7. Raja Arta Khawatir

1017 Kata
Akira pun memberanikan dirinya memasuki kamar ibunda Ratu. Kesan pertama yang ia rasakan adalah aura negatif, pandangannya tertuju pada asap putih yang terlihat sudah samar-samar akan menghilang. Akira sedikit heran, darimana kah sumber asap ini? Kemudian pandangan Akira tertuju pada ibunda Ratu yang matanya terbuka dengan mulut mengaga mengeluarkan sebuah busa putih. Akira pun panik, ia mengguncang tubuh ibunda Ratu agar segera sadar. "IBU KENAPA? IBU JANGAN TINGGALKAN AKU," tak kuasa Akira menangis sesenggukan, ia hanya bisa memeluk tubuh sang ibunda Ratu. Usia yang masih begitu kecil dan anak-anak, Akira saat itu tidak mengerti dengan kondisi ibunda Ratu. Pengabdiannya sebagai seorang anak sangat kentara, sampai Akira memeluk tubuh yang semakin hari terasa dingin itu. Tidak pernah sedikit saja Akira berpikir pergi keluar atau memanggil Sherard hanya sekedar meminta bantuannya. Kembali di masa kini, Akira meratapi nasibnya. Semakin hari tanda-tanda aneh dan masalah mulai muncul. "Putri, sebaiknya perkebunan kita tidak perlu di rawat lagi," Sherard berkata seperti ini karena ia sudah menyerah, seluruh tumbuhan gandum hancur dan rusak, bibitnya pun tidak ada yang tersisa seolah sengaja di habiskan. Akira menatap sayu Sherard. Ia menggeleng. "Perkebunan itu adalah salah satu peninggalan ibunda Ratu. Aku tidak bisa ingkar janji. Beliau sangat menyayangi gandum-gandum itu." Sherard mendekat. "Bolehkah aku memeluk Putri Akira sebentar? Menangislah jika Putri mau," sedikit gugup Sherard berucap, ia takut Putri Akira akan menolak. Akira mengangguk lemah. "Mendekatlah Sherard. Aku membutuhkanmu." Sherard pun memeluk Putri Akira dengan sayang. "Jangan khawatir Putri. Semuanya pasti akan teratasi. Para rakyat tidak mungkin kelaparan," ia berusaha meyakinkan Putri Akira walaupun masih sulit di percaya. Akira mengangguk. "Sherard, aku mohon bantulah aku mencari jalan keluar dari masalah pangan ini." "Putri tenang, aku akan menyuruh beberapa prajurit mencari makanan dari desa lain sebanyak mungkin. Besok, tapi aku tetap disini menjaga Putri," Sherard hanya tidak ingin Putri Akira sendirian di tengah keadaan yang sedang kacau. Akira menatap Sherard sayu. "Tapi Sherard, bagaimana nantinya jika salah satu prajuritmu itu akan mati seperti tabib itu?" tanya Akira ragi-ragu, ia hanya enggan ada korban yang akan datang lagi. "Putri Akira yakin saja pada aku. Pastinya aku akan melindungi seluruh rakyatku termasuk prajuritmu yang sejauh ini sudah berjuang dan bertahan menjaga keamanan istana," tutur Akira tersenyum hambar. Kehilangan orang-orang terdekat sangat menyakitkan, sudah cukup dulu kedua orang tuanya dan tersisa Sherard juga beberapa prajurit istana. "Baiklah Sherard, aku percaya padamu." Harapan Akira adalah kemakmuran istana Dream Island tanpa adanya peperangan sekaligus teror dari bangsa Vampir. *** Di istana Gianyue, Raja Arta sedang mengoles luka lengannya yang begitu perih. Ricko juga membantu menempelkan ramuan dari tumbuh-tumbuhan herbal agar luka sayatan pada lengan Raja Arta lekas sembuh. "Ricko, apakah aku sudah di perbolehkan ke istana Akira?" Ricko menggeleng. "Belum yang mulia masih butuh istirahat serta pemulihan agar tenaga yang mulia kembali stabil," jawab Ricko, meskipun sebagai pemimpin dari prajurit Ricko juga belajar tentang kesehatan serta obat-obatan dari tanaman herbal. Saat tabib di istana tidak ada, maka ialah yang akan menggantikannya. "Kenapa tidak boleh Ricko? Aku ini kuat, lagipula perjalanan dari istana kita tidaklah terlalu jauh," Raja Arta kesal, pertemuan yang batal ini membuat perasaannya kecewa. "Yang mulia sepertinya ingin sekali bertemu Putri Akira," Ricko tersenyum, menggoda Raja Arta. Di usianya yang masih 27 tahun ini sang Raja tidak pernah bekeinginan dekat dan mengenal seluruh Ratu yang ada di negara Teratai Damai. Tapi saat mengenal Putri Akira, Raja Arta begitu antusias. Mungkinkah Raja-nya itu menyimpan sebuah rasa cinta terhadap Putri Akira? "Perasaanku selalu gelisah Ricko. Akhir-akhir ini aku memikirkan bagaimana istana Dream Island," ungkapnya sedih, ia hanya menjalankan amanah dari kedua orang tua Putri Akira saat masih kecil berusia 5 tahun. Ricko mengernyit. "Yang mulia jangan terlalu memikirkan Putri Akira. Disana pasti akan baik-baik saja," ujar Ricko meyakinkan Raja Arta, perasaan gelisah ia menduganya ada sesuatu yang telah terjadi. Tapi tidak ada satu pun yang tau. "Ricko, ambilkan bola ajaib sekarang juga. Karena kondisiku yang sekarang tidak memungkinkan untuk pergi ke istana," titah Raja Arta, bola ajaib adalah sebuah benda berbentuk bulat yang akan menampilkan keadaan istana Dream Island, jika kepercayaan pendahulu disebut sebagai salah satu bola lampu yang di miliki oleh para penyihir. Ricko mengangguk. "Baik yang mulia." Setelah beberapa saat kemudian, Ricko membawa bola ajaib sedikit berhati-hati. Salah melangkah saja benda keramat istana itu hancur, hanya ini salah satu metode mengetahui wilayah tertentu dari jarak jauh. Raja Arta membaca sebuah mantra, Ricko tidak mengerti. Namun pengulangan mantra sebanyak tiga kali itu ternyata berhasil menunjukkan wilayah istana Dream Island. Keduanya terlalu fokus mengamati para prajurit yang sedang berjaga. "Semuanya tetap aman. Yang mulia mengkhawatirkan apa?" tanya Ricko penasaran. "RICKO! LIHATLAH INI!" Raja Arta berseru terkejut saat ia mengganti tempat lain di istana Dream Island, salah satu perkebunan gandum milik Putri Akira hancur berantakan. "Ya Tuhan, bagaimana ini bisa terjadi? Lantas perasaan Putri Akira sekarang-" ucapan Ricko disela oleh Raja Arta. "Aku tidak peduli. Kita harus bergegas kesana Ricko," Raja Arta bangkit dari tidurnya, ia memaksakan tubuhnya untuk berjalan namun rasa perih di lengannya itu sangat menyiksa dirinya. "Sakit sekali, aduh. Ricko! Darahku kembali menetes!" Raja Arta panik, lukanya kembali terbuka. "Aku mohon pada yang mulia tetaplah di istana. Biarkan aku yang menemui Putri Akira," ujar Ricko memelas, ia khawatir kondisi lengan Raja Arta semakin parah. Raja Arta tidak mempedulikan ucapan Ricko, kakinya tetap melangkah pergi. "Yang mulia tetap saja keras kepala. Sudahlah, lebih baik aku menurutinya," Ricko menyusul langkah Raja Arta, ia menyiapkan kereta kencana lagi. *** Selama perjalanan menuju istana Dream Island, kereta kencana itu dijaga oleh 9 prajurit dari arah depan, kanan dan kiri serta Ricko yang berada di belakang untuk lebih berhati-hati jika ada seseorang yang menyerang Raja Arta lagi, termasuk Leo si berbahaya. "Cepatlah! Aku khawatir dengan Putri Akira!" tidak sabaran, Raja Arta selalu gelisah bergerak sedikit demi sedikit, sampai luka di lengannya tidak terasa sakit ataupun perih. Mungkin rasa cemasnya lebih mendominasi daripada mempedulikan lukanya sendiri. Raja Arta yang begitu malang. "Yang mulia jangan turun dari kereta kencana. Bersabarlah," suara Ricko di belakang itu menenangkan Raja Arta. 12 menit kemudian akhirnya sampai di depan gerbang yang menjulang tinggi sedang tertutup rapat. Dua prajurit sedang berjaga membawa tombaknya. Raja Arta turun, Ricko segera membantunya untuk berjalan. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN