Setelah memastikan jika Criss dan Satria pergi, Naomi segera meraih ponselnya yang ada di meja, lalu menghubungi Siena. Tanpa sadar, Naomi berjalan mondar-mandir dengan ekspresi wajah kalut.
"Dia ke mana sih? Kok gak diangkat-angkat?" Naomi mulai menggerutu karena Siena yang tak kunjung mengangkat panggilannya. Naomi tidak menyerah. Naomi kembali menghubungi Siena, namun hasilnya tetap sama, Siena tak kunjung mengangkat panggilannya. "Siena, tolong angkat telepon gue," gumamnya memelas.
Sudah 4 kali Naomi menghubungi Siena, sayangnya Siena tak mengangkat panggilan Naomi.
"Apa mungkin dia masih di jalan ya?" Naomi baru saja akan duduk di sofa saat ponsel dalam genggaman tangan kanannya berdering, dan ternyata ada panggilan masuk dari Siena. Naomi mengurungkan niatnya untuk duduk, lalu segera mengangkat panggilan Siena.
"Ada apa, Na?"
"Lo udah sampai di apartemen?" Bukannya menjawab pertanyaan Siena, Naomi malah balik bertanya.
"Gue baru aja nyampe, kenapa?"
"Barusan Criss datang ke apartemen gue." Naomi akhirnya memberi tahu Siena tentang kedatangan Criss ke apartemennya.
"Criss? Criss siapa?"
"Itu loh, pria yang one night stand sama Evelyn."
"Dia datang ke apartemen lo?" Jawaban Naomi mengejutkan Siena, sampai tanpa sadar, Siena bertanya dengan nada tinggi.
"Iya, dia datang ke apartemen gue."
"Kok dia bisa datang ke apartemen lo sih?"
"Ya mana gue tahu." Naomi juga penasaran, kenapa Criss bisa datang ke apartemennya.
"Sekarang orangnya masih ada atau udah gak ada?"
"Baru aja pergi, dan lo tahu, dia tahu tentang kepergian Evelyn ke London."
"Dia tahu kalau Evelyn pergi ke London?"
"Iya, Siena."
"Pasti dia bukan orang sembarangan." Siena langsung berpikir jika Criss bukanlah pria sembarangan, alasannya karena, pertama, Criss bisa tahu di mana Naomi tinggal, lalu yang kedua karena Criss juga bisa tahu tentang keberangkatan Evelyn ke London. Criss pasti sudah mencari tahu tentang kehidupan Evelyn, termasuk orang-orang di sekitarnya. "Btw, apa tujuan dia datang nemuin lo?"
"Lo pasti udah bisa nebak sendiri apa alasan dia datang nemuin gue, Na."
"Dia nanyain Evelyn?"
"Iya, dia nanyain Evelyn."
"Si Criss nanya apa aja sama lo?"
"Banyak." Ya, tadi ada banyak sekali pertanyaan yang Criss ajukan padanya, saking banyaknya, Naomi sampai tak bisa menjawab semua pertanyaan Criss.
"Lo gak ngasih tahu si Criss kan kalau Evelyn lagi hamil?"
"Siena, dia belum nikah, dan dia bilang kalau dia juga masih single."
Ucapan Naomi membuat bingung Siena, karena Naomi tidak menjawab pertanyaannya. "Maksud lo apa?"
"Ternyata Evelyn salah paham, Siena." Naomi menjawab cepat pertanyaan Siena.
"Salah paham tentang apa?" tanya Siena tidak sabaran.
"Ternyata si Criss itu belum nikah, dan dia bilang juga sama gue kalau dia itu masih single. Jadi jangankan punya istri, punya pacar aja enggak."
"Terus?"
"Ya lo kan tahu sendiri kalau Evelyn berpikir kalau si Criss udah nikah, udah punya istri."
"Oh iya ya, Evelyn kan berasumsi kalau si Criss udah nikah, udah punya istri atau pacar."
"Nah, tadi si Criss bilang sama gue kalau dia itu belum nikah, dan dia juga masih single."
"Ya syukurlah kalau memang sebenarnya si Criss belum nikah, dan statusnya saat ini masih single, itu artinya sekarang Evelyn bisa kasih tahu si Criss kalau dia lagi hamil, siapa tahu kan si Criss mau tanggung jawab." Siena terdengar sekali sangat bahagia sekaligus bersemangat, lain halnya dengan Naomi yang kini terlihat semakin panik juga takut.
"Itu dia masalahnya, Siena," ucap Naomi dalam hati. "Akh! Gue bisa gila!" Teriaknya dalam hati.
"Ya Allah, apa gue harus ngasih tahu Siena kalau sebenarnya Evelyn udah gak hamil lagi?" Naomi benar-benar merasa frustasi, di satu sisi ingin memberi tahu Siena kalau sebenarnya Evelyn sudah tidak hamil lagi, tapi di lain sisi, Naomi sudah berjanji pada Evelyn kalau ia tidak akan memberi tahu siapapun tentang kondisi Evelyn yang sebenarnya.
"Na, ko lo malah diem sih?" Siena menegur Naomi yang tak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Evelyn tolong maafin gue ya karena gue udah ingkar janji sama lo." Dalam hati Naomi meminta maaf pada Evelyn karena ia akan mengingkari janjinya.
"Siena, se-sebenarnya Evelyn udah gak hamil." Naomi mengatakan kalimat tersebut dengan susah payah. Setelah berhasil mengatakan kalimat tersebut, Naomi merasa lega, tapi di saat yang sama juga merasakan takut, takut dengan reaksi yang akan Siena berikan.
"Maksud lo apa?" tanya lirih Siena.
Naomi malah diam. "Duh, gimana ini?" gumamnya dalam hati.
"Naomi, jawab pertanyaan gue, apa maksud ucapan lo?" Siena mendesak Naomi untuk segera menjawab pertanyaannya.
"Evelyn udah borsi, Siena." Naomi akhirnya memperjelas ucapannya.
Jawaban Naomi mengejutkan Siena, saking terkejutnya, Siena bahkan sampai terdiam.
"Siena!" Naomi memberanikan diri untuk menegur Siena.
"Jangan bercanda ya, Naomi!" Teriak Siena pada akhirnya.
"Gue sama sekali gak bercanda, Na!" Naomi yang merasa sudah sangat frustasi tanpa sadar akhirnya ikut berteriak. "Evelyn udah gak hamil lagi, dia udah ab-aborsi," lanjutnya lirih.
"Astaga, kapan? Kapan Evelyn melakukan aborsi?" tanya Siena tidak sabaran.
Naomi akhirnya memberi tahu Siena kapan dan di mana Evelyn melakukan aborsi.
***
Langkah kedua kaki Criss tiba-tiba terhenti, membuat langkah Satria juga ikut terhenti.
Satria berbalik menghadap Criss. "Ada apa, Tuan?"
"Saya mau nyetir sendiri."
"Baik, Tuan." Satria tahu kalau Criss butuh waktu untuk menyendiri, jadi Satria tidak melarang Criss untuk mengendarai sendiri mobilnya meskipun sebenarnya Satria khawatir. Satria meminta sang supir untuk menyerahkan kunci mobilnya pada Criss.
Tanpa mengucap terima kasih, Criss memasuki mobil, melajukan mobilnya keluar dari area basement dengan kecepatan tinggi.
Satria menghela nafas panjang. Satria mulai berdoa, semoga Criss baik-baik saja. Satria takut kalau akan terjadi hal buruk pada Criss, atau Criss akan menimbulkan masalah bagi orang lain karena saat ini kondisi Criss tidak sedang baik-baik saja.
"Pak, ayo kita cari taksi," ucap Satria pada sang supir yang bernama Pak Bas.
Laju mobil Criss terhenti karena lampu lalu lintas yang kini berubah menjadi merah. Criss menyandarkan kepalanya di kursi, lalu memejamkan matanya. Begitu matanya terpejam, Criss jadi mengingat kembali pembicaraan antara dirinya dengan Naomi beberapa saat yang lalu.
"Kapan Evelyn akan kembali dari London?"
"2 atau 3 tahun lagi."
Criss terkejut. "2 atau 3 tahun lagi?" tanyanya memastikan. Criss pikir, Evelyn hanya akan pergi dalam hitungan hari atau minggu, sama sekali tak menyangka kalau Evelyn akan pergi selama itu.
"Iya, 2 atau 3 tahun lagi." Naomi sadar kalau Criss terkejut begitu mendengar pertanyaannya, begitu juga dengan asisten pribadinya, Satria. "Evelyn pergi ke London untuk bekerja di perusahaan milik Omnya, Liam. Bukan untuk pergi berlibur."
"Jadi maksud lo, Evelyn berhenti dari dunia modeling?" Criss terkejut, tak menyangka jika Evelyn akan meninggalkan dunia entertainment. Dunia yang sudah membesarkan namanya.
"Iya, karena dia akan segera mengambil alih perusahaan milik keluarganya. Jadi ... mau gak mau, suka gak suka, dia harus berhenti menjadi model, dan fokus untuk belajar bisnis bersama Omnya, Liam."
"Tin! Tin! Tin!" Criss di kejutkan oleh bunyi klakson mobil di belakangnya, dan ternyata lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau.
Criss kembali menginjak pedal gas, melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"s**t!" Criss mengumpat sambil membanting setir ke kanan, menghindari sebuah motor yang berbelok secara tiba-tiba. Untung saja jalanan dalam keadaan sepi, jadi tidak terjadi hal buruk, baik padanya ataupun pada pemotor yang berbelok secara tiba-tiba.
Pemotor yang hampir saja bertabrakan dengan Criss langsung melarikan diri tanpa meminta maaf.
"Sialan!" Criss hanya bisa mengumpat. Criss menarik dalam nafasnya, kemudian menghembuskannya secara perlahan untuk meredam emosinya yang membara. Criss sadar kalau saat ini ia pikirannya sedang kacau, jadi Criss memutuskan untuk menepi di sebuah kafe. Criss takut jika ia terus melanjutkan perjalanannya, maka nanti akan terjadi hal-hal yang tidak ia inginkan.
"Sial! Sial! Sial" Criss terus mengumpat sambil memukul setir mobil, menyalurkan emosi yang kini tengah ia rasakan. "Kenapa? Kenapa kamu harus membunuhnya, Eve?" lirihnya penuh kesedihan sekaligus amarah.
"Evelyn sudah melakukan aborsi, Criss." Kata-kata tersebut terus terngiang-ngiang dalam pikiran Criss, membuat dadanya terasa sesak sekaligus sakit.
"Dia tidak bersalah, tapi kenapa kamu malah membunuhnya? Kenapa? Kenapa, Eve?" Criss meracau sambil terus membentur-benturkan kepalanya ke setir mobil. "Kenapa kamu tidak mencoba untuk mempertahankannya, Eve?" lanjutnya dengan kedua mata yang kini tampak berkaca-kaca. Criss mendongak, menahan supaya air matanya tidak terjatuh, tapi begitu ia memejamkan matanya, air matanya akhirnya terjatuh juga, mengalir deras membasahi wajahnya. Ya, pada akhirnya Criss menangis sambil terus meracau, mempertanyakan keputusan Evelyn yang memilih untuk menggugurkan kandungannya tanpa terlebih dahulu memberi tahunya jika ia sedang hamil.
Criss yang tengah menangis di kejutkan oleh suara dering ponselnya. Criss meraih ponselnya, begitu melihat nama siapa yang kini tertera di layar ponselnya, Criss memilih untuk tidak mengangkat panggilan tersebut, dan membiarkan ponselnya terus berdering sampai akhirnya panggilan pun berakhir. Criss baru saja akan kembali meletakkan ponselnya saat ada panggilan masuk dari nomor yang sama seperti sebelumnya. Criss tahu kalau Ibunya akan terus menghubunginya, jika ia tak kunjung mau mengangkat panggilannya, jadi Criss memutuskan untuk mengangkat panggilan Ibunya.
"Criss."
"Ada apa?"
"Nak, kamu sakit?" Suara Criss sangat serak, membuat Diana berpikir jika Criss sedang dikit.
"Enggak." Criss menjawab singkat pertanyaan Diana.
"Syukurlah kalau kamu gak sih," balas Diana lega. "Ibu cuma mau bilang kalau Ayah sakit, Criss."
Criss diam.
"Criss!" Diana menegur sang putra yang tak kunjung merespon ucapannya.
"Nanti Criss pulang," balas Criss sambil menyeka air mata di wajahnya.
"Ayah mau ketemu sama kamu, ada hal penting yang mau Ayah sampaikan tentang siapa penerus perusahaan selanjutnya."
Mata Criss yang sejak tadi terpejam akhirnya terbuka. Hari yang Criss tunggu-tunggu akhirnya tiba juga. "Ok, nanti Criss pulang."