bc

WONDREFLECTIE

book_age16+
182
IKUTI
1K
BACA
dark
tragedy
mystery
scary
male lead
like
intro-logo
Uraian

“Ayo dong sayang, ini kan buat kenang-kenangan kita nanti. Masa nanti anak-anak kita pas lihat foto kita malah nge-julid kayak duo terasi teman aku itu sih.”

 

“Tapi aku nggak bisa gaya aneh-aneh gitu.” Jelas Zian. “Gaya yang biasa aja ya, nanti sayang wajah cantik kamu berubah jadi aneh juga.”

 

Mendengar Zian mengucapkan kata sayang dan cantik, wajah Melly memerah. Ia menjadi salah tingkah dan tiba-tiba menurut dengan apa yang diminta oleh Zian. Sesi pemotretan pun dilanjutkan dengan gaya normal yang diarahkan oleh sang fotografer.

 

Zian tersenyum tipis, karena akhirnya acara hari ini akan segera berakhir dengan cepat. Ditengah keramaian Zian melihat jauh kedepan. Di dekat kolam renang, matanya tertuju pada sosok seorang anak perempuan yang tersenyum sangat manis sekali. Kepala Zian terasa berdenyut semakin kencang. Anak perempuan itu melambaikan tangannya dan segera menghilang ke tengah keramaian. Pandangan mata Zian tampak kabur, kedua kakinya terasa lemas membuat dirinya jatuh bersimpuh. Dahinya dipenuhi oleh keringat dan napasnya tampak tersengal. Melly dan tamu yang ada disekitarnya berteriak panik. Dengan padangan mata yang tak lagi jelas, Zian mencoba mencari sosok anak perempuan itu. Namun tidak berhasil.

 

“Alina…” Lirih Zian.

****

chap-preview
Pratinjau gratis
Prolog
Hembusan pelan angin senja di sore itu menemani sepasang anak kecil yang tengah asyik bermain di sebuah taman. Suara tawa keduanya seolah menggambarkan betapa bahagianya kehidupan mereka dengan diisi oleh bermain sepanjang harinya. Gadis kecil itu berlari-lari riang sambil merentangkan tangan mungilnya lebar-lebar seperti sebuah kupu-kupu cantik yang siap terbang menumbus angin. Rambutnya yang diikat kuncir kuda bergerak ke sana dan ke mari mengikuti gerak tubuhnya. Senyuman yang begitu cerah—secerah mentari—tak pernah luntur dari wajah imutnya. Berkali-kali terdengar tawa riang dari bibir mungilnya. “Alina, udahan yuk mainnya. Aku capek!” Sahut seorang anak laki-laki yang sedari tadi berdiri sambil memperhatikan gadis kecil itu bermain. Wajahnya sudah di penuhi keringat yang bahkan sudah membasahi baju yang ia kenakan. Gadis kecil yang di panggil Alina itu pun langsung menghentikan langkah-langkah kecilnya setelah mendengar sahutan anak laki-laki itu. Kemudian dia memandang anak laki-laki itu dengan begitu kesalnya. “Zian, Alina kan masih mau main. Kok malah di suruh udahan sih? Zian udah gak mau main lagi sama Alina, ya?” Tebaknya langsung sambil mengerucutkan bibirnya, tanda dia sedang merajuk. Zian yang merasa tidak enak hati pun langsung mendekati Alina yang sudah manyun sambil berkacak pinggang. “Alina, bukannya Zian gak mau main sama Alina. Tapi sekarang kan udah sore. Tuh lihat, bentar lagi matahari bakalan pulang ke rumahnya.” Zian menunjuk matahari yang tertutup awan. Mau tak mau Alina melirik matahari yang di tunjuk oleh Zian dari pinggir matanya. “Matahari aja mau pulang, masa Alina gak mau pulang?” “Alina gak mau pulang!” Pekik Alina nyaring kemudian berbalik badan membelakangi Zian. Dia benar-benar merasa kesal pada sahabatnya ini karena telah merusak waktu bermainnya. “Kenapa Alina gak mau pulang? Nanti Mama Alina khawatir lho, kalo Alina gak mau pulang ke rumah.” “Soalnya kalo Alina pulang ke rumah, nanti Mama sama Papa bakalan bawa Alina pergi,” kata Alina dengan ekspresi sedih. “Pergi? Emangnya Alina mau kemana?” Tanya Zian bingung dan menyampingkan kepalanya ke kiri. Alina menggelengkan kepalanya. “Alina gak tau.” Akunya sambil menunduk. “Alina perginya jauh gak?” Tanya Zian lagi. Kini Zian merasa sedih karena ia akan kehilangan sahabat yang selalu menemaninya bermain setiap hari. Alina menggeleng lagi. “Alina juga gak tau. Tapi kata Mama, Alina bakalan tinggal di tempat yang jauuuhhh banget, dari tempat kita tinggal sekarang...” Alina merentangkan tangannya selebar mungkin saat mengucapkan kata jauh. “Zian tau gak tempat yang jauh itu ada di mana?” Zian menggeleng dengan sedih. “Zian gak tau di mana tempatnya. Tapi, Alina bakalan lama gak perginya?” Zian berdiri di depan Alina dengan ekspresi sedih. “Alina juga gak tau, Zian. Tapi Alina janji, nanti Alina bakalan balik lagi kok. Terus kalo Alina udah balik ke sini lagi, nanti Zian masih mau, kan, main lagi sama Alina?” tanya Alina dengan mata yang berbinar-binar penuh harapan. “Pasti. Zian bakal terus nunggu Alina pulang dari tempat yang jauh itu. Terus kita bisa main lagi deh…” sahut Zian antusias. *** “Zian, kita mau kemana?” tanya Alina sambil merapatkan tubuh kecilnya ke tubuh Zian yang berjalan di depannya. “Bentar lagi Alina mau pergi. Nanti Alina ditinggal kalo gak pulang tepat waktu.” “Zian kan udah izin sama Mamanya Alina buat main sama Alina untuk terakhir kalinya. Zian janji deh, mainnya gak bakalan terlalu lama.” “Emangnya kita mau main apa?” Tanya Alina polos. Zian menghentikan langkah kakinya di sebuah bukit yang tak jauh dari tempat tinggal mereka. “Zian sebenarnya ngajak Alina ke sini bukan buat main.” Alina menatap Zian dengan kening berkerut. “Jadi, Zian mau ngapain ngajak Alina ke sini?” “Zian mau ngasih ini ke Alina.” Zian menunjukkan dua buah kalung perak berbandulkan matahari pada Alina. Tanpa sadar mulut Alina ternganga lebar saat Zian menunjukkan kalung itu padanya. “Ini buat apa?” tanyanya polos. “Ini buat Alina,” Zian memberikan satu di antara ke dua kalung itu pada Alina. “Buat Alina?” Alina menatap kalung yang sudah berada di tangannya itu dengan bingung. “Iya, itu sebagai kenang-kenangan dari Zian. Kalung itu buat Alina, dan kalung ini buat Zian. Zian pake kalung ini dan Alina juga pake kalung yang ada di tangan Alina. Terus kalau Alina ulang tahun yang ke-17 kita harus datang ke tempat ini lagi, di sini. Di tempat ini. Janji?” Zian menunjukkan jari kelingkingnya pada Alina. “Janji!” seru Alina antusias dan mengamit kelingking Zian dengan kelingkingnya. “Sekarang kita simpen baik-baik kalung ini dan jangan sampai lupain janji kita.” “Iya, Alina janji bakal nyimpen kalung ini sebaik mungkin, Zian, dan Alina bakalan inget sama janji kita.” Kata Alina semangat. Zian tersenyum melihat antusiasme di diri Alina. “Tahu gak, kenapa Zian ngasih Alina kalung matahari ini?” Tanya Zian sambil menatap lurus wajah Alina. Alina yang tengah memainkan kalungnya langsung menatap Zian dengan senyuman lebar khas anak kecil. Kemudian gadis kecil itu menggeleng pelan. “Emangnya kenapa, Zian?” “Zian milihin kalung matahari karena Zian ingin Alina selalu inget sama Zian. Sama seperti matahari yang gak akan pernah berhenti menyinari bumi walaupun usia mereka udah tua.” Kata Zian dengan mata berbinar-binar. “Maksudnya apa?” Tanya Alina bingung. Zian menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal sambil menerbitkan cengirannya. “Hehe… Zian juga gak ngerti apa maksudnya. Tapi yang pasti, semoga persahabatan kita kayak matahari yang akan selalu hangat dan bercahaya. Oke?” Walapun masih bingung, akhirnya Alina pun mengangguk semangat. “Iya, oke!.” ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Scandal Para Ipar

read
701.2K
bc

Dilamar Janda

read
322.8K
bc

HAN MIN

read
9.0K
bc

Marriage Aggreement

read
84.1K
bc

Cinta Yang Terbelah

read
1.9M
bc

Terjerat Hasrat Mertua

read
302.4K
bc

Menjadi Orang Ke Tiga

read
4.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook