu siapa pria tersebut. "Cr-criss," ucap Evelyn terbata. Dalam hati, Evelyn terus berdoa, semoga tebakannya kali ini salah, meskipun Evelyn tahu jika kemungkinan tersebut sangatlah kecil, namun Evelyn tetap berdoa, semoga saja, pria yang saat ini tengah bersandar di mobilnya bukan Criss. Pria yang sangat tidak mau Evelyn temui, dan pria yang Evelyn harap tidak pernah lagi ia temui. Pria tersebut menoleh, saat itulah, doa Evelyn tidak terkabul karena ternyata pria tersebut adalah Criss. "Sial! Doa gue gak terkabul!" Umpat Eveleyn dalam hati. Criss menegakkan posisinya, lalu berbalik menghadap Evelyn sambil mematikan rokok yang baru setengah ia hisap. Seulas senyum tipis menghiasi wajah Criss. Evelyn terlihat sekali sangat terkejut, dan Criss sudah menduga kalau itulah reaksi yang akan Evelyn tunjukkan ketika meihatnya. Sejak awal, Criss yakin kalau kemunculannya pasti akan sangat mengejutkan Evelyn. Criss melangkah mendekati Evelyn. "Ternyata kamu masih mengingat nama saya ya," ucapnya ketika sudah berdiri di hadapan Evelyn. Meskipun tadi Evelyn menyebut namanya dengan suara sangat pelan, tapi Criss yang pada dasarnya memiliki indera pendengaran sangat tajam bisa mendengarnya dengan sangat jelas. "Tentu aja gue inget sama lo! Gue gak mungkin lupa." Sayangnya balasan tersebut hanya bisa Evelyn ucapkan dalam hati. "Ke-kenapa kamu bisa ada di sini, Criss?" tanya Evelyn sambil melangkah mundur menjauhi Criss. "Menurut kamu?" Bukannya menjawab pertanyaan Evelyn, Criss malah balik bertanya. Criss terus melangkah maju mendekati Evelyn. Criss menatap Evelyn dengan intens, membuat Evelyn salah tingkah, lebih tepatnya takut. Aura Criss berbeda dari sebelumnya, itulah alasan kenapa Evelyn ketakutan. Tanpa sadar, Evelyn memegang erat tasnya, bahkan kini meneguk kasar ludahnya. Kehadiran Criss benar-benar mengejutkan Evelyn. Evelyn tak menyangka jika ia akan bertemu Criss. "Kenapa Criss bisa ada di sini?" Itulah pertanyaan terbesar yang saat ini ada dalam benak Evelyn. Evelyn 100% yakin kalau pertemuan ini terjadi bukan karena sebuah kebetulan semata. Itu artinya, Criss memang sengaja datang ke sini untuk menemuinya, kan? Lalu yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah, kenapa Criss datang menemuinya? Apa maksud serta tujuan Criss mendatanginya? Apa mungkin Criss sudah tahu tentang kehamilannya? "Tenang, Eve! Jangan gugup," ucap Evelyn pada dirinya sendiri. Evelyn menarik dalam nafasnya, lalu menghembuskannya secara perlahan-lahan. "Saya ingin menemui kamu, Evelyn." Criss akhirnya memberi tahu Evelyn apa tujuannya. Jawaban Criss membuat Evelyn semakin ketakutan. Setelah mendengar jawaban Criss, Evelyn 100% yakin kalau Criss memang sengaja menemuinya. "Evelyn!" Criss dan Evelyn kompak menoleh ke samping, ke arah Liam yang baru saja memanggil Evelyn. Liam melangkah mendekati Evelyn yang kini tengah bersama seorang pria. Pria yang baru pertama kali ini Liam lihat. Kedatangan Liam membuat Evelyn lega. Atensi Liam beralih pada Criss. Liam memindai penampilan Criss, mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Siapa dia?" tanyanya dalam hati. Atensi Liam kembali tertuju pada Evelyn, saat itulah Liam sadar kalau Evelyn terlihat sekali sangat ketakutan, terlihat jelas dari kedua matanya. "Criss." Criss menyebut namanya sambil mengulurkan tangan kanannya pada Liam. "Liam, Omnya Evelyn." Liam balas menyebut namanya sekaligus membalas uluran tangan Criss, tak lupa juga untuk memberi tahu Criss siapa dirinya. "Saya tahu," balas Criss sambil tersenyum tipis. Entah kenapa, Liam sama sekali tidak terkejut atas ucapan Criss barusan. "Saya temannya Evelyn," lanjut Criss dengan atensi yang kini beralih pada Evelyn. "Ah, kamu temannya Evelyn." Kali ini Liam merasa ragu. Liam tidak mempercayai ucapan Criss. Entah kenapa Liam yakin jika Criss bukanlah teman Evelyn, namun keduanya memang saling mengenal. "Ada hal penting yang mau saya bicarakan dengan Evelyn, apa boleh saya mengajak Evelyn untuk pergi ke luar sebentar?" Dalam hati Criss terus berdoa, semoga saja Liam akan mengizinkannya untuk pergi ke luar bersama Evelyn. Evelyn melirik Liam, dan di saat yang bersamaan, Liam juga menatap Evelyn. Evelyn menatap Liam dengan tatapan memelas. "Semoga Om melarang Criss membawa gue pergi," ucapnya dalam hati. "Silakan." Liam akhirnya memberi izin Criss untuk pergi berdua bersama Evelyn. Liam tahu kalau Evelyn tidak mau pergi bersama Criss, dan Liam juga tidak tahu, kenapa ia malah mengizinkan Criss untuk membawa Evelyn pergi. Ini adalah kali pertama ia bertemu Criss, tapi entah kenapa, Liam yakin kalau Criss bukanlah pria jahat. Jawaban Criss tentu saja mengejutkan Evelyn. Evelyn tak menyangka kalau Liam akan mengizinkannya pergi bersama Criss. Namun bukan hanya Evelyn yang terkejut, Criss juga terejut. Criss tak menyangka jika Liam akan mengizinkannya pergi berdua dengan Evelyn. "Terima kasih," balas Criss sambil tersenyum tipis. "Sama-sama," balas Liam yang juga kini tersenyum tipis. Atensi Liam beralih pada Evelyn. "Eve, Om pulang duluan ya," lanjutnya sambil menepuk ringan bahu sang keponakan. "Iya," balas lirih Evelyn dengan berat hati. Liam juga tak lupa untuk pamit pada Criss, setelah itu berlalu pergi meninggalkan keduanya. Evelyn menatap kepergian Liam yang semakin menjauh dengan perasaan tak rela. "Ayo, Eve," ucap Criss penuh penekanan. Evelyn hanya mengangguk, dan dengan berat hati mengikuti langkah Criss, tapi tak lama kemudian, Evelyn menghentikan langkahnya. Criss yang sadar kalau Evelyn tidak lagi berjalan mengikutinya lantas berbalik menghadap Evelyn. "Kenapa berhenti?" tanyanya dengan salah satu alis terangkat. "Kita mau bicara di mana?" Evelyn balik bertanya. "Di restoran terdekat." "Michaelin?" tanya Evelyn memastikan. Seingat Evelyn, restoran terdekat dari kantor adalah restoran Michaelin. "Iya, Michaelin." "Ya udah, kita perginya pakai mobil masing-masing aja." Evelyn tidak mau pergi 1 mobil dengan Criss, rasanya pasti akan sangat canggung. "Ok." Criss langsung menyetujui permintaan Evelyn sama sekali tidak merasa takut kalau Evelyn akan kabur. Criss dan Evelyn akhirnya berpisah, menuju mobil masing-masing. Tanpa keduanya sadari, sejak tadi Liam memperhatikan interaksi yang terjadi antara keduanya. Liam yang saat ini sudah berada di dalam mobil segera meraih ponselnya, lalu menghubungi asisten pribadinya, David. "Tolong cari informasi tentang pria bernama Criss, teman Evelyn," ucapnya begitu panggilan teleponnya dengan David tersambung. "Baik, Tuan." Liam mengucap terima kasih, dan panggilan pun berakhir. "Kira-kira, ke mana mereka pergi?" gumam Liam saat melihat mobil Criss dan Evelyn melewati mobilnya. Awalnya Liam berniat untuk langsung pulang ke mansion, tapi entah kenapa, Liam tiba-tiba merasa sangat penasaran, ingin tahu ke mana Criss dan Evelyn akan pergi, karena itulah Liam akhirnya memutuskan untuk mengikuti keduanya dari jarak aman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN