Untuk pertama kalinya Freya menginjakkan kakinya di kediaman keluarga Edward--orang tua Zyan. Sama halnya saat pertama masuk ke dalam penthouse Zyan, mata Freya berbinar kagum melihat betapa luasnya rumah yang bergaya klasik tersebut. Ya, meski pun rumah orang tua Freya lebih besar dan di juluki sebagai crazy rich Jakarta, tetap saja rumah ini memiliki keindahan tersendiri baginya.
Sebelumnya, Freya telah di sambut dengan beberapa pelayan rumah tangga yang sengaja telah menunggu kehadirannya sebagai nyonya muda. Langkah kaki Freya membawanya pada ruang keluarga yang berada sedikit jauh dari pintu utama.
"Mama," sapanya pada perempuan paruh baya yang terlihat tengah membaca majalah fashion wanita.
"Freya... Sampai juga akhirnya. Sini duduk sebelah mama." Menepuk sisi kosong sofa di sebelahnya.
Freya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya dan langsung menuruti perintah sang mertua.
"Bik, bawa semua barang Freya ke atas ya," titah Renata pada kepala pelayan yang di sapa dengan sebutan bibik itu.
"Baik, Nyonya," ucap pelayan itu.
Renata merubah posisi duduknya menghadap Freya, lalu menyentuh punggung tangan mulus Freya. "Welcome to home." Tersenyum girang. "Mulai saat ini, rumah kamu di sini, apa pun yang ada di rumah ini menjadi milik kamu juga. Jadi, jangan sungkan."
"Terimakasih banyak ma, mama baik sekali." Membalas senyum pada Renata.
"Ya sudah, kamu bisa istirahat." Mengarahkan kepalanya ke arah tangga.
Freya mengerti, artinya kamar Zyan berada di atas dan mau tidak mau Freya harus kembali berada satu kamar dengan laki laki itu. Menjengkelkan.
Malam semakin larut, tapi tidak ada tanda tanda kepulangan Zyan. Sepertinya laki laki itu tidak akan pulang ke rumah. Baguslah, pikirnya. Lagi pula Freya tidak akan peduli dia akan pulang atau tidak, yang ada di pikirannya saat itu hanyalah bagaimana caranya agar dirinya bisa keluar dari kediaman sang mertua. Sungguh tidak nyaman untuk memainkan perannya sebagai istri kontrak jika berada dalam satu atap yang sama bersama orang lain yang tidak mengetahui apa apa mengenai pernikahan kontraknya.
Untuk malam ini, sepertinya keberuntungan sedang berpihak padanya karena telah membiarkannya untuk tidur dengan nyenyak tanpa ada gangguan dari Zyan.
Freya bangun dengan suasana hati yang girang, bahkan ia nyaris tersenyum setiap saat selama sarapan pagi berlangsung. Jericho yang menyadari raut bahagia di wajah kakak iparnya itu pun tampak penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.
"Zyan dimana? Kenapa enggak ikut sarapan?" tanya Jericho pada Freya.
Harus menjawab apa Freya? Dia bahkan tidak tahu kemana suaminya itu pergi sampai tidak pulang malam ini.
"Kakakmu sedang keluar kota sampai beberapa hari kedepan, kemarin sore dia telpon mama. Iya kan Freya?" tanya Renata.
'Oh, ternyata lagi keluar kota. Pantas enggak pulang. Tapi kenapa aku enggak di kasih tahu? Ah, terserah, yang penting aku bebas dalam beberapa hari ke depan,' batinnya puas.
Kepala Freya mengangguk cepat dengan senyum ceria mengalahkan sinar matahari. "Iya, mungkin dalam waktu yang lama." Menatap Jericho sesaat.
Jericho sampai mengerutkan dahinya melihat kegirangan Freya saat mengatakannya. Bagaimana bisa pasangan pengantin baru begitu girang di tinggalkan seperti ini? Aneh, pasti ada yang tidak beres, pikir Jericho.
***
Sudah satu minggu Freya tinggal di kediaman Renata, itu artinya sudah satu minggu juga kepergian Zyan keluar kota, dan tidak ada satu kali pun laki laki itu memberikan kabar padanya, begitu pula Freya yang tidak menghubungi Zyan. Karena terlalu sibuk dengan jadwal syuting film mau pun off air yang padat Freya sampai lupa jika suaminya tak kunjung pulang.
"Ah, selesai juga jadwal hari ini. Saatnya pulang dan istirahat." Gista merentangkan kedua tangannya ke atas sebelum masuk ke dalam mobil.
"Kalian duluan saja, aku mau ke apartemen mas Zyan dulu mau ngambil beberapa barang penting yang masih tinggal di sana," sahut Freya. "Aku bawa mobil saja, nanti kalian di antar Pak Rama ya, bentar lagi sampe kok. Tadi sudah aku sudah telpon," sambungnya.
Gista dan asisten pribadi Freya menganggukkan kepalanya. Langsung saja Freya mengendarai Maserati miliknya, melaju menembus jalanan Ibukota di bawah langit sore.
"Pas banget nih kayaknya, nanti waktu sampai di apartemen mas Zyan aku bisa lihat sunset." Freya bermonolog sendiri dengan gurat senyum di wajah cantiknya.
Kira kira hampir tiga puluh menit Freya berkendara, akhirnya ia tiba di salah satu gedung pencakar langit tempat penthouse milik suaminya berada.
Tak butuh waktu lama bagi Freya sampai ke puncak gedung pencakar langit tersebut menggunakan lift khusus. Jika saja Freya datang sedikit lebih awal, pasti dirinya masih akan bertemu Bik Minah dan tidak akan sendirian selama mengemasi beberapa barangnya. Salah Freya juga yang tidak memberitahu terlebih dahulu pada Bik Minah, padahal ia sudah memiliki nomor pribadi Bik Minah.
Freya menempelkan jari tangannya dan pintu langsung terbuka. Benar saja dugaan Freya, Bik Minah sudah tidak ada lagi di sana. Langkah kaki Freya langsung tertuju pada balkon yang terhubung dengan ruang keluarga. Balkon kedua yang menurutnya indah setelah balkon pribadi di kamar milik Zyan.
Sungguh mahakarya Tuhan yang luar biasa, kekaguman Freya pada indahnya langit senja tidak pernah bisa menghilang sampai kapan pun. Freya bahkan merasa tenang saat menyaksikan salah satu fenomena alam ini.
"Andai saja, aku benar benar memiliki suami yang mencintaiku, pasti saat ini suasana akan terasa sangat romantis," gumannya di iringi senyum tipis di bibirnya.
Setelah merasa cukup puas menyaksikan matahari yang akan tenggelam itu, Freya langsung menuju kamar utama, dimana barang barang pribadinya tertinggal.
Klak...
Pintu kamar di buka Freya dari luar.
Dahinya berkerut saat menyadari seseorang yang tengah berbaring di atas kasurnya.
"Mas Zyan?" ucapnya terkejut melihat sang suami tengah tertidur dengan bertelanjang d**a dan selimut yang hanya menutupi bagian bawah tubuhnya saja.
Perempuan itu tidak pernah berpikir jika ia akan bertemu Zyan di sana. Mungkin Zyan baru saja pulang dari luar kota, pikirnya. Tapi kenapa tidak langsung pulang ke rumah Renata saja? Entahlah, Freya juga masih bingung dan akan menanyakannya nanti.
Freya berjalan mendekati Zyan, lalu menepuk pelan lengan Zyan. "Mas, bangun. Kamu kenapa di sini?" tanyanya.
Zyan tidak juga menjawab atau pun membuka matanya, ia hanya menggeliat beberapa kali sambil memeluk guling. Sampai akhirnya indera pendengaran Freya menangkap suara yang membuat matanya membulat sempurna.
"Sampai kapan kamu tidur terus seperti itu, ha? Cepat bangun dan bersihkan tubuh kamu yang lengket itu."
Jantung Freya berdegup cepat, darahnya mulai mendidih kala melihat seorang perempuan yang tengah menggunakan bathrobe dengan handuk kecil yang melilit di rambutnya keluar dari dalam kamar mandi.
"Siapa kamu?" tanya Freya dengan suara yang nyaris bergetar.
Perempuan yang memiliki tubuh ideal itu mengerutkan dahinya, "Kamu yang siapa?" tanyanya balik.
Mendengar suara dua perempuan yang di kenalinya membuat Zyan membuka paksa matanya dengan reaksi tak kalah terkejut dari kedua perempuan yang tengah berada di dalam kamarnya itu.
"Freya, kamu ...."