Memantau

1021 Kata
"Mas Zyan?" Freya sedikit terkejut. "Kamu ... ngapain disini? Jangan jangan kamu ngikuti aku lagi ya?" tanya Freya sambil bergerak mendekat dengan Zyan. Gista buru buru pergi meninggalkan keduanya, tak ingin mengganggu pasangan suami istri itu. "Tsh..." Memutar bola matanya. "Kamu pikir aku enggak ada kerjaan harus ngikuti kemana kamu, cih..." cemoohnya. "Terus? Ngapain disini?" Freya tidak percaya. "Ada urusan." Lalu pergi begitu saja meninggalkan Freya sendiri. Padahal mereka masih berada di tempat umum, tapi Zyan seolah melupakan janji yang telah di buatnya sendiri. Tak mengambil hati dengan sikap suaminya, Freya pun berjalan ke arah yang berbeda dengan sang suami, bergabung bersama sang manager dan asistennya yang sudah menunggunya. *** Freya tidak pernah menyangka jika hari ini akan menjadi hari terburuknya dalam melakukan syuting. Selama menjalani perannya sebagai seorang artis, baru kali ini dirinya merasa menjadi orang yang benar benar bodoh. Bagaimana tidak? Setelah mencari alasan beberapa kali agar mengundur waktu melakukan adegan menaiki wahana histeria, akhirnya Freya harus memberanikan dirinya untuk melakukan adegan syuting yang harusnya menjadi adegan romantis dan berujung seperti saat ini. Dunia terasa berputar, perutnya seperti sedang di kocok, hingga isi perutnya mau tidak mau harus keluar. Tubuh Freya pun menjadi lemah seperti tak bertulang. Oh tidak! Sungguh memalukan. Beberapa kru dan artis yang terlibat dalam pengambilan proses syuting terlihat terkekeh menahan tawa bercampur iba melihat ekspresi wajah Freya yang benar benar ketakutan. Tidak banyak yang tahu jika sebenarnya Freya memiliki phobia pada wahana ekstrem seperti itu. Hanya sahabat, kerabat dan orang tertentu saja yang mengetahuinya. Termasuk Bisma dan Hilda yang juga mengetahui itu. "Uweek..." Beberapa kali Freya mengeluarkan isi perutnya. Pusing sekali rasanya. Sampai sampai Freya tidak sanggup untuk berdiri dan masih dalam posisi berjongkok. Gista dan asisten pribadi Freya sibuk memberikan tisu dan menepuk nepuk pelan punggung Freya. "Kamu sih sok berani. Gini kan jadinya," gerutu Gista kala mengingat Freya menolak untuk di beritahukan jika dirinya phobia pada wahana yang memacu adrenalin tersebut. Sementara dari tempat yang sedikit tersembunyi dari padangan mata Freya, terlihat seorang pria sedang tertawa terbahak bahak hingga mengguncang bahunya setelah puas merekam dan mengambil beberapa gambar Freya dalam ekspresi takut. "Dasar bodoh, menyiksa diri sendiri," ucapnya mencemooh Freya. "Percuma dandan cantik, tapi ujungnya bakal seperti ini juga penampilan kamu." Kembali terbahak bahak. Bahagia melihat ekspresi bodoh sang istri. Dia Zyan, suami yang menertawakan istri sendiri tanpa berniat ingin membantunya. "Kamu istirahat dulu ya, oke?" Pak sutradara mendekati Freya yang masih dalam posisi berjongkok itu. "Bisa enggak berdiri?" tanyanya lagi. Freya hanya mengangguk sambil melambaikan tangannya membentuk simbol 'Ok' pada sang sutradara, tapi tak kunjung berdiri. Beberapa kali Freya mencoba berdiri, tapi hasilnya nihil, yang ada justru perutnya semakin mual dan kepala yang semakin sempoyongan. "Aduh, gimana ini. Sini sini aku bantu, Frey." Gista hendak meletakkan sebelah tangan Freya ke bahunya, tapi seseorang yang baru saja datang mendekat langsung menggendong tubuh Freya dan membawanya menjauh dari sana. "Eh..." Gista ingin mencegahnya, tapi pergerakan laki laki itu terlalu cepat. Freya sudah tidak tahu dan tidak peduli lagi siapa yang saat ini tengah menggendong tubuhnya. Matanya tertutup karena sinar matahari yang sedikit mengganggu penglihatannya. Dari ujung sana, Zyan tengah melihat apa yang sedang di lakukan laki laki itu pada sang istri. Kedua tangannya mengepal kuat kala menyaksikan bagaimana wajah panik laki laki itu. Ia juga marah saat menyadari kedua tangan Freya justru melingkar di leher laki laki itu. "Beraninya kau!" geramnya dengan rahang yang mengetat. Zyan ingin melangkahkan kakinya menyusul laki laki itu, tapi di urungkannya karena tak ingin membuat orang orang di sana menjadikannya fokus utama. Zyan akhirnya memutuskan untuk tetap memantau dari jarak jauh, seperti pecundang yang tidak memiliki nyali lebih. "Freya, hei. Tetap buka mata kamu," ucap laki laki itu sambil meletakkan tubuh Freya pada kursi lipat santai yang selalu di bawa oleh para kru saat melakukan syuting outdoor, seperti hari ini. Freya berdehem, ia menggerakkan kepalanya dengan kedua tangan yang menahan perutnya. Lalu membuka mata perlahan. "Jericho, kamu?" ucapnya lirih. "Apa ada persediaan minyak angin?" tanya Jericho pada Gista. Ia tidak menjawab pertanyaan Freya. Gista langsung menyuruh asisten Freya untuk mencarinya. Bodohnya dia melupakan benda yang satu itu. Tak lama sebotol minyak angin dengan merk terkenal telah berada di tangan Gista. Jericho mengulurkan tangannya, meminta minyak angin tersebut dari Gista tanpa berbicara. Dengan tegas Gista berkata, "Biar aku saja yang memasangkannya. Jangan lupa jika Freya sudah bersuami. Tolong jangan membuat kesalahpahaman pada orang orang yang sedang melihat saat ini." Lalu membuka tutup botol minyak angin itu dan mengoleskannya pada sudut dahi Freya. Jericho langsung menarik sudut bibirnya ke atas, membiarkan Gista berpikir yang tidak tidak padanya. "Kamu kenapa bisa ada di sini, Jer?" tanya Freya dengan suara yang pelan setelah Gista menyudahi gerakan memutar di dahinya. "Kebetulan aku baru saja selesai bertemu dengan clien. Dan enggak kebetulan melihat kamu yang baru turun dari wahana itu dengan wajah pucat," sahutnya jujur. Freya nyengir bagai kuda, menutupi rasa malunya yang menjalar ke seluruh tubuh. "Memalukan banget kan aku?" "Biasa saja. Bagi aku wajar. Karena semua orang memiliki keberanian dan ketakutan dengan cara yang berbeda." "Oya, kata mama kamu lagi syuting di luar kota. Kenapa bisa ada di sini?" Menaikkan kedua alisnya keatas sambil menatapi Freya. Ah sial! Kenapa Freya bisa lupa kalau dirinya tengah berbohong pada sang mertua. Ia langsung mencari cara untuk mengalihkan pembicaraan. "Jer, kayaknya aku harus merapikan rambut dan pakaian dulu ya, enggak apa apa kan aku tinggal sebentar?" Meyakinkan Jericho. Tak ingin menjadi pengganggu, Jericho sadar harus pergi dari tempat itu. Tempat yang bukan passionnya sama sekali. "Oh oke. Kalau begitu aku pulang duluan." Mengarahkan jari jempolnya ke arah belakang. Sebelum Jericho melangkah pergi, Freya memanggilnya lagi, membuat laki laki itu menoleh pada sang perempuan yang sepertinya sedang menyimpan sesuatu itu. "Jer," sapanya lagi. "Hemm..." Jericho menyahut dan menoleh Freya. "Kenapa?" tanyanya. "Hmm... Nanti malam aku belum bisa pulang kerumah. Tolong jangan beri tahu mama ya kalau kita bertemu hari ini." Laki laki itu mengerutkan dahinya, bahkan ia mengurungkan niatnya untuk pergi dari sana. "Alasannya?" tanya Jericho. "Ehm... itu, aku enggak mau mama mengkhawatirkanku. Soalnya aku belum tahu juga bakalan pulang jam berapa," dustanya. Seperti sedang mempertimbangkan sesuatu, akhirnya Jericho menganggukkan kepalanya dan mengikuti permintaan Freya tanpa bertanya lebih dulu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN