5. Raja Arta Terluka

1010 Kata
Gemilang hanya bisa duduk dengan melamun. Bagaimana tidak? Ia masih memikirkan uang dirham-nya yang di rampas oleh Leo beberapa jam yang lalu. Linggar hanya bisa menatap ayahnya yang larut dalam kesedihan . Bahkan Linggar sudah menawarkan makan namun hanya penolakan sebagai jawabannya. Linggar khawatir ayahnya sakit. "Ayah? Ini aku masak sendiri. Meskipun hanya pasta biasa dengan saus tomat dan seledri sebagai pelengkapnya. Ayah makan ya?" Linggar berusaha membujuk dengan lembut. Ayahnya itu sulit untuk makan jika sudah memikirkan suatu masalah. Seperti saat ini penghasilan dari berdagang tikar itu dicuri. Linggar bisa memperkirakan jumlahnya hampir limaratus dirham dengan kepingan koin emas jika tak ada alat tukar uang untuk kalangan orang atas dengan kasta raja dan pemilik perkebunan atau tambang emas. Gemilang tetap menggeleng. Selera nafsu makannya hilang. Bagaimana bisa ia memenuhi kebutuhan ekonominya jika uang itu dicuri? Linggar juga butuh pendidikan beladiri meskipun saat ini harus berhenti karena kendala sebuah biaya yang tak sedikit. "Ayo buka mulut ayah. Sebelum pasta ini basi nanti menangis karena ayah gak makan," Linggar tersenyum tulus. Ia mengarahkan sumpit itu pada ayahnya. Gemilang yang tidak ingin membuat Linggar sedih karena dirinya enggan untu makan pun akhirnya menurut dan menerima suapan pertama dari Linggar. Gemilang tersenyum puas. "Anak ayah sepertinya cocok menjadi chef di Italia," tangan Gemilang terulur mengusap penuh kasih sayang kepala Linggar, putri tunggalnya yang selama ini menemani hidupnya. Setelah istrinya bernama Bella meninggal karena sebuah penyakit busung lapar. Itulah alasan Gemilang selalu bekerja keras mencari uang dirham dan kepingan koin emas demi makan dan kebutuhan Linggar. Gemilang tidak peduli jika dirinya yang lapar asalkan Linggar sudah kenyang itu cukup. Gemilang menatap wajah Linggar yang cantik, mata indahnya yang bulat dengan hidung mancungnya seperti menggambarkan kembaran ratu mesir. Linggar sangat mirip dengan Bella, istrinya. "Kamu tidak berencana untuk meneruskan pendidikan beladirimu nak?" tanya Gemilang dengan tatapan mengiba-nya. Anak remaja seusia Linggar merasakan serunya belajar dan memiliki banyak teman, sedangkan Linggar sendiri justru membantunya berdagang tikar dan bekerja keras mencari uang bersama-sama tiada lelahnya. Gemilang merasa beruntung memiliki anak yang berbakti dan sebaik Linggar. Linggar menunduk tak bisa menjawab pertanyaan ayahnya. Rasanya tidak tega jika harus membebani ayahnya yang selama ini selalu menyisihkan uang dirham sebagai tabungannya untuk melanjutkan pendidikan beladiri demi bisa belajar dan mengenal banyak teman seperti remaja lainnya. Gemilang meraih dagu Linggar menatap setiap inci wajah itu. Matanya yang berkaca-kaca siap meluncurkan air mata dan ekspresi kesediaannya membuat Gemilang merasa gagal menjadi seorang ayah yang tak bisa membahagiakan anaknya sendiri. "Ayah lebih senang jika kamu bisa lulus dengan sabuk hitam puncak. Untuk biayanya tidak perlu di pikirkan lagi. Ayah pasti akan berusaha lebih giat lagi saat berdagang," ujar Gemilang meyakinkan Linggar. Tidak ada yang mustahil jika kita harus berusaha dan doa kepada Yang Maha Kuasa memohon kelancaran pekerjaan agar lebih mudah dan di berkati. "Tapi aku tidak ingin membuat ayah merasa terbebani. Ayah biaya Kungfu Kingdom itu tidak sedikit," ujar Linggar tetap kukuh pada pendiriannya, menolak halus permintaan ayahnya. Pasar Rembulan yang tadinya ramai itu mendadak hening dan sunyi. "Ada apa ayah? Kenapa mereka diam?" tanya Linggar melihat pemandangan di depannya, semua orang berhenti dan menyingkir seperti memberikan jalan kehormatan pada seseorang. Karena Linggar dan Gemilang ingin tau mereka pun melangkah lebih dekat. Hanya sebatas dagangan tikarnya saja. Suara langkah kaki sepatu yang mengetuk tanah dengan tegas itu membuat semua pedagang Rembulan hanya bisa menunduk tak berani menatap wajahnya. Siapa lagi jika bukan prajurit raja Arta yang memasuki kawasan pasar Rembulan terutama langkah prajurit itu berhenti di depan kios tikar Gemilang menarik perhatian seluruh para pedagang. "Kami hanya ingin mengembalikan hasil curian uang dirham ini kepadamu. Selalu berhati-hatilah karena dia pasti akan melakukan hal yang sama. Agar jera, raja Arta akan memberikan hukuman jika perbuatan itu di ulangi lagi," seorang prajurit menyerahkan kantong dirham milik Gemilang itu. Isinya masih utuh tidak ada yang kurang. Gemilang mengulurkan tangannya menerima sebuah kantong dirham hasil dagangan tikarnya. Berterima kasih banyak pada prajurit dan raja Arta. "Untuk yang lainnya jika ada kasus seperti ini lagi jangan takut untuk melaporkannya pada raja Arta. Mengerti semuanya?" salah satu prajurit itu menyampaikan amanah dari raja Arta yang harus di sampaikan kepada para pedangang pasar Rembulan. Setelah selesai memberikan uang dirham itu, prajurit istana pergi. Gemilang merasa bersyukur kepada Tuhan yang telah mendengar doa-doanya. Sangat bahagia dan senang ia memeluk Linggar dengan meneteskan air matanya. Masih tidak percaya jika uang yang di curi kembali lagi. "Ayah jangan bersedih lagi ya?" Linggar menatap wajah ayahnya yang sedih karena uang hasil dagangannya kembali. Linggar juga ikut merasakan bahagia. Gemilang mengangguk. "Ayah akan selalu bahagia jika Linggar mau bersekolah lagi." Linggar tidak bisa menolaknya, mungkin dengan ini ia bisa membanggakan ayahnya. "Aku akan melanjutkan pendidikan beladiri ini. Demi ayah." Seluruh para pedagang yang melihat perjuangan Gemilang dengan anak perempuannya Linggar merasa terharu. *** Raja Arta sudah siap berangkat ke istana Dream Island untuk bertemu dengan putri Akira. Kereta kencana dan kuda itu di siapkan oleh para prajuritnya. Raja Arta pun masuk dan duduk dengan nyaman. Dengan bantuan Ricko yang pandai menaiki kuda. Dimana saja jika raja Arta ingin pergi ke suatu tempat yang jauh selalu Ricko menjadi andalannya. Tapi di tengah perjalanan, seseorang yang berlari dengan cepat itu menggoreskan luka di lengan raja Arta. Darah segar mengalir dengan derasnya, raja Arta merintih merasakan sakitnya. Ricko menghentikan kudanya dan turun mengecek raja Arta. "Yang mulia! Oh Tuhan ini lukanya semakin parah," Ricko kebingungan mencari pertolongan pertama. Apa yang harus ia lakukan? Jalan yang akan di lewati selalu sepi tidak ada orang. Tanpa berpikir panjang Ricko menyobek jubah raja Arta. Hanya mengambil sedikit kain. Ricko melilitkan kain itu di lengan kiri raja Arta, darah yang menetes tiada hentinya itu membuat Ricko ketakutan. Bagaimana nanti raja Arta akan baik-baik saja? "Sebaiknya batalkan saja pertemuannya dengan putri Akira. Yang mulia harus kembali ke istana dan istirahat. Hamba akan memanggil seorang tabib." Raja Arta menggeleng. "Tidak perlu. Ini hanya luka gores biasa. Lagipula sudah membaik, terima kasih Ricko karenamu aku tidak lagi merasakan sakitnya," senyuman tulus itu untuk Ricko. Mengobatinya dengan cepat menghindari terjadinya iritasi. Ia merasa beruntung dengan semua prajuritnya yang selalu memiliki perhatian lebih kepada dirinya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN